Mongabay.co.id

Perdagangan Satwa Menggila, Berikut Foto-foto Hasil Sitaan…

Harimau awetan yang berhasil disita, sebelum pemusnahan. Foto: Lusi Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Sebanyak delapan truk berjejer di halaman Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (30/5/18). Isinya, satwa dan tumbuhan hasil kejahatan perdagangan ilegal dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, BKSDA Jakarta dan Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Satwa-satwa awetan ini lalu dipajang dalam ruangan. Ada, cenderawasih, harimau, beruang dan banyak lagi, dengan jumlah mencapai 10.000 bagian. Rinciannya, awetan satwa 117, kerapas kura-kura 213 karung, sisik trenggiling 248 kg, kulit reptil 6.168 lembar. Lalu, bagian tubuh satwa liar, seperti 366 kepala, tanduk, kuku, bentuk topi, 14 lembar kulit harimau, macan tutul dan beruang, 66 potongan tanduk rusa dan 16 dus lain-lain.

Indra Eksploitasia, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK menyebutkan, pemusnahan barang serahan dan rampasan masyarakat ini penting untuk memberantas kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar. ”Ini juga bentuk kerja sama dengan kepolisian dan Kejaksaan Agung,” katanya.

Indonesia menempati keragaman hayati terbesar kedua setelah Brazil, rumah lebih dari 15,3% spesies tumbuhan dan satwa di dunia. Anugerah ini tak jadi berkah kalau tak bisa menjaga.  Kekayaan sumber kehati di Indonesia ini terancam dengan makin marak kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar.

Berdasarkan Pusat Penelusuran dan Analisa Transaksi Keuangan, menyebutkan,  kejahatan satwa liar lebih Rp13 triliun per tahun dan terus meningkat. Ia jadi kejahatan urutan ketiga setelah narkoba dan perdagangan manusia.

Bahkan, United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) memasukkan dalam kategori kejahatan transnasional yang terorganisasi dan kejahatan serius.

“Selama tiga tahun terakhir, tercatat 187 kasus terkait tumbuhan dan satwa liar ditangani KLHK sudah P21 (berkas lengkap-red),” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK.

 

Rasio Ridho Sani, Dirjen Gakum, berbincang dengan petugas Kejaksaan. Foto: Lusi Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

KLHK pun telah menyita 12.966 satwa dan 10.233 bagian satwa sebagai barang bukti. Kata Rasio, penegakan hukum ini jadi komitmen pemerintah dalam memerangi kejahatan satwa dan tumbuhan liar.

Ancaman keragaman hayati negeri ini juga terjadi karena fragmentasi habitat dan konflik ruang hidup manusia dan satwa.

Dia contohkan, kasus penyiksaan dan pembunuhan orangutan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, kasus perdagangan paruh bengkok di Maluku Utara, perdagangan Kukang di Cirebon. Juga, pembunuhan harimau Sumatera di Mandailing Natal, Sumatera Utara, konflik harimau Sumatera “Bonita” dengan manusia di Riau,  dan banyak lagi.

Menurut Roy, sapaan akrabnya, barang rampasan dan sitaan ini akan dibakar pada kilang pabrik semen, di Jawa Barat dengan proses thermal suhu tinggi.

”Lebih aman, karena tertutup. Kalau terbuka, kemungkinan akan berefek karena mereka mengawetkan dengan formalin dibakar akan terhisap masyarakat sekitar,” katanya.

Untuk sitaan satwa hidup, katanya, dilakukan habituasi maupun pelepasliaran, seperti kukang di Sumatera Barat, kura-kura moncong babi dan kakaktua di Papua.

 

Aplikasi baru

KLHK berupaya memberantas kejahatan tumbuhan dan satwa dilindungi dengan memperkuat sistem surveillance dan intelenjen berbasiskan teknologi informasi termasuk pemantauan perdagangan satwa ilegal secara online melalui Cyber Patrol Unit (CPU).

”Membangun sistem pemantauan kerawanan keamanan hutan atau Spartan terpadu dan terintegrasi dengan Center of Intelligence Penegakan Hukum LHK,” kata Roy.

Spartan ini akan digunakan petugas-petugas di lapangan untuk memonitor kondisi hutan. Melalui aplikasi ini, dia berharap, kondisi hutan dapat dilaporkan langsung ke KLHK dan instansi lain, hingga langkah penanganan lebih cepat.

 

Petugas memperlihatkan satwa awetan sitaan di dalam mobil box. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, modus kejahatan makin canggih, misal, memanfaatkan kemajuan teknologi seperti perdagangan satwa via online.

Roy bilang, hasil penelusuran tim CPU Ditjen Gakkum selama enam bulan terakhir mencatat indikasi jual beli melalui situs online sebanyak 532 postingan.

