Mongabay.co.id

Protes Warga Padang Birau, Pengangkutan Batubara Setop Sementara

Jalan tambang kala pemblokiran oleh warga. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Puluhan warga RT09, Dusun Padang Birau, Kelurahan Gunung Kembang, Kecamatan Sarolangun,  Jambi, memblokir jalan pengangkutan batubara milik PT Caritas Energi Indonesia (CEI) dan PT Metalic Baru Sinergi (MBS). Warga kesal aktivitas alat berat di jalan tambang munculkan beragam masalah dari bunyi bising, getaran sampai pencemaran udara sekitar.

Dari perusahaan di Jakarta, juga mengeluarkan surat berisi penyetopan sementara aktivitas di jalan tambang termasuk pengangkutan dan di lokasi penimbunan batubara.

Baca juga: Pencemaran Air, Udara  dan Masalah Lain Muncul Setalah Tambang Batubara Masuk Padang Birau

Kamis (3/5/18), aktivitas perusahaan di jalan hauling (tambang) berhenti. Warga membentang tali sekitar 10 meter menutup jalan. Beberapa kertas karton bertuliskan “Terjajah di Dusun Dewek,” “tutup aktivitas jalan” ada juga “Caritas, MBS minum susu anak kami makan debu,” menggantung di atas tali.

Spanduk sepanjang tiga meter bertulis “PT Caritas, MBS, dan KBB harus bertanggung jawab atas kerusakan, gangguan, & pencemaran terhadap warga yang terkena dampak” terbentang di sisi jalan.

Kekesalan warga terpicu dari ingkar janji perusahaan. Wawan koordinator aksi mengatakan, saat pertemuan dengan warga pada 22 Maret, perusahaan telah sepakat dan berjanji menyelesaikan permasalahan dengan warga pada 21 April. Hingga Kamis, 3 Mei,  tak ada satupun perwakilan perusahaan menemui warga.

Penutupan jalan tak sampai dua jam. Setelah ada negoisasi antara warga dengan CEI, pukul 17.00 sore jalan kembali dibuka, namun pengangkutan batubara tetap berhenti.

Kamis pagi sebelumnya, warga dengan perusahaan bertemu difasilitasi Polres Sarolangun. Pertemuan digelar pukul 09.00 pagi dihadiri 17 orang dari berbagai perwakilan, warga, CEI, MBS, Polres, Pemerintah Sorolangun (Kesbangpol), staf ahli, Lurah Gunung Kembang, hingga perwakilan Kejari Sarolangun.

Pertemuan ini menyepakati tiga poin. Pertama, akan ada sosialisasi draf memorandum of agreement (MoA) pada Jumat (4/5/18) pukul 07.00 malam di Aula Pondok Pesantren Ramattul Umah, Kelurahan Gunung Kembang.

Kedua, perusahaan akan menghentikan sementara aktivitas pengangkutan batubara keluar dari stockpile, mulai Jumat (4/5/18), sampai batas waktu tak ditentukan.

Ketiga, Bobby Manurung, Koordinator HRD PT Karya Bumi Baratama (KBB),  selaku pemegang konsesi meminta maaf melalui media cetak dan elektronik pada warga masyarakat RT 09, 10, 12, Kelurahan Gunung Kembang, yang terkena dampak langsung.

 

Warga blokir halan tambang batubara. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Surat perusahaan soal setop operasi

Wawan Susanto, koordinator warga Padang Birau, mengatakan, penutupan operasi pengangkutan batubara muncul dari perusahaan sendiri, bukan atas paksaan warga.

Dia menunjukkan surat bernomor 024/OUT/BOD/CEI/V/2018, perihal pengumuman setop hauling, ditujukan pada Aris Winarso, Project Manager CEI.

Surat itu keluar dari CEI, berkantor di Jl Raya Pasar Minggu Kav 16 Floor 12 unit A, Pancoran, Jakarta Selatan, pada 2 Mei 2018, dan ditandatangani Robertus Jefry N, Direktur Operasional.

Isi surat menindaklanjuti permasalahan di seluruh area stockpile dan jalan hauling di Tanjung Rambai,  yang belum selesai. Direksi meminta aktivitas hauling batubara pada stockpile Tanjung Rambai ditutup mulai 4 Mei 2018, sampai batas waktu tidak ditentukan, sambil menunggu situasi aman.

Keputusan ini untuk menjaga citra perusahaan yang menjadi kurang baik karena warga melakukan penutupan membawa media sampai beberapa kali.

Selanjutnya, dengan aktivitas hauling berhenti, karyawan yang bekerja di stockpile mulai checker, dumpman dan trafficman dirumahkan sampai batas waktu belum ditentukan, sekuriti tetap bekerja.

Wawan menilai, penghentian operasi hauling justru menguntungkan warga Padang Birau,  yang selama ini terkena dampak langsung. Selama ini,  perusahaan hanya janji-janji belaka, dan tak bisa komitmen pada kesepakatan yang dibuat.

“Kalau perusahaan melanggar isi kesepakatan, kami siap konflik,” katanya.

Mulai delapan bulan silam, katanya, warga Padang Birau, menyampaikan penolakan pembangunan jalan tambang di sekitar pemukiman warga. “Jika jalan ini tetap dibangun, akan jadi konflik sosial berkepanjangan.”

