Mongabay.co.id

Pertambangan Emas Identik Merkuri, Begini Kondisinya di Kalimantan Barat

Adiyani, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kalimantan Barat, masygul. Wacana daerah kabupaten/kota untuk menjadikan penambangan emas tanpa izin (PETI) diubah konsep menjadi pertambangan rakyat agaknya tidak dipahami sepenuhnya oleh banyak pihak. “Sudah jelas, nantinya tidak lagi diperbolehkan menggunakan merkuri,” ujarnya.

Artinya, pemerintah tetap akan memutus mata rantai peredaran merkuri di Kalbar. Jika peraturan Presiden diterbitkan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat harus membuat aturan turunan larangan penggunaan merkuri dalam penambangan emas.

Masalah lain adalah status kepemilikan tanah. “Saat ini, beberapa lahan pertambangan dimiliki perorangan. Hal ini juga harus dibenahi terlebih dahulu,” kata Adiyani. Dalam UU Minerba, izin usaha pertambangan baru bisa dikeluarkan setelah masalah hak atas tanahnya selesai. Sesuai dengan perundangan pula, lahan harusnya berstatus milik negara.

Walau jenis usaha penambangan rakyat, beberapa persyaratan terkait kajian dampak lingkungan pun harus tetap dipenuhi. Konsep wilayah pertambangan rakyat (WPR) tetap berkewajiban melakukan perbaikan lingkungan setelah eksploitasi dilakukan. Adiyani menambahkan, saat ini pemerintah pusat sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) sebagai bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri).

Di Kalimantan Barat, merkuri masih dipakai untuk proses pemurnian emas hasil tambang rakyat. Dari hasil operasi kewilayahan dengan sandi ‘PETI Kapuas 2018’ oleh jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, menetapkan 230 orang sebagai tersangka dari 96 kasus di seluruh Kalbar. Hasil penyidikan dari kasus-kasus PETI tersebut, setiap hari para penambang memeroleh lima hingga enam gram emas. Jika dikalikan dengan jumlah penambang yang saat ini menjadi tersangka, setiap harinya didapat 1.150 gram emas.

Baca: Wilayah Pertambangan Rakyat Digadang Jalan Keluar PETI, Nyatanya?

 

Tambang emas ilegal yang bermunculan di Aceh juga hingga kini belum tertangani dengan baik. Foto: Boyhaqie/Mongabay Indonesia

 

Polisi melansir, setiap gram emas ini dihargai Rp380 ribu. Artinya, peredaran uang di daerah tambang sekitar Rp437 juta. Jumlah ini tentunya hanya fenomena gunung es. Keterangan para tersangka jarang menyebut angka sebenarnya, diyakini lebih besar lagi. Semua merkuri yang digunakan untuk mengikat emas, sudah dipastikan ilegal. Data Dinas Perdagangan dan Industri Kalimantan Barat, PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia adalah satu-satunya importir sah merkuri.

Keberadaan merkuri di Kalimantan Barat (Kalbar), diduga kuat masuk dari jalur darat dan air. Letak geografis Kalbar yang berbatasan darat dan laut dengan Malaysia, menjadikan banyaknya pintu masuk tak resmi di sepanjang perbatasan. Merkuri dikemas dalam bentuk tabung-tabung, yang kemudian diecer kembali oleh pemasoknya. 2007 lalu, Polda Kalbar berhasil menggulung sindikat internasional pemasok merkuri.

Dari penangkapan, diamankan 285,8 kilogram merkuri ilegal dari tiga tersangka. Transaksi jual beli dilakukan di warung-warung kopi. Penangkapan tiga pelaku, merujuk pada dua pemasok besar dari dua gudang berbeda. Kini, lebih dari 10 tahun, tidak banyak yang berubah dalam modus operandi para pemasok. Namun, pihak kepolisian masih mendalami fakta-fakta ini.

