Mongabay.co.id

Malaysia Jadi Pemasok Utama Peledak Bom Ikan di Indonesia?

Negara Malaysia diduga kuat masih menjadi pemasok utama untuk kebutuhan bahan baku pembuatan bom ikan di sejumlah wilayah Indonesia. Indikasi itu menguat, setelah Pemerintah Indonesia berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 2.400 karung atau sekitar 50 ton amonium nitrat yang dikirim dari Malaysia oleh kapal KLM Motor Eka Putri.

Penemuan barang bukti tersebut, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, didapat setelah tim gabungan yang terdiri dari kepolisian resort (Polres) Kepulauan Selayar dan Satuan Polair di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, berhasil menangkap kapal tersebut di perairan Jampea, Kayuadi, yang berjarak sekitar 50 mil dari Pelabuhan Benteng. Penangkapan tersebut dilakukan pada Kamis (26/4/2018) sekitar pukul 08.00 WITA.

“Kapal tersebut kedapatan membawa 2.400 karung atau sekitar 50 ton amonium nitrat yang diduga akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan bom ikan,” ungkap dia pekan lalu.

baca : Cegah Pemboman Karang, Keterlibatan Masyarakat Perlu Didorong untuk Awasi Laut

 

Penangkapan kapal KLM Motor Eka Putri di perairan Jampea, Kayuadi, Kabupaten Kepulauan Selayar oleh tim gabungan pada Kamis (26/4/2018). Kapal itu membawa 2.400 karung atau sekitar 50 ton amonium nitrat yang diduga untuk bom ikan dikirim dari Malaysia. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Susi mengatakan, walau tim gabungan berhasil menggagalkan upaya pengiriman bahan baku untuk pembuatan bom ikan, dia meyakini kalau pasokan yang sudah ada di masyarakat jumlahnya saat ini sangatlah banyak. Untuk itu, dia menghimbau kepada semua pihak untuk sama-sama menyadartahukan tentang perilaku penangkapan ikan dengan cara yang baik.

Bagi Susi, jumlah 50 ton yang ditemukan di kapal KLM Motor Eka Putri, tetap harus mendapat apresiasi karena itu menjadi awal yang baik untuk penegakan hukum pemberantasan aktivitas penangkapan ikan dengan cara merusak (destructive fishing). Karenanya, walau berjumlah tidak terlalu besar, tetapi dia berharap itu bisa menjadi efek jera bagi pelaku destructive fishing dan pemasok bahan bakunya.

Susi menjelaskan, amonium nitrat yang ditemukan di kapal tersebut, adalah bahan yang sering digunakan oleh nelayan pelaku penangkapan ikan yang merusak untuk menangkap ikan karang. Setiap 250 gram dari bahan tersebut, diketahui memiliki daya rusak hingga mencapai 5,3 meter persegi.

“Bayangkan kalau 50 ton itu digunakan untuk meledakkan karang-karang seperti apa. Dan itu setiap waktu terjadi sekarang ini, (selama) bertahun-tahun. (Tujuannya) untuk menangkap ikan tetapi yang dihancurkan luar biasa. Ini sudah saatnya kita bersama-sama untuk memerangi,” terang dia.

baca : Begini Ketegasan Flores Timur Tangani Penangkapan Ikan Merusak

 

Barang bukti berupa 2.400 karung atau sekitar 50 ton amonium nitrat yang diduga untuk bom ikan, di geladak kapal KLM Motor Eka Putri di perairan Jampea, Kayuadi, Kabupaten Kepulauan Selayar oleh tim gabungan pada Kamis (26/4/2018). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Kepala Polres Kepulauan Selayar Syamsu Ridwan mengatakan, penangkapan bermula dari laporan warga bahwa akan ada amonium nitrat yang akan diselundupkan ke Kepulauan Selayar. Setelah itu, dia kemudian memerintahkan tim khusus untuk melakukan penyelidikan di daerah Jampea. Di sana, tim berkomunikasi juga dengan pelaku dan berinteraksi dengan mereka.

“Saat berinteraksi, kita akan membeli sebanyak 700 karung. Pada saat transaksi baru kita sergap para pelaku,” ungkap dia.

Bendera Malaysia

Saat ditangkap, Syamsu menceritakan, tim menemukan di dalam kapal ada bendera Malaysia. Sementara, untuk barang bukti saat ditemukan posisinya ditempatkan di palka bawah kapal dan diketahui barang-barang tersebut direncanakan akan dikirim ke Timor Leste dan juga ada yang akan dijual di Kepulauan Selayar dan Wakatobi.

Selain barang bukti, Syamsu menyebutkan, dari penangkapan tersebut, tim juga mengamankan 10 orang warga Negara Indonesia (WNI) yang diketahui berasal dari Sulawesi Tenggara dan bekerja di kapal tersebut sebagai kapten kapal, juru mesin, dan anak buah kapal (ABK). Untuk kapal dan para pekerja, selanjutnya kemudian dibawa ke Pelabuhan Rauf Rahman untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim.

baca : Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?

