Mongabay.co.id

Sudah Saatnya, Bengkulu Mendirikan Pusat Informasi Rafflesia

Pemerintah Provinsi Bengkulu dinilai sudah sepantasnya membangun situs atau website pusat informasi persebaran Rafflesia. Selain bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pelestarian, juga sangat mendukung pengembangan pariwisata. Demikian satu poin penting yang diungkapkan pakar Rafflesia, Agus Susatya, di kantornya, Jurusan Kehutanan, Universitas Bengkulu, Jum’at (6/4/18).

“Saya sudah ungkapkan gagasan ini 17 tahun silam. Saya kira, saat ini sangat relevan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Terlebih, Bengkulu memiliki ikon Bumi Rafflesia dengan program unggulan pariwisata,   tagline-nya Wonderfull 2020,” kata penemu R. lawangensis, R. Bengkuluensis, dan R. kemumu ini.

Bengkulu merupakan wilayah persebaran Rafflesia, hampir merata di semua kabupaten. Ada R. arnoldii, R. gadutensis, R. hasseltii, R. bengkuluensis, dan R. kemumu. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, tentunya telah berkontribusi signifikan dalam publikasi ditemukannya lokasi Rafflesia atau ketika mekar.

“Dulu, banyak lokasi Rafflesia yang tidak terpublikasi luas. Di wilayah Rejang Lebong misalnya, di sekitar Desa Suban Ayam, Tabarena, Beringin Tiga, termasuk Air Dingin, sejak lama ditemukan Rafflesia. Begitu juga daerah lain. Kini, informasinya mulai gencar,” kata Wakil Ketua Forum Komunikasi Riset dan Pengembangan Rafflesia dan Amorphophallus.

Baca: Inilah Jenis Rafflesia Baru yang Ditemukan di Bengkulu

 

Inilah Rafflesia arnoldii yang mekar di wilayah Bukit Kaba, Rejang Lebong, Bengkulu, Kamis (5/4/2018). Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Meski informasi mekarnya Rafflesia semakin mudah dan cepat, akan tetapi belum terkoordinasi baik. Berbeda bila bisa dikelola melalui pusat informasi, para pihak yang ingin melakukan penelitian, wisatawan, atau pegiat lingkungan akan lebih gampang mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

“Mudah-mudahan, gagasan membangun situs pusat informasi Rafflesia ini direspon positif Pemerintah Provinsi Bengkulu. Apalagi, saya kira, biaya untuk membuatnya tidak besar. Termasuk penguatan jaringan yang telah melakukan upaya pelestarian seperti di Kaur, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah dan masyarakat yang kebunnya menjadi lokasi mekarnya Rafflesia,” papar Agus.

 

Rafflesia arnoldii yang mekar di wilayah sekitar Bukit Kaba, Rejang Lebong, Bengkulu, ini sebelumnya tidak pernah terpantau keberadaannya. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Viral di media sosial

Katuro, warga Desa Sindang Jaya, Rejang Lebong, yang kebunnya di Desa Air Dingin menjadi lokasi R. arnoldii tumbuh dan mekar mengatakan, sudah empat kali di kebunnya ditemukan bonggol Rafflesia dan mekar. Hanya saja, informasi ini tidak pernah disebarluaskan, baru kali ini saja.

“Adik saya yang menyebarluaskan informasi Rafflesia ini melalui Facebook. Beberapa hari kemudian, mulai ramai didatangi pengunjung,” kata Katuro di rumah salah satu warga yang menjadi lokasi parkir kendaraan penunjung, Kamis (5/4/2018).

Katuro dan keluarganya tidak ingin mengusik Rafflesia tersebut. Alasannya, Rafflesia merupakan bunga langka dan dilindungi. Dia juga tidak keberatan, bila lokasi ini dijadikan areal konservasi. “Kalau memang pemerintah mau menjadikannya areal pelestarian Rafflesia, tidak apa-apa. Lagi pula lokasi puspa ini berada di areal curam atau terjal,” terangnya.

