Mongabay.co.id

Ibu Rumah Tangga, Kunci Penanggulangan Sampah Plastik

Sekitar 125 ibu rumah tangga warga Banjar Mundeh, Desa Nyambu, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali, bersorak mengangkat tas belanja pada Rabu (21/2/2018). Di salah satu sisi tas belanja itu tertulis pesan dalam ukuran huruf besar berwarna putih mencolok, “PKK Mundeh Diet Kantong Plastik”.

Pagi itu, mereka merayakan Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh tepat pada tanggal itu, dengan cara sederhana, diet plastik dengan mulai menggunakan tas belanja khusus untuk mengurangi tas kresek atau plastik. “Mulai sekarang, mari kita menggunakan tas belanja ini untuk mengurangi penggunaan tas kresek sehari-hari,” kata Ni Nyoman Trisna Dewi, Ketua Pengelola Bank Sampah Kamboja Banjar Mundeh.

Ada dua ukuran tas belanja yang dibagikan. Tas belanja berwarna biru berukuran sekitar 30 cm dan warna merah berukuran sekitar 20 cm. Keduanya bisa dilipat hingga ukuran sekitar setengah telapak tangan. Tas belanja itu terbuat dari nilon sehingga tipis, ringan, tidak mudah menyerap air, dan bisa digunakan berkali-kali. Praktis.

baca : Inilah Para Pahlawan Sampah Bali

 

Sekitar 125 ibu rumah tangga di Desa Nyambu, Tabanan, Bali mencanangkan gerakan diet kantong plastik saat memperingati Hari Peduli Sampah Nasional, 21 Feb 2018. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Sebagai simbol pencanangan penggunaan tas belanja, Kepala Desa Kepala Desa Nyambu Ida Bagus Putu Sunarbawa menyerahkan tas belanja itu kepada Ketua Pengelola Bank Sampah Kamboja, Ni Nyoman Trisna Dewi. “Banjar Mundeh adalah pionir pengelolaan sampah di Desa Nyambu melalui bank sampah dan gerakan pengurangan sampah plastik. Mudah-mudahan banjar-banjar lain segera menyusul,” ujar Sunarbawa.

Pencanangan diet plastik termasuk salah satu upaya Desa Nyambu untuk mengurangi penggunaan tas belanja dari bahan plastik, sesuatu yang biasa dilakukan ibu-ibu rumah tangga. Karena itu, ibu rumah tangga menjadi target utama program pengelolaan sampah di Desa Nyambu.

“Karena ibu-ibu kan biasanya cerewet dan suka gosip dalam pengertian positif. Kalau nanti ada orang buang sampah sembarangan di desa, ibu-ibu yang ngomongin. Biar yang buang sampah sembarangan bisa malu. Kalau bapak-bapak yang melihat kan biasa saja,” Sunarbawa menambahkan.

“Tapi ya jangan cuma ibu-ibu yang peduli sampah terus bapaknya malah buang sampah sembarangan,” Trisna Dewi menimpali. Ratusan ibu lain riuh mendukung omongan ketua mereka.

baca : Siaga Sampah Bali. Ada Apakah?

 

Bank Sampah

Desa Nyambu berjarak sekitar 15 km dari Denpasar. Lokasinya berada di persawahan antara Denpasar dan Tabanan, sekitar 3 km dari jalan raya utama Jawa – Bali. Sejak April 2016, desa ini menerapkan ekowisata dengan daya tarik utama persawahan, sungai, Pura berusia ratusan tahun, dan suasana desa. Pengelolaan ekowisata ini dengan dukungan dari Yayasan Wisnu, lembaga swadaya masyarakat di Bali yang mendampingi desa-desa dalam mengelola ekowisata, dan British Council.

Memiliki desa dengan status desa ekowisata, warga mengaku merasa lebih bertanggung jawab terhadap kebersihan desanya. “Pengelolaan sampah yang baik menjadi pendukung kegiatan ekowisata dan kegiatan yang diprioritaskan Desa Nyambu,” kata Sunarbawa.

baca : Dendang Sampah dan Sawah dari Bali Utara

 

Ni Nyoman Trisna Dewi Ketua Bank Sampah Kamboja Desa Nyambu, Tabanan, Bali memerlihatkan kantong belanja untuk melaksanakan diet kantong plastik. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, sejak 2013 warga desa juga telah membentuk Bank Sampah Kamboja yang beranggotakan ibu-ibu. Menurut Trisna Dewi saat ini ada 118 anggota bank sampah dari total 125 anggota PKK Banjar Mundeh. Warga yang tidak ikut hanya karena merantau meskipun tercatat sebagai warga Banjar Mundeh.

