Mongabay.co.id

Pemerintah Diminta Jeli Menyusun RUU Masyarakat Adat

Pemerintah diharapkan segera merampungkan dan lebih jeli dalam memperhatikan Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA). Hal tersebut diungkapkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) saat perwakilannya dari berbagai daerah merayakan hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara, sekaligus hari ulang tahun AMAN ke-19, di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, Sabtu (17/3/2018).

Seperti dikatakan Roganda Simanjuntak, Ketua BPH AMAN wilayah Tano Batak, Presiden Joko Widodo diharap segera melaksanakan nawacita terkait masyarakat adat menjelang akhir kepemimpinan. Misalnya, dengan merampungkan RUU PPHMA dan membentuk satgas masyarakat adat.

“Di mana putusan MK (Mahkamah Konstitusi) No.35 tentang hutan adat bukan hutan negara sebagai jembatan penghubung hadirnya negara di tengah-tengah masyarakat adat,” terang Roganda kepada Mongabay-Indonesia.

baca : Menanti Gerak Cepat DPR Rampungkan RUU Masyarakat Adat

 

Ratusan orang perwakilan Masyarakat Adat dari seluruh Indonesia memadati Benteng Moraya, Tondano, Minahasa, Sulut, Sabtu (17/3/2018) untuk memperingati hari ulang tahun ke-19 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara. Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Munadi Kilkoda, Ketua BPH AMAN Maluku Utara menambahkan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal dalam pembuatan RUU tersebut, yaitu substansi draf RUU yang diajukan AMAN harus jadi rujukan pembahasan oleh pemerintah dan DPR RI. Kedua, komitmen pemerintah dan DPR RI untuk percepatan RUU menjadi UU sebagai wujud pelaksanaan Nawacita.

“Secara umum, draf yang dimasukan AMAN itu rujukannya pada UNDRIP (The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples). Sementara, draf yang diusulkan pemerintah itu ada pasal yang berkaitan dengan penghapusan masyarakat adat, lalu ada juga kaitan dengan hak adat yang masyarakat adatnya sudah tidak ada, diambil kembali sebagai hak negara, dan lain sebagainya.”

“Jika poin-poin itu tidak dikoreksi, akan sangat merugikan masyarakat adat. Karena itu, bagi kami, draf yang diajukan AMAN harus jadi rujukan pembahasan pemerintah dan DPR,” tambah Munadi.

 Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jendral AMAN menekankan hal penting untuk diluruskan adalah pengakuan masyarakat adat sebagai subjek hukum, serta pengakuan wilayah dan sumber daya masyarakat adat sebagai objek hukumnya.

Dia berharap pemerintah juga mau membentuk lembaga yang menangani urusan-urusan masyarakat adat, karena saat ini yang jadi persoalan utama, pengurusan tersebut tersebar di berbagai kementerian.

baca : Mendorong Negara untuk Menjamin Hak Politik Masyarakat Adat. Bagaimana Caranya?

 

Kabasaran, ritual rakyat Minahasa yang digelar pada peringatan hari ulang tahun ke-19 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara di Benteng Moraya, Tondano, Minahasa, Sulut, Sabtu (17/3/2018). Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

“UU ini (PPHMA) kami harap sebagai terobosan untuk menyatukan dan menjadi jembatan sektor-sektor untuk berbagai UU yang sudah ada, yang selama ini memberi banyak masalah dibanding solusi,” katanya kepada Mongabay-Indonesia.

“Dari dulu, yang kami inginkan adalah komisi nasional sendiri, karena tidak mungkin kementerian bisa meng-handle semua urusan masyarakat adat. Tidak ada kementerian yang tupoksinya utuh terkait masyarakat adat,” ujar Rukka.

Dia mengakui, beberapa poin dalam draf RUU PPHMA memang perlu dikoreksi untuk menghindarkan hilangnya hak-hak masyarakat adat. Menurut Rukka, dalam draf RUU itu, ada tendensi masyarakat adat seolah-olah statis. Sementara, dia percaya, masyarakat adat adalah sebuah kumpulan orang atau peradaban yang dinamis dan terus berkembang.

“Jadi, ada 4 penanda adat, misalnya wilayah, manusia, sejarah juga lembaga dan hukum adat. Nah, kalau salah-satunya hilang atau dihilangkan, apakah mereka bukan lagi masyarakat adat?”

“Draf yang ada sekarang masih banyak masalah. Kami menagih janji DPR untuk memperbaiki drafnya, dan kami akan komunikasi dengan pemerintah. Tadi, ibu menteri Siti Nurbaya, berjanji akan mempertimbangkan masukan dari AMAN,” tambahnya.

baca : Opini: Menagih Utang Konstitusi soal Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat

 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (tengah) didampingi Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi (dua dari kanan) menghadiri peringatan hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan hari ulang tahun ke-19 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Benteng Moraya, Tondano, Minahasa, Sulut, Sabtu (17/3/2018) Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Bekerja untuk Masyarakat Adat

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya yang hadir dalam acara itu mengatakan kepada ratusan masyarakat adat bahwa draf RUU PPHMA sudah masuk ke pemerintah dan pihaknya berjanji akan bekerja secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.

Ditambahkannya, Presiden Joko Widodo bahkan telah mengeluarkan Surpres (surat perintah presiden) kepada para menteri untuk membuat tim dan mempelajari draf RUU tersebut. “Saya sudah menerima Surpres dari Menteri Sekretaris Negara, bahwa RUU PPHMA sudah turun dari DPR ke Pemerintah,” katanya.

Terkait hutan adat, lanjut Siti, saat ini KLHK sedang memproses sekitar 6,25 juta hektar serta 13 usulan wilayah hutan adat. Dia merinci, dari Kalimantan 3,6 juta hektar, Maluku dan Papua 1,5 juta hektar, Sulawesi hampir 1 juta hektar, Sumatera hampir 500 ribu hektar, serta Bali dan Nusa Tenggara hampir 120 ribu hektar.

“Dalam catatan itu ada beberapa pekerjaan rumah. Terkait hutan, Perdanya harus kuat. PR saya pada pak Dirjen (KLHK), coba dirangkum dulu SK pencadangan hutan adat. Jangan lupa sosialisasi dan fasilitasi,” ujarnya.

baca : Pengakuan Hutan Adat Minim, Perlu Terobosan pada 2018

Kepada ratusan masyarakat adat yang hadir di Tondano, Menteri Siti menyampaikan, Presiden Joko Widodo telah meminta perhatian dari lembaga-lembaga terkait untuk menangani tata cara hukum dan indikasi kriminalisasi yang menimpa masyarakat adat.

“Kalau terkait hutan, saya kontrol langsung, bahwa tidak boleh lagi terjadi kriminalisasi. Tapi komunikasikan, informasi yang jelas, kita selesaikan. Persoalan masyarakat adat terkait lingkungan dan aspirasi, menjadi bagian penting yang kami pikirkan dan ambil langkah untuk ikut menyelesaikan,” tambahnya.

Dalam peringatan hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara, dan hari kelahiran AMAN, di Benteng Moraya, Minahasa, dimeriahkan dengan ritual adat Minahasa, Kabasaran. Moraya, dalam bahasa Minahasa berarti genangan darah. AMAN memilih lokasi tersebut karena menjadi saksi sejarah perang suku Minahasa melawan kolonialisme, yang berupaya menaklukkan tanah Minahasa beberapa abad silam.

 

Exit mobile version