Mongabay.co.id

Uniknya Restoran dari Kayu Bekas Sampah Laut. Seperti Apa Bentuknya?

Beranda depan restoran ini menarik mata di pandangan pertama. Jalinan kayu utuh tapi tak beraturan dianyam menjadi atap, tempat duduk, dan gazebo.

Sejumlah anak muda makan, minum, bercengkerama, dan selfie di bawah teduhnya rangkaian kayu-kayu sampah laut ini. Dengan sentuhan seni dan ketekunan, sampah kayu berubah citarasa menjadi ruang unik dan fungsional.

Kayu-kayu beragam ukuran dan bentuk ini nampak estetik, tak hanya dijalin sembarangan namun, mengikuti lekuk kayu yang terlihat sangat kokoh karena terendam di air laut. Kayu yang masih bersama akarnya juga terlihat menarik setelah ditata. Di beberapa sudut, lekuk kayu ini menyerupai rupa wajah, bunga, burung, sampai figur bajak laut.

baca : Sulit Kayu? Bambu Bisa jadi Solusi Bahan Baku Kapal

 

Gerbang masuk restoran yang dirangkai dari kayu limbah laut yang terdampar di Pantai Lembeng, Gianyar, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Seluruh kayu adalah sampah laut yang terdampar di pesisir Pantai Lembeng, Kabupaten Gianyar, Bali. Sampah yang mengapung dan terdampar di pantai masih nampak di sebagian pesisir pulau Bali. Terdamparnya sampah secara massal dalam jumlah besar ini terjadi tiap tahun sejak Oktober dan diperkirakan sampai Maret.

baca : Puncak Sampah di Pantai Kuta Awal 2018. Apa yang Bisa Dilakukan?

Kenapa sampah terdampar di pantai-pantai Bali, bagaimana pola arus dan angin mempengaruhi, serta penelitian jenis sampah laut.

Tokoh kreatif di balik bangunan unik di Pantai Lembeng ini adalah seorang nelayan di pagi hari dan satpam minimarket di malam hari, I Made Rana. Ia spontan mengumpulkan kayu-kayu besar yang terdampar bersama sampah plastik di pesisir kampungnya Desa Ketewel, Sukawati. “Daripada dibakar cuma jadi abu,” serunya kepada Mongabay Indonesia pada Jumat (9/2/2018).

Tumpukan makin banyak seiring makin tingginya volume sampah laut. Rana iseng-iseng membuat gazebo atau saung dari kayu-kayu ini. Ditata begitu saja di pantai, tanpa niat khusus. “Saya dibilang orang gila menata sampah,” katanya. Warga yang bermain di pantai atau nelayan menggunakan untuk berteduh.

baca : Inilah Para Pahlawan Sampah Bali

 

Pergola dari rangkaian kayu limbah laut ini ditata tanpa mengubah bentuk aslinya, menambah kesan artistik bangunan di sebuah restoran di Pantai Lembeng, Gianyar, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Suatu hari, seorang arsitek perempuan warga yang tinggal dekat areal pantai Sinta Soeharto melihat karya Rana. Ia kagum dan mengapresiasi bangunan yang dudah dibuat dari jalinan kayu ini. Ia melihat peluang menarik membangun restoran dan bar dengan menyewa lahan lokasi bangunan kayu ini dari banjar setempat.

Sinta menambahkan bangunan lain seperti wantilan dan dapur di belakang rangkaian kayu tanpa mengurangi pergola kayu-kayu sampah laut ini. Arsitektur bangunan tambahan memperkuat ekspos beranda kayunya. “Kami kehabisan kayu, padahal mau bikin lagi untuk area wedding,” urainya. Restoran dan bar Home Beach ini baru beroperasi satu bulan, dan ia tak menyangka memberikan dampak lain selain kampanye kebersihan pantai dan laut.

Agar terlihat makin ekspresif, Sinta menambah aksen mural hitam putih dibuat Rio di tembok dapurnya. Mural utama berkisah tentang kehidupan gunung dan laut yang menyatu, satu kesatuan ekosistem. Juga merangkai limbah kayu kecil-kecil sebagai jendela dan membuat hiasan kombinasi kayu, dan kerang mati.

Kayu-kayu yang terapung di laut menurutnya berkualitas bagus karena anti rayap setelah lama terendam asinnya air laut. Rana tidak mengubah bentuk kayu-kayu yang terdampar. “Tidak dipotong biar terlihat aslinya, hanya dipaku,” jelasnya. Ia senang ada yang merespon karyanya dan menjadikan restoran. Kolaborasi karyanya dan Sinta mewujud manis dan bisa jadi inspirasi orang lain.

baca : EcoBali, Mendulang Barang Terbuang menjadi Uang

 

Kolaborasi seorang nelayan dan pemilik resto membuat bangunan di tepi kolam dari limbah kayu di laut menjadi arsitektural unik yang menginspirasi. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pasca kolaborasinya dengan Sinta, Ia menyebut ada lagi seniman dari Ubud yang mengajaknya kerjasama, kali ini melukis kayu-kayu yang akan dirakitnya. Rana mengaku sangat antusias dengan rencana ini dan sudah mengumpulkan kayu-kayu baru terdampar.

Depan Pantai Lembeng juga kini ada landmark dari kayu-kayu besar sampah laut. Kayu ini berdiri begitu saja melingkar menjadi tugu menarik. Sementara di pesisirnya ratusan warga menikmati pantai. Beberapa turis surfing karena gelombangnya cukup tinggi, ada yang berolahraga membawa anjing, dan warga bersembahyang. Juga anjing-anjing bermalas-malas di pasir legam pantai dekat perbatasan Kota Denpasar-Gianyar ini.

Mentari senja menyelusup di bangunan-bangunan kayu hasil rakitan Made Rana. Selain di restoran, bangunan sejenis banyak berdiri di pos nelayan. Kebanyakan tempat berteduh dan bisa diduduki warga. Ia terlihat memanfaatkan waktunya di pantai dengan produktivitas tinggi. “Tidak perlu minta nomor hp, saya selalu di pantai pagi dan sore,”serunya. “Bisa dapat Kalpataru ne pak Made,” canda rekannya yang sedang bersantai di pantai.

 

Made Rena, nelayan yang mengolah kayu limbah laut jadi bangunan unik di Pantai Lembeng, Gianyar, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Selain merangkai kayu, nampak beberapa kayu dengan permukaan luas dan datar berusaha diukir. Misalnya sebilah kayu seperti bentuk singa laut di atas perahu kayu.

Saya mengatakan ia bisa membuat instalasi seni satwa-satwa laut lain dari limbah kayu ini untuk menambah keragaman hasil karyanya. Sekaligus pendidikan lingkungan. Apalagi jika bisa membuat bangunan-bangunan kayu ini hidup dengan cerita-cerita fiksi pengalaman mereka terombang-ambing di laut.

Mengolah limbah laut terutama kayu bukan hal baru. Di Bali, sejumlah pengrajin juga memanen sampah laut ini menjadi aneka barang interior dan furniture, seperti frame dan kursi. Namun kayu-kayu yang diolah ukuran kecil, seperti ranting kayu kemudian direkatkan dengan lem.

Musim hujan juga membawa aneka pohon yang roboh dan masuk sungai. Kayu-kayu ini terlihat menyumbat bendungan dan pabrik pengolahan air bersih. Setelah lama terendam air laut, kulit kayu mengelupas dan permukaannya halus. Tak perlu dilapisi zat kimia anti rayap lagi.

 

Exit mobile version