 

Para pelaku ABK kapal KLM Motor Eka Putri dan terdapat bendera Malaysia yang ditangkap di perairan Jampea, Kayuadi, Kabupaten Kepulauan Selayar oleh tim gabungan pada Kamis (26/4/2018). Kapal itu membawa 2.400 karung atau sekitar 50 ton amonium nitrat yang diduga untuk bom ikan. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

“Seluruh pelaku diamankan di Polres Kepulauan Selayar untuk dilakukan proses pemeriksaan dan pengembangan. Akan dilakukan lidik lebih lanjut untuk mengungkap para pelaku, pemasok, pengedar, dan pengguna amonium nitrat bahan baku bom ikan. Pelaku akan ditindak tegas sesuai dengan Undang-undang yang berlaku untuk memberikan efek jera dan kepastian hukum yang berlaku,” tegas dia.

Lebih lengkap Syamsu menerangkan, operasi penangkapan yang dilakukan di perairan Jampea menjadi penangkapan terbesar dalam 10 tahun terakhir, dengan mengumpulkan barang bukti sebanyak 2.400 karung amonium nitrat dengan nilai sekitar Rp6 miliar. Sebelum itu, pada 2016 pernah juga dilakukan penangkapan serupa dengan barang bukti sebanyak 1.200 karung amonium nitrat.

“Selayar ini rawan kejadian pemasukan bahan peledak ikan ini. Namun alhamdulillah tahun ini kita bisa gagalkan sebelum sekarung pun bisa dijual oleh mereka,” tutur dia.

Direktur Pemantauan dan Armada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan Gunaryo mengungkapkan, sepanjang periode 2009-2017, sudah digagalkan penyelundupan sebanyak 541 ton bahan baku pembuat bom. Keberhasilan ini berkat kerja sama yang baik antara Polisi Air, TNI AL, Bakamla, PSDKP KKP, dan masyarakat sekitar.

“Pengaduan masyarakat saat ini sangat penting artinya bagi pemerintah untuk ditindaklanjuti dengan merecek dan melakukan pengawasan di lapangan,” kata Gunaryo.

baca juga : Ekowisata Banyuwangi : Mantan Pengebom Ikan itu Kini justru Menjaga Pesisir

 

Barang bukti berupa 2.400 karung atau sekitar 50 ton amonium nitrat yang diduga untuk bom ikan, di geladak kapal KLM Motor Eka Putri yang ditangkap di perairan Jampea, Kayuadi, Kabupaten Kepulauan Selayar oleh tim gabungan pada Kamis (26/4/2018). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Mengingat praktik destructive fishing di Indonesia sudah menjadi aktvitas terlarang, para pelaku biasanya akan kesulitan mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk melakukan peledakkan. Untuk itu, biasanya mereka mendatangkan pasokan langsung dari Malaysia, yakni dari Kinabalu dan Johor Bahru.

“Masuknya mereka rata-rata impor dari Malaysia. Terbagi dua, dari Johor dan Kinabalu. Titik tujuan ada paling banyak di Selayar, Makassar dan ke Bali. Seperti yang baru ditangkap Polair di Bali,” papar Susi Pudjiastuti beberapa waktu lalu.

Akan tetapi, walau sudah diketahui jaringan pemasok bahan peledak, dia tidak menyebutkan bagaimana jaringan tersebut bisa dihentikan. Yang jelas, kata dia, jaringan pemasok tersebut sangat licin dan sulit untuk dideteksi keberadaannya.

Namun demikian, menurut Susi, pihaknya bersama aparat terkait berusaha melakukan penangkapan pada para pelaku destructive fishing dengan cara memantau langsung di lokasi perairan yang menjadi target. Cara tersebut, biasa dilakukan karena sebelumnya ada laporan dari warga. Tetapi, karena modusnya sangat rapi dan tertata, walau ada info dari warga, tetap saja kesulitan untuk menangkap mereka langsung di laut.

 

Peran Masyarakat

Mengingat aktivitas destructive fishing masih sulit untuk dideteksi, Susi menghimbau kepada masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir untuk bisa menginformasikan dugaan aktivitas tersebut kepada tim Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) ataupun aparat yang ada di lokasi-masing.

“Dengan luasnya wilayah laut Indonesia, memang terdapat keterbatasan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan destructive fishing. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing,” ungkap dia.

baca : Yuk, Sama-sama Awasi Aktivitas Penangkapan Ikan yang Merusak

 

Penangkapan pengeboman ikan di Raja Ampat. Foto: Dwi Aryo/TNC

 

Selain pengawasan yang dilakukan langsung oleh masyarakat, Susi menyebutkan, untuk bisa menghentikan aktivitas destructive fishing harus juga dilakukan dengan memetakan kerawanan wilayah perairan. Menurutnya, peta rawan yang sudah ada sekarang banyak dan sudah dimiliki kepolisian.

“Dengan demikian, polisi juga diharapkan bisa bekerja lebih baik lagi karena peta kerawanan sudah dipelajari,” tandas dia.

Berkaitan dengan penggunaan bahan peledak, Susi menyebut, pihaknya tidak bisa melakukan penangkapan para pelaku di atas laut. Hal itu, karena untuk modus seperti itu yang berwenang untuk menangkapnya adalah aparat kepolisian.

“Jadi sulit sekali pelaksanaan, tidak pernah menangkap tangan orangnya tapi hanya peralatan saja. Lari ke perairan dangkal dan siap dengan kendaraan sampai darat,” jelas dia.

Berdasarkan Undang-Undang No.45/2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31/2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, atau menggunakan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

 

Exit mobile version