Mongabay.co.id

Meriahnya Panen Teripang Buka Sasi di Kampung Folley Raja Ampat. Begini Ceritanya

Warga di Kampung Folley, Distrik Misool Timur, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, sedang bersuka ria. Pasalnya selama dua minggu ini, dari 22 April – 6 Mei 2018, sedang berlangsung acara buka sasi di kampungnya.

Sasi merupakan praktik pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat adat dengan menutup pemanfaatan dan wilayahnya untuk jangka waktu tertentu.

Kampung Folley tersebut merupakan salah satu kampung pendampingan pengelolaan sasi dari The Nature Conservancy (TNC) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat sejak 2012.

Pendampingan bertujuan agar praktik sasi berhasil dan terus berlanjut, dengan cara monitoring lokasi sasi secara berkala bersama anggota pemilik sasi, pemuda kampung, serta tokoh adat.

“Hal ini bertujuan untuk menentukan waktu buka sasi yang tepat, serta menentukan ukuran biota sasi yang boleh dipanen. Total Luas wilayah sasi laut di Kampung Folley adalah 297 hektar,” jelas Nugroho Arif Prabowo, Communication Coordinator TNC di Papua Barat, Jumat (27/4/2018).

Pengelolaan wilayah sasi, lanjut Nugroho, telah memberikan banyak manfaat baik secara ekologi maupun sosial-ekonomi masyarakat.

baca : Sasi Nggama di Kaimana: Perlindungan Adat untuk Sumber Daya Laut

 

Yohanes Fadimpo, tokoh adat di Kampung Folley, Kabupten Raja Ampat, Papua Barat sedang meletakkan sirih pinang dan penanaman pohon sebagai tanda berlangsungnya buka sasi selama 22 April – 6 Mei 2018. Foto : Nugroho Arif Prabowo/TNC/ Mongabay Indonesia

 

Buka Sasi

Proses panen atau buka sasi didahului upacara agama dan adat, dipimpin pemuka agama dan tokoh adat, dengan ritual yang tergolong unik dan mungkin tak ada di tempat lain.

Dimulai dengan ibadah doa bersama di gereja, dilanjutkan dengan membuang kakes atau persembahan berupa sirih pinang di wilayah sasi. Persembahan dimaksudkan meminta izin kepada leluhur agar hasil panen sasi melimpah. Rangkaian buka sasi di Kampung Folley, juga ditampilkan kesenian tradisional Suku Matbat, suku asli Pulau Misool, berupa tarian Setan Gamutu dan tari Wala.

“Saat malam tiba dan air laut mulai surut, masyarakat mulai beramai-ramai ke wilayah sasi untuk mengambil teripang. Biasanya mereka mencari teripang hingga pagi menjelang,” lanjut Nugroho.

baca : Sasi, Konservasi Berbasis Kearifan Lokal Di Raja Ampat

 

Tarian Setan Gamutu, tari tradisional Suku Matbat, suku asli Missol, mengiringi acara buka sasi di Kampung Folley, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Penari menggunakan baju dari ijuk (gamutu) dan topeng dari pelepah sagu, perlambang para prajurit yang menjaga wilayah hutan dan laut dari gangguan musuh. Foto : Nugroho Arif Prabowo/TNC/ Mongabay Indonesia

 

Wilayah sasi di Kampung Folley berada di wilayah milik Marga Fadimpo dan Moom. Namun, masyarakat diluar marga tersebut serta masyarakat di luar Kampung Folley juga diperbolehkan untuk mengambil hasil sasi, berupa teripang.

Mereka yang ikut panen sasi harus mematuhi aturan-aturan yang sudah disepakati, yaitu wilayah sasi dibuka 22 April – 6 Mei 2018. Kedua, ukuran teripang yang boleh diambil minimal 15 cm.

Ketiga, penangkapan teripang harus menggunakan perahu, tidak boleh berjalan kaki. Keempat, penangkapan harus menggunakan alat yang ramah lingkungan (tombak/kalawai). Kelima, pengambilan teripang tidak boleh menggunakan kompresor atau potasium.

Keenam, teripang bisa dijual di mana saja, namun nota harus dikembalikan kepada panitia untuk pendataan hasil panen sasi di Kampung Folley. Ketujuh, panitia akan mencatat setiap hasil tangkapan untuk memastikan ukuran sesuai yang disepakati.

baca : Perairan Misool Lestari, Warga Desa Folley Diberkahi Limpahan Panen Hasil Laut

 

Masyarakat Kampung Folley, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat mencari teripang menggunakan perahu tradisional pada masa buka sasi pada 22 April – 6 Mei 2018. Foto : Nugroho Arif Prabowo/TNC/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Nugroho, Kampung Folley di wilayah Distrik Misool Timur adalah salah satu contoh sukses keberhasilan masyarakat dalam mengelola wilayah sasi.

Masyarakat di Kampung Folley sudah merasakan manfaat pengelolaan wilayah sasi, dengan hasil penjualan teripang yang meningkatkan perekonomian.