Baca juga: Konservasi Rafflesia Memang Penting Dilakukan, Mengingat…

 

Rafflesia arnoldii merupakan Puspa Langka Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Seorang penunjung, Eti Mastioh, siswi kelas XI SMAN 9 Rejang Lebong mengatakan, informasi tentang Rafflesia mekar di kebun Katuro diperolehnya dari WhatsApp. Berbekal keterangan itu, dia mengajak teman sekolahnya untuk melihat langsung. “Kalau saya sudah dua kali melihat Rafflesia mekar. Di desa kami ini cukup sering, tapi selama ini tidak viral di media sosial. Kalau teman-teman saya ini, baru pertama melihat.”

Eti yang berdomisili di Desa Air Dingin, senang desanya menjadi habitat Rafflesia. Karena, tidak semua desa bisa seberuntung ini. Eti mengaku belum memiliki pengetahuan cukup mengenai Rafflesia, kendati topik ini dibahas di buku pelajaran. “Saya belum bisa mendeskripsikan secara baik R. arnoldii sekaligus membedakannya dengan jenis lain,” ucapnya.

 

Begini kondisi liana tetrastigma inang Rafflesia arnoldii. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Penuh intrik

Dalam bukunya “Rafflesia, Pesona Bunga Terbesar di Dunia” Agus Susatya menuliskan, proses penamaan pertama kali untuk jenis Rafflesia melibatkan intrik, politik, dan ketamakan. Menurut Agus, orang asing yang untuk pertama melihat jenis Rafflesia bukanlah Stamford Raffles ataupun Joseph Arnold, melainkan Louis Auguste Deschamp, seorang dokter sekaligus penjelajah alam dari Perancis.

Deschamp melihat Rafflesia di Pulau Nusa Kambangan, Jawa Tengah, pada 1797 atau 20 tahun lebih awal ketimbang penemuan Joseph Arnold di Pulau Lebar, Bengkulu Selatan, pada 1818.

Setahun kemudian, 1798, Deschamp pulang ke Perancis dengan semua koleksinya. Saat mendekati selat Inggris, kapalnya ditangkap dan semua koleksinya dirampas oleh Inggris. Saat itu, setelah melihat rampasan koleksi spesimen, para ahli botani Inggris sadar bahwa Deschamp telah menemukan jenis yang sangat unik dan tidak pernah dilihat sebelumnya.

“Ada semacam kompetisi rahasia antara ahli botani tentang siapa yang akan menerbitkan jenis yang sangat menakjubkan tersebut. Mereka berpendapat, siapapun orangnya, jenis yang mencengangkan itu harus dideskripsikan atau dinamakan oleh orang Inggris, bukan Belanda apalagi Perancis,” tulis Agus.

 

Tampak bonggol atau calon bunga Rafflesia arnoldii yang berada di wilayah Sukaraja, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Sehingga, sambung Agus yang mengutip Nais (2000) dan Meijer (1997), Rafflesia yang saat itu sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Bengkuu memerintahkan William Jack untuk segera mendeskripsikan jenis yang ditemukan di Bengkulu Selatan. William Jack adalah seorang dokter dan penjelajah alam yang menggantikan Joseph Arnold.

Dalam artikelnya, William menamakan jenis tersebut sebagai R. titan, dan dikirimkan ke London pada April 1820. Malangnya, tulisan William secara misterius tidak langsung diterbitkan. Sampai kemudian Robert Brown membacakan penemuan yang menggemparkan ini pada 30 Juni 2018. Robert Brown menamakan jenis baru sebagai Rafflesia arnoldii R. Br.

 

Bonggol atau calon bunga Rafflesia arnoldii ini terpantau di wilayah Sukaraja, Lampung. Rafflesia arnoldii merupakan puspa kebanggaan Indonesia. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Artikel William akhirnya diterbitkan pada Agustus 1820. Meski pertama kali mendeskripsikan, namun karena terlambat dipublikasikan, R. titan tidak dipakai sebagai nama jenis baru tetapi dianggap sinonimnya R. arnoldii.

“Kejadian ini merupakan ironi, karena William Jack lah yang mengirimkan beberapa spesimen dari Bengkulu Selatan, yang boleh jadi digunakan oleh Robert Brown untuk mendeskripsikan jenis baru tersebut. Empat tahun setelah artikel Robert Brown rilis, bunga yang dilihat Deschamp di Nusakambangan dinamanakan R. patma oleh CL. Blume pada 1825,” tulis Agus.

 

 

Exit mobile version