Mongabay.co.id

Sumur Minyak Mentah Terbakar, Lingkungan Rusak dan Korban Jiwa Berjatuhan

Sumur minyak mentah ilegal atau illegal drilling di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, terbakar, Rabu (25/4/2018) dini hari. Sumur minyak itu merenggut 21 nyawa, melukai puluhan orang, dan merusak lingkungan.

Lokasi sumur yang digali hingga kedalaman 250 meter itu, hanya berjarak 50 meter dari permukiman warga. “Minyak mentah menyembur melebihi daya tampung, pemilik sumur dan masyarakat datang untuk mengambil. Tiba-tiba, ada percikan api dan menyambar tumpahan minyak itu,” jelas Abdul Halim, warga Kecamatan Ranto Peureulak.

Abdul menyebutkan, karena minyak berceceran, dengan cepat api menyebar ke semua lokasi dan membakar pekerja. Juga, masyarakat yang datang untuk mengambil minyak serta rumah masyarakat.

“Pengeboran sumur minyak tradisional ini telah berlangsung lama. Banyak masyarakat yang bekerja dan membuka sumur di sini, bukan hanya di Desa Pasir Putih. Beberapa desa lain juga melakukan hal yang sama,” ujarnya.

Masyarakat Aceh Timur lainnya, Rahmad Hadi mengatakan, pengeboran sumur minyak secara ilegal telah berlangsung cukup lama. Bahkan, setelah tsunami melanda Aceh, 2004 silam. Masyarakat seperti dibiarkan, jarang dilakukan penertiban.

“Tidak pernah kami mendengar dan melihat sumur-sumur ilegal tersebut ditertibkan. Masyarakat dapat bekerja dengan leluasa, tanpa ada yang melarang, akhirnya banyak yang menggantungkan hidup dari sektor ini,” ujarnya.

Rahmad menambahkan, beberapa tahun terakhir, sumur-sumur tersebut juga sering terbakar dan merenggut nyawa pekerja. Pengeboran ditutup sementara bila ada yang meninggal, lalu dilanjutkan bila tidak ada yang melarang.

“Minyak mentah itu disuling sendiri oleh masyarakat. Kemudian dijual ke pengguna kenderaan bermotor atau keperluan rumah tangga.   Ada juga rumah yang terbakar karena menggunakan minyak ini,” jelasnya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mengatakan, kebakaran sumur minyak ilegal ini merupakan jalan bagi pemerintah untuk menutup semua kegiatan pertambangan minyak tak berizin.

“Secara ekonomi, memang sumur minyak ilegal menguntungkan, tapi keberadaannya berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan,” ujar Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur.

Belum lagi, lokasinya di perkampungan penduduk, yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat.   “Air dan lumpur, bercampur dengan minyak mengalir kemana-mana, mencemari tanah.”

Muhammad Nur mengatakan, pengambilan minyak dengan tidak memperhatikan dampak lingkungan akan menyebabkan kekosongan struktur tanah, yang dikhawatirkan akan terjadi penurunan atau longsor. “Jika hal ini dibiarkan akan mengancam kehidupan masyarakat karena sumber air mereka tercemar. Ini juga akan berpengaruh pada lahan pertanian,” ungkapnya.

 

Inilah foto terkini yang di ambil menggunakan drone di lokasi kebakaran sumur minyak mentah, di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Kamis (26/4/2018). Foto: Bastin/Komunitas Aceh Flight Drone

 

Melanggar

Public Relation   PT. Pertamina EP Roberth MV Dumatubun, menjelaskan keberadaan sumur minyak ilegal melanggar   Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Ini merupakan pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pidana maupun perdata.

“Sumur ilegal yang dikelola manual tersebut membahayakan kesehatan pekerja dan masyarakat yang tinggal di sekitar. Berdampak juga pada lingkungan, karena tidak mengindahkan standar   kesehatan atau   Health, Safety and Enviroment   (HSE) yang merupakan prioritas utama pertambangan,” ungkapnya.

Pertambangan ini, sambung Roberth, dampaknya sangat luas, dari hulu ke hilir. Menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan masyarakat sekitar dapat terpapar material tambang.   Dari keamanan juga, sering terbakar dan menimbulkan korban jiwa, pekerja maupun warga.

Masalah lain, minyak mentah ini dijual ke pihak yang tidak bertanggung jawab. Menimbulkan kerugian negara. “Penyulingannya tanpa mengikuti standar yang menyebabkan produknya tidak sesuai aturan.”

Misalnya, dari hasil penyulingan tradisional tersebut, yang dijual atau dihasilkan adalah minyak tanah. Tapi kalau diuji laboratorium, ternyata minyak tersebut masuk kategori premium atau pertamax.   “Akhirnya ketika dipakai masyarakat, misalnya untuk kompor, akan mudah terbakar dan kembali menimbulkan korban jiwa,” jelasnya.

Pertamina EP pernah merilis, dalam minyak mentah setidaknya terdapat empat bahan berbahaya yang berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat. Ada benzene   (C6H6),   toluene   (C7H8),   cylene   (C8H10), serta sejumlah logam berat seperti tembaga (cu), arsen (ar), merkuri (hg), dan timbal (pb).

Senyawa-senyawa tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. Orang yang terkena benzene akan mengalami pusing atau sakit kepala, mual, pingsan, iritasi kulit dan mata, bahkan menyebabkan kanker darah.

Sementara   yang   terpapar   toluene   dan   cylene   akan menyebabkan hal yang sama, namun jika sudah kronis dapat mengganggu syaraf pusat. Sementara yang terpapar   arsen, dapat merusak ginjal dan berpotensi memicu kanker.

Logam berat dari hasil pertambangan juga dapat diserap binatang dan tumbuhan pangan. Ketika dimakan masyarakat, otomatis berpengaruh pada kesehatan.

“Kalau standar perusahaan minyak yang mengikuti kaidah yang benar, HSE itu harga mati. Bahkan ada ungkapan HSE dulu, produksi mengikuti,” tegas Roberth.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, mengaku mengetahui illegal drilling di Kabupaten Aceh Timur dan Bireuen. Namun, tidak mudah menutupnya karena banyak masyarakat yang menggantungkan hidup dari kegiatan ini.

“Pengeboran minyak ilegal sudah banyak diketahui termasuk oleh kepolisian, tapi kalau diambil tindakan tegas dengan menutup, akan sulit. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya.”

Irwandi mengatakan, setelah kebakaran sumur ini, dia telah meminta semua pertambangan minyak masyarakat ditutup sementara waktu, menunggu cara yang tepat dan aman pengelolaannya.

“Polisi dapat turun ke lapangan, menutup pertambangan. Ini bukan delik aduan,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version