“Kita membuka diri untuk informasi dari masyarakat luas. Satuan Tugas penanganan PETI di Kalbar juga akan memutus peredaran merkuri dengan mengusut para cukongnya,” kata Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Polisi Didi Haryono. Didi belum setahun bertugas di Kalbar, menjabat Kapolda pada Desember 2017. Namun, dia putra asli Kalbar, maka tekadnya memberantas PETI bulat.

Baca juga: Kisruh Tambang Emas Rakyat Tak Berujung di Kalimantan Barat

 

Para pekerja tambang di Cisitu, Banten, sedang memisahkan mineral yang diduga mengandung emas. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Kegiatan penambangan liar, sejak 30 tahun lalu juga tidak banyak berubah. Mongabay menemui seorang pelaku usaha penambangan. Pria awal 40-an ini dulu pernah menawarkan usaha jasa penentuan titik penambangan emas. Mustafa warga Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang ini, melihat peluang usaha penambangan emas di tempatnya. Dia menawarkan metode ilmah, bermodal alat pendeteksi logam, dia membuka jasa mencarian titik tambang. Alatnya sederhana, semodel metal detektor yang digunakan petugas keamaan belakangan ini. “Saya juga dapat informasi ini dari rekan-rekan di Jawa,” ujarnya. Usaha itu telah lama ditinggalkannya. Pasalnya, para penambang lebih memilih cara konvensional, mencari titik sendiri.

Mustafa melihat sendiri, bagaimana proses penambangan emas di lokasi PETI. “Penambang menggunakan semprotan air tekanan tinggi, dari sungai terdekat,” katanya. Airnya disedot dari dompeng, rangkaian mesin dalam kegiatan penambangan. Air dipompa mesin lalu disemprotkan ke pasir, kemudian ada mesin yang menyedot pasir dan tanah yang bercampur air. Lalu, hasil sedotan disaring. Rata-rata para penambang menggunakan keset dari sabut kelapa atau karpet untuk memisahkan tanah, pasir, dan air.

Hasil saringan kemudian didulang para penambang. Kebanyakan, dilakukan manual. Dari sini mereka mendapatkan emas. Emas yang bercampur pasir dimasukkan ke dalam saringan kain. Paling gampang menggunakan kaus kaki bekas. Lalu diteteskan beberapa gram merkuri, kemudian diperas. Merkuri jatuh ke wadah penampungan di bawahnya. Cairan ini digunakan berulang kali. Emas langsung terpisah dengan pasir.

Di lokasi penambangan, merkuri disebut dengan beberapa kata sandi. Di Ketapang disebut ‘cuka putih’. Di tempat lain di sebut ‘air putih’. Merkuri oplosan tak hanya berbentuk botol. Tetapi juga dijual dalam kemasan plastik es. “Merkuri itu dipakai berulang kali, karena harganya cukup mahal. Kisaran Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per bungkus plastik.

 

Emas, logam yang diburu oleh para penambang emas. Untuk memurnikan emas diperlukan merkuri, berfungsi melepas emas dari mineral lain. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Tambang tanpa merkuri

Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalimantan Barat sebenarnya telah memberikan pandangan menambang emas tanpa merkuri. “Tahun 2015, sudah kita gelar workshop untuk pertambangan tanpa merkuri,” ujar Adiyani. Dia bilang, kepala daerah di kabupaten/kota sebenarnya punya peran penting mempelopori penambangan tanpa merkuri.

Salah satu pembicara workshop adalah Pure Earth Blacksmith Institute. Sebuah lembaga nirlaba yang memiliki misi mengidentifikasi dan membersihkan lahan tercemar di dunia ketiga ketika konsentrasi racun berdampak buruk pada kesehatan manusia. “Daerah harus punya rencana aksi yang merupakan turunan dari nasional,” ujar Budi Susilorini, Direktur Pure Earth saat itu.