Sampai awal Mei kemarin, belum pernah warga sekitar tambang menandatangani surat persetujuan tentang pembangunan jalan tambang batubara. “Kami, (sampai) hari ini (3/5/18) belum pernah tanda tangan, menandatangani kesepakatan bahwasanya jalan ini bisa dibangun. Satupun warga yang terkena dampak terutama belum menyepakati jalan ini dibangun,” katanya.

Saya mencoba menghubungi Aris Winarso, saya juga mengirimkan pesan untuk wawancara soal penutupan aktivitas hauling batubara. Aris tak bersedia.

Waalaikumusalam wr wb, terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf sebelumnya, berhubung saya tak mempunyai kewenangan untuk menyampaikan sesuai keterangan yang Bapak harapkan dan saya posisi offsite, ” balasan Aris pada pesan yang saya kirim.

Saya menanyakan, pada siapa saya bisa minta keterangan. Dia belum membalas.

 

Truk pengangkut batubara memasuki jalan tambang PT CEI. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Sosialisasi kesepakatan

Jumat (4/5/18),  pertemuan berlangsung di Pondok Pesantren Rahmatul Ummah, di Kelurahan Gung Kembang, Kecamatan Sarolangun, Sarolangun. Lebih 50 orang, mulai warga, perangkat kelurahan, anggota Polres Sarolangun, dan perusahaan. Boby Manurung, Koordinator KBB, datang mewakili perusahaan.

Agenda pertemuan Jumat malam itu adalah sosialisasi draf MoA. Menurut Wawan, sempat terjadi perdebatan cukup panjang antara warga dengan perusahaan mengenai isi nota kesepakatan.

Isi MoA mengatur masalah keuntungan warga, ganti rugi, dampak pencemaran, sampai dengan apa keuntungan bagi perusahaan. Pada Bab I, Pasal 1, berisi hal menguntungkan warga.

Pada  ayat (1), poin (a) disebutkan, ada pungutan dari aktivitas coal hauling, untuk truk PS harus membayar Rp15.000 dan truk tronton Rp30.000. “Dana itu nanti akan dikelola kelurahan,” kata Wawan.

Selanjutnya, CEI/MBS akan memberikan bantuan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (PPM) dalam bentuk sumbangan Rp20 juta pertahun dan dalam program kerja terukur Rp60 juta pertahun. Perusahaan juga akan membuka peluang usaha bagi warga dengan pola kemitraan. Perusahaan juga akan merekrut pekerja dari warga.

Soal kerugian warga karena kerusakan, katanya, akan ada penggantian dari perusahaan berdasarkan peraturan Bupati No.032 tahun 2016 tentang penetapan harga dasar ganti rugi tanam tumbuh akibat  kegiatan pembangunan maupun kegiatan lain. Kerusakan rumah warga dan masjid akan dihitung oleh dinas terkait, dan akan dibayarkan sesuai estimasi sebelum penandatanganan MoA.

Untuk gangguan karena debu angkutan batubara, perusahaan akan melakukan penyiraman, mulai dari stockpile hingga jalan lintas. Juga mengatur jadwal operasi alat berat yang dituding sebagai sumber getaran dan kebisingan. Perusahaan juga akan memfasilitasi pengobatan warga sekitar jalan tambang yang sakit melalui fasilitas kesehatan.

Untuk mencegah pencemaran sumber air di Sungai Indung, perusahaan akan memastikan fungsi settling pond bekerja dengan baik, dan memantau kualitas air pada kolam pengendapan stockpile.

MoA juga mengatur soal keuntungan bagi perusahaan. CEI mendapatkan kenyamanan dalam melakukan operasional stockpile dan jalan coal hauling di Kelurahan Gunung Kembang. Warga Kelurahan Gunung Kembang bersedia musyawarah untuk mufakat yang diwakili lurah, apabila terjadi permasalahan yang timbul dari gangguan di luar perusahaan.

Warga bersama perusahaan mempunyai semangat sama, menciptakan kondisi lingkungan yang bebas dari perjudian, narkoba, miras, prostitusi, pencurian, dan pemalakan.

Ujung sosialisasi draf MoA, juga disepakati tiga hal, pertama, akan pengecekan ulang keretakan rumah warga yang terkena dampak langsung dan akan diberikan ganti rugi sebelum penandatanganan MoA.

Kedua, panandatanganan draf MoA dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Ketiga, perusahaan masih menghentikan coal hauling sampai ditandatangani draf MoA.

Draf yang dibahas hingga pukul 01.00 diri hari itu sampai sekarang belum ditandatangani. Belum tahu kapan akan ditandatangani.

Saat ini, kata Wawan,  isi nota kesepakatan itu masih dikaji oleh direksi perusahaan, belum ada kabar akan disetujui atau perlu perubahan.

“Kalau belum ditandatangani, selama itu aktivitas angkutan batubara harus berhenti. Sekarang ini sudah lima hari, warga merasa tenang, kenyamanan yang dulu itu kembali lagi,” katanya.

 

Foto utama: Jalan tambang kala pemblokiran oleh warga. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

Parit stockpile batubara yang dipenuhi batubara ini mengaliir ke kolam penyaringan, seterusnya ke Sungai Indung. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version