Mongabay.co.id

Incaran Perdagangan, Kura-kura Moncong Babi Terus Terancam

Kura-kura moncong babi dari Papua, yang berhasil disita kala mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Sekitar 2.800 satwa dilindungi ini dibawa dari Jayapura menggunakan maskapai Garuda Indonesia. Foto: Humas Kemenhut

Pada Januari lalu, ribuan anak (tukik) kura-kura moncong  babi asal Kabupaten Asmat, Papua, ditemukan dari dalam dua buah koper besar bewarna coklat dan hitam hendak diselundupkan melalui Bandara Mopah, Merauke.

Awalnya, petugas mencurigai dua koper di ruang tunggu diletakkan oleh pelaku. Petugas memanggil berkali-kali melalui pengeras suara, tetapi tak muncul. Pelaku meletakkan begitu saja di lantai. Petugas memeriksa dengan x-ray,  isi salah satu koper ada moncong babi selundupan ini.

Baca juga: Berkedok Ekspor Ikan Hias, Penyelundupan Ribaun Kura-kura Moncong Babi Digagalkan

Kala itu, Jarot, dari Karatina Ikan Merauke mengatakan, satwa ini langka di Indonesia. “Kita amankan saja di bak dan diberi makan kangkung,” katanya.

Sitaan petugas atas upaya penyelundupan kura-kura moncong baki bukan kali pertama. Satwa ini tampaknya jadi salah satu target buruan andalan. Pada 2016, pernah lepas liar 1.400 tukik hasil sitaan.

Ronald Tethool, Koordinator Selatan Papua WWF Indonesia Kantor Merauke  mengemukakan, spesies ini amat langka di Indonesia dan termasuk kura-kura air tawar dengan habitat antara lain di Asmat dan Mappi.

Tethool juga bilang, beberapa sungai besar seperti Sungai Fai di Distrik Pulau Tiga atau Taman Nasional Lorenz di Timika, berbatasan dengan Asmat juga ‘rumah’ bagi satwa dengan moncong mirip babi ini.

Penduduk biasa memperjual belikan satwa ini dengan harga mahal dan gunakan jalur tikus.

”Ada pedagang kelontongan berjualan hingga pedalaman ke distrik itu. Banyak jalur keluar masuk kapal kecil dari daerah lain ke Asmat hingga diperdagangkan ilegal.”

 

Anak kura-kura moncong babi yang berhasil diamankan dari bandara di Merauke. Foto: Agapitus Batbual/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, BKSDA perlu memperketat pengawasan karena permintaan satwa makin besar. Kura-kura ini, katanya,  bukan hanya laku daging juga cangkang untuk pemenuhan pasar luar seperti Tiongkok, Singapura, Malaysia dan Hongkong.

Jackson Umbora WWF Indonesia Kantor Asmat menyayangkan, satwa ini mau perjualbelikan walaupun berupa telur yang ditetaskan.

Dia menduga, asal kura-kura ini dari Frinscap. Di situ, katanya, ada rawa bernama Baki. Kawasan ini banyak gaharu, anggrek sampai buaya juga kura-kura moncong babi.

Masyarakat memanfaatkan hewan ini untuk konsumsi lokal setiap hari.  Namun, katanya, banyak juga orang luar yang membeli kura-kura dari warga untuk diperjualbelikan. Satu telur kura-kura Rp15.000.

Populasi satwa ini pun terancam. “Memang mereka memburunya sudah tingkat parah karena permintaan tinggi dari luar Asmat,” katanya.

Dia bilang, pedagang terus mengambil telur dari masyarakat lalu dibawa keluar Asmat untuk ditetaskan menjadi tukik.

WWF mendorong Frinscap  dan jalur kali kecil ke Rawa Baki jadi kawasan lindung. Rawa Baki seluas 120.000 hektar, terletak di tiga Distrik,  yaitu Distrik Akat, Kolf Brassa dan Distrik Suru-suru.

Sebelum ini, katanya ada upaya Pemerintah Asmat mengatur kuota pengambilan kura-kura ini atas usulan BKSDA. Namun, Rubend Arrd dari BKSDA Seksi Asmat mengatakan, satwa yang senang hidup di kali tawar dan ada pasang surut ini tetap satwa dilindungi dan tak boleh diperjualbelikan. Satwa ini hanya bisa untuk konsumsi masyarakat lokal.

BKSDA, katanya, terus memperkuat pengawasan tetapi masih saja ada pintu-pintu keluar seperti dari Merauke, Yahukimo, dan Timika.

Asmat, katanya, sangat luas hingga harus punya kendaraan air lagi. “Tenaga tak masalah, enam orang sudah cukup tetapi alat angkut tak ada di Asmat,” katanya seraya bilang, speedboat mereka sudah rusak.

 

Foto: tukik moncong babi yang berhasil diamankan petugas beberapa tahun lalu. Foto: BKSDA

Ruben Ard, dari BKSDA Seksi Agats. Foto: Agapitus Batbua;/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version