KLHK, katanya, meningkatkan penegakan hukum, memperkuat jaringan penegakan hukum dengan kepolisian, kejaksaan dan interpol serta peningkatan kapasitas penyidikan dan pengamanan.

“Selain penegakan hukum, kita juga penyadartahuan kepada masyarakat untuk tak berburu dan memiliki maupun memperdagangkan satwa. Juga operasi perdagangan bersama aparat penegakan hukum lain.”

Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, banyak warga masih belum tahu soal tumbuhan dan satwa dilindungi.

LIPI bersama KLHK mengedukasi masyarakat,  salah satu dengan memajang sejumlah barang sitaan kejahatan di Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia. ”Agar masyarakat tahu, binatang ini dilindungi.”

Komisaris Besar (Pol) Adi Karya Tobing, Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mengatakan, media sosial dengan akun anonim seringkali dipakai dalam perdagangan satwa liar ilegal hingga menghambat pelacakan.

”Saat ini, jual beli orang ke orang itu jarang. Yang profesional gunakan modus lebih canggih, seperti melalui media sosial.”

Bersama KLHK, polisi melakukan CPU dan pemetaan penyelidikan.

 

Gelar sitaan sebelum pemusnahan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

 

Revisi UU Konservasi

Perdagangan satwa ilegal yang marak ini dengan putusan hukum ringan tak memberikan efek jera. Salah satu penyebab, disebut-sebut sanksi hukum dalam UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, perlu diperkuat. Revisi UU sudah mendesak.

Ricardo Sitinjak, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Sumber Daya Alam Lintas Negara pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung menilai,  UU KSDAE sudah tak relevan.

”Perlu (direvisi), sangat perlu apapun alasannya. Karena (UU 5/1990) sudah tertinggal,” katanya.

Revisi antara lain soal sanksi dan denda bagi para pelaku, katanya. perlu ada angka minimal supaya terjadi efek jera.

Pimpinan Kejaksaan Agung, katanya, telah memperhatikan dan peduli terhadap pelestarian alam, seperti kejahatan tumbuhan dan satwa liar.

Sejak 2014, Kejaksaan sudah membentuk satgas. Komitmen ini,  merupakan kerjasama KLHK dan penegakan hukum lain.

Kejaksaan telah membuat regulasi soal tuntutan pidana kejahatan tumbuhan dan satwa liar.  ”Kita membuat regulasi hingga tuntutan pidana kejahatan seluruh Indonesia kita sama ratakan melalui satu corong Kejaksaan Agung, minimal pidana tiga tahun,” katanya.

Adapun regulasi ini melalui surat edaran.

Meski demikian, masih banyak Jaksa tak melaksanakan. “Kalo itu hak masing-masing. Kita sudah melakukan pendidikan terpadu kepada aparat penegak hukum, seperti Jaksa, Polisi, Kejari. Belum semua, bertahap berkeliling Sulawesi, Kalimantan, Sumatera,” katanya, seraya bilang pendidikan masih terkendala anggaran minim.

 

Gelar barang bukti di Manggala Wanabhakti, Jakarta, sebelum satwa-satwa awetan ini dimusnahkan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Enny mengatakan, hal krusial dalam draf revisi UU 5/1990 adalah terkait membolehkan swasta dan BUMN untuk mengelola langsung.

“Kami tidak mau semua pihak atau orang yang menangani dan memanfaatkan sumber daya kita dan ekosistem dengan tak berkelanjutan. Misal, pihak yang tidak selayaknya melakukan itu, ya jangan, semua harus terkoordinir,” katanya

Sampai saat ini,  sebenarnya UU KSDAE masih bisa digunakan dengan dilengkapi peraturan pemerintah.

Usulan LIPI, revisi belum memasukkan kemajuan teknologi baru dan mikroorganisme. Begitu juga, scientific biology yang sangat rawan.

“Banyak orang mengambil sekali, tinggal nyontek struktur molekul, harusnya ada PP itu.”

Roy tak mau berkomentar banyak terkait revisi UU ini. Pembahasan soal ini ada di direktorat lain. Dia hanya berharap, sanksi hukum lebih tegas dan diperberat.

Agung Kuswandono, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Kemaritiman mengatakan, terpenting saat ini adalah penegakan hukum dari aturan yang ada.

“Kesungguhan harus ditingkatkan, ini sudah mulai. Pembuatan kerangka penegakan hukum dan kerjasama lintas kementerian dan lembaga, bea cukai, karantina, perhubungan dan itu dibuat dengan baik. Tinggal action.”

 

Foto utama: Harimau sitaan sebelum pemusnahan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

Harimau awetan hasil sitaan sebelum pemusnahan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version