Layaknya bank sampah pada umumnya, kegiatan utama Bank Sampah Kamboja Banjar Mundeh adalah menabung sampah. Ibu rumah tangga memilah sampah mulai dari skala rumah tangga. Sampah organik mereka olah sendiri menjadi kompos sedangkan sampah anorganik dipisah lagi yaitu plastik dan besi.

Sampah anorganik mereka jual ke pengepul tiap sebulan sekali saat kerja bakti. Jumlah sampahnya relatif sedikit, hanya sekitar 1 kg per bulan. “Karena kami memang sudah berusaha mengurangi penggunaan sampah plastik sejak dulu,” kata Trisna Dewi.

Dampaknya, menurut Trisna Dewi, sampah di desa jauh berkurang. Desa juga terlihat bersih dan rapi.

baca : Uniknya Restoran dari Kayu Bekas Sampah Laut. Seperti Apa Bentuknya?

 

Peran Kunci

Ibu rumah tangga memang menjadi target utama kegiatan pengelolaan sampah di Banjar Mundeh, baik bank sampah ataupun diet plastik. “Ibu rumah tangga memiliki peran kunci dalam pengelolaan sampah karena mereka yang sehari-hari menangani sampah mulai dari rumah tangga sampai pengolahan,” kata Catur Yudha Hariani, Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, lembaga pendamping gerakan pengelolaan sampah di Desa Nyambu.

PPLH Bali bekerja sama dengan Yayasan Wisnu mendampingi warga Desa Nyambu sejak dua tahun lalu. Dua LSM di Bali ini memberikan pelatihan pengelolaan sampah di tingkat desa, memberikan sarana pembuatan kompos, dan mendampingi pembentukan bank sampah. Selain itu mereka juga melakukan sosialisasi dan memediasi warga dengan pengepul. Semuanya melibatkan ibu-ibu rumah tangga.

 

Kampanye pengurangan sampah plastik di Denpasar, Bali pada April 2017. Penanganan sampah membutuhkan kerja sama semua pihak. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Catur menambahkan selama ini dalam kampanye pengelolaan sampah, sasaran utamanya lebih banyak warga kota. Warga desa, terutama ibu rumah tangga, sering kali dilupakan. Padahal, kenyataannya, ibu-ibu rumah tangga berperan besar dalam pengelolaan sampah mulai dari penggunaan saat belanja hingga pengolahan sampah menjadi kompos.

Karena itulah PPLH Bali, salah satu pionir gerakan peduli sampah di Bali sejak 1990an, aktif mendampingi ibu-ibu rumah tangga untuk menangani masalah sampah. Selain di Desa Nyambu, saat ini PPLH Bali juga mendampingi sekitar 1.000 ibu rumah tangga di Belok Sidan (Badung) dan Tulamben (Karangasem). Sebelumnya, mereka juga aktif memberikan pelatihan pengelolaan sampah di hampir semua kabupaten di Bali, termasuk Buleleng, Gianyar, dan Klungkung.

“Bisa dibayangkan jika PKK seluruh Bali membuat gerakan seperti di Banjar Mundeh. Saya yakin jumlah sampah plastik di Indonesia akan turun grafiknya. Sungai serta laut juga akan terbebas dari sampah plastik,” ujar Catur.

Selain pelatihan pembuatan kompos, PPLH Bali juga memberikan pelatihan kepada ibu-ibu dalam membuat kerajinan dari barang daur ulang. Misalnya bekas bungkus makanan menjadi tas atau dompet. Ada juga botol-botol bekas disulap menjadi tempat lampu.

PPLH Bali melakukan pendampingan pengelolaan sampah dari hulu hingga ke hilir. Dari pengurangan sampah melalui diet plastik sampai mendaur ulang sampah menjadi barang siap jual. Dari pendidikan sampah untuk anak-anak, ibu rumah tangga, sampai pembuat dan pelaksana kebijakan.

“Jika semua aktor saling mendukung dalam pengelolaan sampah, semoga tragedi seperti di Leuwigajah, Bandung tidak terulang lagi,” ujar Catur. Dia merujuk pada tewasnya 157 warga akibat longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Bandung pada 21 Februari 2005 silam. Tragedi itulah yang memicu lahirnya Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati setiap tahun hingga saat ini.

 

Exit mobile version