Mongabay.co.id

Foto: Gayo Lues, Kabupaten Seribu Bukit yang Dikelilingi Hutan Leuser

Gayo Lues merupakan kabupaten yang terletak di dataran tinggi Provinsi Aceh. Wilayahnya yang berada di ketinggian 500 – 2.000 meter diatas permukaan laut (m dpl), dikelilingi hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), hutan terluas di Asia Tenggara dengan beragam flora dan fauna.

Di sekeliling Kabupaten Seribu Bukit ini, ada hutan yang luasnya mencapai 554,991 hektar, terdiri hutan lindung, Taman Nasional Gunung Leuser, hingga hutan produksi. Bentang alamnya yang indah menjadi daya tarik wisatawan untuk datang, baik lokal maupun mancanegara. Tak ketinggalan juga para peneliti yang mendatangi Negeri Diatas Awan ini, julukan Gayo Lues.

Datang ke Gayo Lues, kita akan disuguhi pemandangan perbukitan yang masuk gugusan bukit barisan dengan bentangan hutan. Pemandangan luar biasa ini bisa dilihat di sepanjang jalan penghubung dari Kabupaten Aceh Tengah atau dari Kabupaten Aceh Tenggara.

Baca: Foto: Kopi Arabika, Mutiara dari Tanah Gayo yang Mendunia

 

Desa Lesten di Gayo Lues yang berbatasan langsung dengan hutan lindung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pemandangan hutan alami, semakin terlihat indah yang berpadu dengan aliran air sungai yang berliku, dingin, dan bersih. Gayo Lues merupakan hulu dari tiga daerah aliran sungai (DAS) terpanjang di Aceh, yaitu DAS Alas-Singkil, DAS Tamiang, dan DAS Tripa. Aliran sungai ini menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan yang menyukai wisata sungai dan arung jeram.

Hamparan sawah yang langsung berbatasan dengan perbukitan dan hutan pinus menambah keindahan Gayo Lues yang sungguh alami. Petani yang menanam padi bergotong royong, masih ditemukan di sini, kebiasaan turun ke sawah yang perlahan mulai sulit ditemukan di beberapa daerah.

Baca juga: Foto: 12 Ribu Lebih Penari Saman Kampanye Hutan Leuser

 

Persawahan di Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues yang berbatasan langsung dengan hutan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Mashuri Ardiansyah, Sekretaris Forum Masyarakat Uten Leuser (FMUL), forum berbagai pihak yang dibentuk untuk menjaga hutan Gayo Lues menyebutkan, kabupaten ini terus mengembangkan ekowisata. Khususnya, hutan dan sungai untuk menambah kunjungan wisatawan.

“Pemerintah Gayo Lues berupaya menyediakan fasilitas untuk mendukung ekowisata. Harapannya, akan menambah pendapatan masyarakat,” terangnya Selasa (20/2/2018).

 

Warga menggiring kerbau melewati sungai di Gayo Lues. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Mashuri menyatakan, untuk menjaga hutan tidak rusak atau dirambah, pemerintah dibantu sejumlah pihak terus meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sektor perkebunan rakyat. Contohnya, kembali menggalakkan tanaman kopi.

“Kopi sangat bergantung hutan. Andai hutan rusak, kualitasnya menurun. Dengan sendirinya, masyarakat menjaga hutan agar kopi tumbuh dan menghasilkan biji bermutu.”

 

Petani memanen kopi arabika yang saat ini kembali digalakkan penanamannya di Kabupaten Gayo Lues. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Selain itu, sambung Mashuri, hutan Gayo Lues juga sedang dikembangkan menjadi objek ekowisata. Diantaranya dengan memfasilitasi areal kemping, trekking, mountaineering, dan climbing.

“Selain kepentingan ekonomi, upaya pelestarian lingkungan dilakukan demi terciptanya keseimbangan ekosistem. Juga, terjaganya habitat satwa liar dilindungi seperti harimau, orangutan, gajah, rusa, beruang, burung, hingga serangga, serta terpeliharanya debit air permukaan maupun air bawah tanah,” ungkapnya.

 

Petani di Desa Agusen, Gayo Lues, bergotong royong menanam padi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sri Wahyuni, pegiat lingkungan yang terlibat dalam penyusunan KLHS Kabupaten Gayo Lues menyatakan, keberadaan hutan Leuser di sekeliling Kabupaten Gayo Lues merupakan daya tarik wisata yang harus tetap dipertahankan.

“Wisatawan lokal maupun mancanegara datang ke Gayo Lues karena hutannya yang sangat alami. Bahkan, untuk mendaki puncak Gunung Leuser juga harus dilakukan dari Gayo Lues. Kalau hutan terus dibuka untuk berbagai kegiatan, hal ini akan berpengaruh pada daya tarik wisatawan.”

 

Inilah Sungai Agusen atau hulu DAS Alas-Singkil di Kabupaten Gayo Lues. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sri Wahyuni menambahkan, karena sebagian besar wilayah Gayo Lues adalah hutan, maka semua pembangunan di daerah tersebut harus berwawasan lingkungan. Atau, tetap mempertahankan hutan.

“Semua pihak di Gayo Lues jangan beranggapan hutan itu menghambat pembangunan. Bagaimana hutan terjaga dan masyarakat hidup sejahtera, ini yang harus dipikirkan secara kreatif, salah satunya dengan mengembangkan destinasi ekowisatawa,” ungkapnya.

 

Hutan nan asri menyajikan pemandangan alami luar biasa di Kedah, Gayo Lues. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Masyarakat Gayo yang tinggal di dataran tinggi Aceh ini sangat terikat dengan hutan yang telah menjadi identitas masyarakat. Bahkan, tarian Saman yang telah terdaftar di UNESCO diakui dunia sebagai warisan budaya bukan benda.

“Masyarakat dan Pemerintah Gayo Lues harus selalu bangga karena memiliki hutan yang luas dan alami,” tandasnya.

 

Dari Kedah, Kabupaten Gayo Lues, ini pendakian ke puncak Gunung Leuser dimulai. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version