Pemerintah harus melakukan penyadartahuan penggunaan merkuri dan dampaknya pada lingkungan dan kesehatan. Terlebih pertambangan emas skala kecil, menurut United Nations Environment Programme (UNEP) telah menggunakan merkuri sekitar 1.400 ton, yang kemudian dilepas ke lingkungan.

UNEP (2013) mengidentifikasi sektor pertambangan emas skala kecil (PESK) sebagai penyumbang utama emisi merkuri sebesar 37 persen. Di bawahnya ada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara sekitar 24 persen

Kania Dewi dan Yuyun Ismawati dari BaliFokus (2012) mengidentifikasi sekitar 195 ton merkuri dilepas ke lingkungan di Indonesia. Jumlah tersebut merupakan 20 persen lepasan merkuri global. Dari jumlah ini, sekitar 57,5 persen merkuri dilepas ke udara, 15,5 persen ke air, dan 14 persen ke tanah/sedimen.

 

Peta Usulan Draft Wilayah Pertambangan Kalimantan Barat. Sumber: Dinas ESDM Kalimantan Barat

 

Bahaya mengancam

Rata-rata air sungai di Kalbar mengandung merkuri di atas ambang batas kesehatan. Merkuri juga tidak hanya mencemari sungai Kapuas, sebagai salah satu pemasok air bersih untuk perusahaan air minum daerah Kota Pontianak, tetapi juga ditemukan pada satwa air.

“Kita menguji di masyarakat, merkuri ditemukan di kuku dan rambut masyarakat,” tukas Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat, Andy Jap. Dampak jangka pendek, warga dapat terkena ganguan pencernaan dan penyakit kulit. Sedangkan dampak jangka panjang, merkuri merusak ginjal manusia. “Kita apresiasi langkah Polda Kalbar memberantas PETI. Masyarakat harus sadar, uang yang dihasilkan tidak sepadan dengan kerusakaan organ dalam akibat terpapar merkuri,” katanya.

Sifat merkuri yang sulit terurai menyebabkan keberadaannya akan ada di alam hingga 50 tahun ke depan, bahkan lebih. “Pencemaran merkuri terhadap ekologi bersifat jangka panjang. Meliputi kerusakan struktur komunitas, gen, jaringan makanan, tingkah laku dan fisiologi hewan air,” tambahnya. Bahkan, dalam konsentrasi yang rendah pun jika terpapar di dalam tubuh menimbulkan gangguan kesehatan yang serius.

Merkuri organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki plasenta dan merusak janin pada wanita hamil, sehingga mengakibatkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak, hingga kerusakan otak. Untuk itu, Andy sangat mendukung langkah Polda Kalbar dalam menindak PETI demi masa depan Kalimantan Barat.

 

 

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Barat, Ansfridus J. Andjioe, mengatakan, kegiatan penambangan emas tanpa izin pun membawa kerugian pada negara. “Negara tidak dapat pemasukan, karena pastinya tidak bayar pajak.”

Sambil menunggu aturan pusat, Kalimantan Barat bertekad memerangi penambangan emas liar. “Bahkan, kita akan libatkan TNI,” ujar Kapolda lagi. Di pusat, pemerintah menyusun rencana aksi yang mencakup empat bidang prioritas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam siaran persnya, 7 Mei 2018, menyatakan, empat bidang prioritas itu adalah pertambangan emas skala kecil, manufaktur, energi, dan kesehatan.

“Dalam mengatasi masalah pengelolaan merkuri di Indonesia, perlu strategi menyeluruh, berdasarkan IPTEK berbasis biji yang multidisipliner dan integratif, kelembagaan yang efektif dan partisipasi masyarakat,” ungkap Herman Hermawan, Kepala P3KLL.

Pemerintah berencana membentuk forum atau komisi penelitian dan pemantauan merkuri yang bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. Tujuannya, mengurangi dan menghapuskan produksi, peredaran, dan penggunaan merkuri dalam mendukung program Indonesia bebas merkuri 2030.

 

 

Exit mobile version