“Keberhasilan tersebut mereka peroleh lewat kerja keras tak kenal lelah. Masyarakat Kampung Folley rutin melakukan pemantauan wilayah sasi mereka. Selain itu mereka juga tidak mengambil teripang yang ukurannya di bawah 15 cm saat buka sasi,” ungkap Nugroho.

Selain tidak laku di pasaran karena terlalu kecil, pengambilan teripang di bawah 15 cm juga akan berdampak pada punahnya bibit teripang.

”Sasi ini ibarat tabungan bagi kami. Sehingga kami harus menjaganya dengan baik agar hasilnya juga baik,” ujar Yefta Mjam (52) salah seorang warga Kampung Folley.

baca :Teripang, Si Buruk Rupa dari Perairan Dangkal yang Bernilai Ekonomi Tinggi

 

Tim monitoring melakukan pendataan hasil teripang yang didapat dari wilayah sasi di Kampung Folley, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Mereka mendata jenis teripang serta ukurannya. Foto : Nugroho Arif Prabowo/TNC/ Mongabay Indonesia

 

Melimpah

Meski proses buka sasi masih berlangsung, namun masyarakat merasakan hasil panen tahun ini lebih baik dari tahun kemarin.

“Tahun lalu, hasil hari pertama yang saya dapat tidak sebanyak tahun ini. Ini semua berkat kerja keras kita semua dalam hal menjaga wilayah laut,” tambah Yefta.

Tora Moom, warga Kampung Folley lainnya merasa sangat senang karena hasil buka sasi tahun ini bagus, melebihi harapannya. Hasil dari sasi ini nantinya akan ia gunakan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya.

Sedangkan Yohanes Fadimpo, tokoh adat di Kampung Folley berharap budaya sasi terus dijaga dan dilaksanakan, karena sangat bermanfaat bagi lingkungan dan perekonomian masyarakat.

“Dalam kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada TNC yang selalu mendampingi kami dalam pengelolaan wilayah sasi sehingga hasilnya baik,” ujarnya.

 

Yefta Mjam dan istri, warga Kampung Folley, Rajat Ampat, Papua Barat, merasa bersyukur dengan adanya pendampingan TNC terkait konservasi dan pengelolaan sasi di kampungnya. Hasil sasi yang bagus sangat membantu perekonomian masyarakat. Sasi diibaratkan sebagai tabungan bagi warga. Foto : Nugroho Arif Prabowo/TNC/ Mongabay Indonesia

 

Ia menilai sejak adanya pendampingan dari TNC, pengelolaan sasi di Kampung Folley menjadi lebih baik. “Selain hasil panen meningkat, kami juga diajarkan cara monitoring dan pendataan hasil sasi,” tambahnya.

Rico Moom, generasi muda Kampung Folley, merasakan manfaat dari pelatihan monitoring dan pendataan sasi yang diikutinya. “Ilmu ini sangat bermanfaat bagi kami di sini untuk mengelola wilayah sasi menjadi lebih baik,” tambahnya.

Leonard Moom, tokoh adat Kampung Folley, berjanji akan terus melestarikan budaya sasi ini. “Nenek moyang telah mengajarkan kepada kami tentang pemanfaatan sumber daya alam yang bijak melalui sasi, sehingga kami akan terus melestarikan budaya sasi ini.”

 

Pendampingan Sasi

Pendampingan praktik sasi di Misool dan Kofiau, Kabupaten Raja Ampat oleh TNC berawal pada November 2008, saat TNC mengajak beberapa perwakilan masyarakat dari Misool dan Kofiau untuk melakukan kunjungan belajar ke Kei, Maluku Tenggara.

”Di sana mereka diajak untuk belajar dari masyarakat setempat mengelola wilayah laut secara bijak agar hasilnya bisa bermanfaat baik dari segi ekologi maupun ekonomi,” ujar Nugroho. Salah satunya belajar pengelolaan wilayah sasi.

”Mereka melihat masyarakat Kei mengelola wilayah sasinya dengan baik. Buka sasi, tutup sasi, hingga perkembangan biota yang disasi sangat diperhatikan. Sehingga saat panen atau buka sasi hasilnya pun luar biasa. Laut sehat, perekonomian masyarakat meningkat,” tambahnya.

Kunjungan itu membekas dan memberikan banyak tambahan pengetahuan. Sepulangnya ke kampung masing-masing, mereka mulai mempraktikkan pengelolaan wilayah sasi.

”Dengan pendampingan dari TNC bersama Dinas Kelautan dan Perikanan, masyarakat Misool dan Kofiau mulai mengubah cara pengelolaan wilayah sasi mereka menjadi lebih tertata,” kata Nugroho.

Selain Kampung Folley, TNC juga mendampingi pengelolaan sasi di kampung-kampung lain di wilayah Misool dan Kofiau, yaitu Kampung Kapatcol, Kampung Limalas, Kampung Deer, Kampung Mikiran, Kampung Tolobi, Kampung Awat. Luas keseluruhan wilayah sasi dari kampung-kampung tersebut jika dijumlah mencapai 3.008 hektar.

 

Exit mobile version