Mongabay.co.id

Pesan Hijau dari Gelora Bung Karno, Apakah Itu?

Komplek Gelora Bung Karno, sebagai salah satu ruang terbuka hijau di Jakarta, tetap mempertahankan tutupan pohon sekitar 70%. Foto: Luas Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

 

Kala pagi hari berjalan di Komplek Gelora Bung Karno, kicau burung biasa terdengar. Pepohonan hijau masih berjejer di tepian jalan maupun sekitar gedung. Sesekali burung-burung bermain di tepian trotoar dan terbang ketika ada orang mendekat. Suasana seperti ini masih bisa dinikmati di Jakarta, kota yang sudah penuh ‘hutan’ gedung dan bangunan.

Komplek GBK dengan luasan 276 hektar, merupakan hutan kota atau paru-paru bagi Jakarta. Ia salah satu dari tiga kawasan yang harus dipertahankan sebagai kawasan hijau, selain Monumen Nasional (Monas) dan Kemayoran.

GBK, kini bebenah menyambut gelaran Asian Games Agustus nanti. Salah satu ikon Jakarta ini tampil dengan wajah baru. Renovasi dirancang dengan bangunan ramah lingkungan. Senada dengan pesta olahraga inipun akan membawa pesan pelestarian lingkungan.

“GBK banyak berbenah untuk menyediakan sarana olahraga terkini dan mendukung konsep keberlanjutan dan ramah lingkungan,” kata Winarto, Direktur Utama Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) saat temu media Earth Hour 2018 di GBK, Jakarta, Jumat (15/3/18).

Gelora Bung Karno ada berawal dari Indonesia jadi tuan rumah Asian Games pada 1962. Ceritanya, saat Asian Games III di Tokyo, pada 1958 Asian Games Federation, menunjuk Indonesia,  jadi tuan rumah Asian Games ke IV.  Indonesia setuju.

Kala itu, Presiden Soekarno mencari lokasi untuk membangun sarana dan prasarana olahraga. Jatuhlah pilihan pada Senayan, daerah di selatan Jakarta.

Seperti disebutkan dalam laman resmi Gelora Bung Karno,  Asian Games IV pada 1962 pun berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno dihadiri lebih 110.000 orang.

Satu sudut di GBK yang memanfaatkan matahari langsung masuk ke bangunan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Ikon Earth Hour

Tahun ini, WWF Indonesia pun menjadikan Stadion Utama GBK menjadi ikon Earth Hour 2018 dengan tema #Connect2Earth.

WWF bekerjasama dengan Indonesian Asian Games Organizing Committee (INASGOC) dan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno akan memadamkan lampu penerangan dan dekorasi di SUGBK selama satu jam (20.30-21.30) pada Sabtu, 24 Maret 2018.

”GBK sebagai ikon baru kebanggaan nasional jadi simbol kemajuan pola pikir dan sikap masyarakat maupun pemerintah Indonesia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim yang kita alami saat ini,” kata Rizal Malik, CEO WWF Indonesia.

Kini GBK, 25% bangunan dan 75% masih kawasan hijau, termasuk DPR/MPR dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan, tempat olahraga GBK, kawasan hijau mencapai 85%.

Winarto mengatakan, renovasi GBK dengan tetap meminimalisir bangunan lewat konsep setiap venue olahraga bersifat multifungsi. Satu gedung, katanya, bisa menampung banyak aktivitas cabang olahraga agar koefisen dasar bangunan rendah.

Bangunan inipun memiliki konsep hemat energi dengan teknologi ramah lingkungan. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pencahayaan stadion GBK lebih terang karena berkekuatan 3.500 lux atau dua kali sebelumnya 1.200 lux.

Meski demikian, konsumsi listrik bisa hemat hingga 50% dibandingkan lampu konvensional karena pakai LED lighting system.

Di sana juga terpasang panel surya berkapasitas 420 KWP, rata-rata hasilkan 1.470 KWH per hari. “Keekonomian masih mahal karena baterai. Ini yang langsung terpakai siang hari dan kalau malam hari listrik PLN masuk,” katanya, seraya bilang, Asian Games selama dua minggu nanti lebih banyak siang dibandingkan malam hari.

