Mongabay.co.id

2 Tahun Berlalu, Kasus Hilangnya Satu Kontainer Siput Hijau Masih Samar

Kasus hilangnya barang bukti sitaan satu kontainer siput hijau yang ditangani Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), pada 15 November 2015 silam, mendapat tanggapan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.

Siti kepada Mongabay menyatakan, perdagangan satwa liar merupakan kejahatan terbesar kedua setelah narkotik dan bahan adiktif berbahaya. Jajaran KLHK paham dan tidak ada kompromi untuk segala kasus kejahatan lingkungan, sehingga semua unit konservasi dan penegak hukum akan mengambil langkah sesuai aturan hukum.

“Di pemerintah tidak sulit, bila ada masalah di bawah akan diperiksa oleh lapisan atas. Nanti saya lihat dan akan ada pemeriksaan untuk ini,” tegas Siti Nurbaya, di Lapangan Merdeka Medan, usai peringatan Hari Bumi, akhir April lalu.

Hotmauli Sianturi, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) saat dikonfirmasi menyatakan, tidak pernah mendengar kasus tersebut. Terlebih, kejadian mencuat ketika ia belum menjabat kepala balai.

Hotmauli melalui telepon menghubungi   Joko Iswanto, yang saat pembongkaran satu ton siput hijau milik milik CV. Mandiri Sukses tersebut menjabat Kepala Seksi Perlindungan Pengawetan dan Perpetaan (Kasi P3) BBKSDA Sumut. Sekarang dia menjabat Kepala Bidang Tata Usaha di Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).   Dalam keterangannya, Joko menyatakan barang bukti sudah dikembalikan ke pemiliknya, dan menyarankan agar mengurus izin ke BBKSDA Sumut.

Baca: Proses Hukum Tak Jelas, Satu Kontainer Siput Hijau Sitaan Malah Kembali ke Pemilik, Kok Bisa?

 

Pihak Karantina, Bea Cukai, dan BBKSDA Sumut menunjukkan barang bukti siput hijau dan biota laut yang disitan November 2015 lalu. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Hotmauli menyatakan akan berkoordinasi dengan Bea dan Cukai Belawan untuk membahas soal ini, karena undang-undang bersifat universal. Lebih lanjut, akan ditentukan undang-undang yang tepat untuk menjerat pelaku.

“Saya tidak tahu persoalan hilangnya satu ton siput hijau   yang akan diselundupkan ke Thailand. Kami akan koordinasi dengan Bea dan Cukai yang membongkar kasus ini untuk penyelidikan lebih lanjut, ” ungkapnya.

Joni Agustinus Pasaribu, Kepala Resort BKSDA Belawan, ketika dikonfirmasi Senin (30/4/18), enggan memberikan penjelasan panjang. Dia menyatakan, saat kejadian tersebut tugasnya di Barumun, kemudian ditarik ke kantor BBKSDA Sumut, lalu kembali ke Belawan sebagai kepala resort hingga saat ini.

“Saya tidak mengetahui masalah ini,” jelasnya.

Baca: Bea Cukai Belawan Gagalkan Penyelundupan Satu Kontainer Siput Hijau 

 

Siput hijau sitaan Bea dan Cuka Belawan ini Dilimpahkan ke BBKSDA Sumut dan kini masih diselidiki keberadaannya. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Janggal

Surjadi Anhar, Investigator Pesisir Forum Investigator Zoo Indonesia mengatakan, ada kejanggalan terkait barang bukti itu. Saat Bea dan Cukai Belawan menemukan ada pelanggaran pidana, mereka melimpahkan kasusnya ke penyidik PPNS BBKSDA Sumut. Karena sesuai aturan, perusahaan yang coba menyelundupkan satu kontainer ini tidak melanggar kepabeanan.

Joko Iswanto, yang saat itu menjabat Kasi P3 BBKSDA Sumut juga menyatakan kalau siput hijau satwa dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan. Apalagi sampai diselundupkan ke luar negeri. Ini dikuatkan hasil identifikasi dan uji laboratorium LIPI yang menyebutkan barang yang disidik BBKSDA Sumut adalah satwa dilindungi. Anehnya, BBKSDA Sumut malah menyerahkannya kembali ke pemilik barang, bukan diproses hukum.

Ini bertentangan. Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.26/MENLHKSETJEN/KUM.1/4/2017 tentang penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan dan kehutanan, Bab I Pasal 1 point 3 disebutkan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan adalah segala benda yang patut diduga terkait dengan suatu tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan. Baik ditemukan di tempat kejadian perkara maupun di tempat lain.

 

Satu kontainer siput hijau ini sudah tak terdeteksi lagi keberadaannya. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Surjadi menambahkan, dalam BAB III pasal 7 disebutkan penanganan barang bukti dilakukan dengan cara identifikasi, pengamanan, pengangkutan, penyimpanan, pengujian laboratorium, perawatan atau pemeliharaan, penitipan, titip rawat, pelelangan, peruntukan, dan/atau pemusnahan, serta pelepasliaran.

“Ini menjadi pertanyaan, mengapa barang bukti bisa lenyap tak berbekas? Ada pelanggaran,” ujarnya, baru-baru ini.

Dalam berkas nomor 5.4038/BBKSDASU-2/2016 disebutkan, BBKSDA Sumut akan mengidentifikasi dan menginventarisasi asal siput hijau. Dalam surat itu juga dituliskan perusahaan diwajibkan mengurus legalitas perizinan sebagai pengedar atau pedagang satwa liar siput hijau yang dilindungi undang-undang di KLHK.

Surjadi juga menjelaskan, dalam   surat nomor 4242/WBC/.02/KPP.MP.01/2015, Dirjen Bea dan Cukai Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan, telah melimpahkan perkara dan barang bukti siput hijau ke BBKSDA Sumut.

Surat itu diterima dan ditandatangi oleh Hendra Ginting dan disaksikan oleh   Joni Agustinus Pasaribu, Kepala Resort BKSDA Belawan. Keduanya adalah polhut/PPNS di BBKSDA Sumut.

“Kasus ini harus diurutkan lagi sedari awal, agar jelas,” ujarnya.

 

 

Investigasi dan pengumpulan berkas yang dilakukan Forum Investigator Zoo menunjukkan, dalam dokumen statistik BBKSDA Sumut 2015 hingga 2016, tidak ada laporan penanganan kasus ini.

“Kasus sudah dua tahun berjalan, terabaikan begitu saja. Menteri Siti Nurbaya diharapkan bisa menyelesaikannya dengan melakukan pemeriksaan internal,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version