Dari sisi pencemaran, GBK menerapkan perawatan rumput di lapangan dan komplek stadion tak gunakan pupuk kimia agar tak terjadi pencemaran tanah. Sistem penyiraman rumput pun dengan rain gun dan gunakan rumput khusus berjenis Zoysia matrella.

Pada Asian Games nanti, INASGOC bersama Pengelola GBK mengambil kebijakan meminimalkan kendaraan masuk ke kawasan. ”Kami bisa mengurangi emisi di komplek olahraga ini.”

Kebijakan ini, katanya,  sambil melihat perkembangan masyarakat dan dukungan transportasi publik. ”Kita akan mulai mengurangi kendaraan bukan menghapus, perlu sosialisasi bertahap.” Dia akan membahas soal ini lebih matang bersama Dinas Lingkungan Hidup Jakarta.

Tahap awal, Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Pusat membuat lokasi pengolahan sampah (LPS) untuk menampung sampah atlet dari venue. LPS ramah lingkungan ini memisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik, katanya, akan jadi kompos dan anorganik bisa dijual dan sebagian ke Bantar Gebang.

Erick Tohir, Ketua INASGOC mengajak, ada kesadaran masyarakat menonton pertandingan Asian Games 2018 dengan berjalan kaki dan meminimalkan kendaraan pribadi masuk.

INASGOC, katanya,  mendukung Earth Hour karena memiliki visi sama soal lingkungan hidup itu masa depan semua.

Earth Hour merupakan kampanye global sejak 2007 di Sydney, Australia. Aksi mematikan lampu serentak akan dilakukan pada 180 negara dan 60 kota di Indonesia.

Di Indonesia, dukungan datang dari berbagai pihak, seperti Gerakan Pramuka, Pemerintah Jakarta, perkantoran, hotel, masyarakat umum dan lain-lain. Termasuk 13 bandara tergabung dalam Angkasa Pura I, yakni, bandara di Denpasar, Makassar, Mataram, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Semarang, Balikpapan, Banjarmasin, Ambon, Kupang, Manado dan Biak.

 

Gedung olahraga Gelora Bung Karno, malam hari. GBK, salah satu pihak yang akan ikut berpartisipasi dalam ajang Earth Hour 2018. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Satwa langka

Sementara itu, maskot Asian Games kali ini, katanya, diambil dari tiga satwa langka Indonesia, yakni burung cenderawasih, rusa awean dan badak Jawa, masing-masing bernama Bhin-Bhin, Atung dan Kaka.

Pemilihan ikon ini, katanya, berawal dari kepedulian Asian Games terhadap kekayaan hayati Indonesia yang kian menyusut karena habitat menyusut, dan ancaman perdagangan satwa liar.

Langkah ini pun sebagai dukungan atas upaya WWF menghentikan perdagangan satwa dilindungi dengan mengedukasi publik soal keragaman hayati. Juga mengajak para atlet mendukung kampanye ‘Asia Says No to Illegal Wildlife Trade.’

Menurut Rizal, perdagangan satwa ilegal ancaman terbesar kedua bagi satwa setelah kehilangan habitat. ”Kampanye ini akan mensinergikan berbagai upaya untuk menutup pasar perdagangan dan mendukung para penjaga hutan dan penegak hukum.”

Erick juga bicara soal Asian Games 2018 yang ingin menampilkan citra Indonesia dengan keragaman namun tetap dalam persatuan.

Dia bilang, ajang Asian Games ini Indonesia mau memperkuat aspek branding nasional dan warisan budaya, termasuk transfer knowledge kepada generasi muda. Ia tertuang dalam slogan Asian Games: Energy of Asia.

Foto utama: Komplek Gelora Bung Karno, sebagai salah satu ruang terbuka hijau di Jakarta, tetap mempertahankan tutupan pohon sekitar 70%. Foto: Luas Arumingtyas/ Mongabay Indonesia.

 

Pepohonan di Komplek Gelora BUng Karno di sekitar Jalan Asia Afrika. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version