Mongabay.co.id

BKSDA Bali Tangkap Pemilik Satwa Langka di Bali. Kenapa?

Dengan tali penjinak masih terikat di bagian atas tubuhnya, lutung jawa (Trachypithecus auratus) itu terus meloncat-loncat di dalam kandang berukuran 1×0,5 meter. Anak lutung berumur kurang dari setahun itu makin agresif, meloncat dan berputar-putar, ketika ada orang mendekat.

Begitu pengunjung menjauh, lutung berwarna hitam itu lalu memakan sayuran hijau dan kacang buncis di dalam kandang. Kepala dan matanya tetap menunjukkan sikap gelisah.

Di sebelahnya, di dalam kandang berukuran sama, seekor kijang (Muntiacus muntjak), berperilaku lebih kalem. Meskipun terlihat gelisah, dia masih mau memakan wortel di kandangnya. Hanya sesekali dia beringsut saat ada orang mendekatinya. Setelah itu dia kembali melahap makanannya.

Rabu (23/5) siang itu, lutung jawa dan kijang tersebut berada di klinik perawatan satwa milik taman satwa Bali Zoo. Keduanya masih menjalani pemeriksaan oleh dokter hewan di taman satwa berjarak sekitar 15 km dari Denpasar itu.

baca : Heboh Foto Luna Maya dan Orangutan, Begini Sebenarnya Aturan Penggunaan Satwa Dilindungi

 

Lutung jawa yang disita BKSDA dari pemilik tanpa izin di Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Lutung jawa dan kijang itu termasuk dua dari lima ekor satwa langka yang disita Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sehari sebelumnya. Bersama petugas Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali, BKSDA Bali menyita lutung jawa dan kijang itu bersama seekor kucing hutan (Felis bengalensis) dan dua ekor landak (Hystrix brachyura).

Petugas mengamankannya dari tersangka IWPM di Bukit Lemped, Kelurahan Padang Kerta, Kecamatan Karangasem, Bali. Desa ini berjarak sekitar 80 km di timur Denpasar. Lokasinya berupa sebuah tempat wisata Rumah Pohon di atas bukit dengan pemandangan laut dan gunung. Pengelolanya menjadikan satwa-satwa dilindungi itu sebagai tambahan daya tarik tetapi tidak dilengkapi sarana memadai.

Fathur Rahman, Kepala Urusan Lembaga Konservasi BKSDA Bali mengatakan, petugas menyita lima ekor satwa tersebut berdasarkan laporan dari warga. Setelah ke lapangan, petugas menemukan satwa-satwa dilindungi itu memang tidak diperlakukan sebagaimana layaknya.

“Contoh paling jelas adalah lutung jawa yang dirantai di leher,” kata Fathur.

Perlakuan tidak layak lainnya adalah antara satu jenis dengan jenis lainnya dicampur di satu tempat. Contohnya, kijang dicampur dengan kelinci. “Padahal menurut aturan konservasi, satu jenis satwa tidak boleh dicampur dengan jenis satwa lain di satu tempat,” ujarnya.

baca : Melihat Penangkaran Jalak Bali di TNBB Bali. Begini Ceritanya

 

Anakan kijang yang disita BKSDA dari pemilik tanpa izin di Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Selain itu, Fathur menambahkan, pengelola juga tidak bisa menjelaskan asal usul satwa tersebut. Pemilik satwa mengaku mendapatkan satwa-satwa itu dari sekitar lokasi dan membeli dari warga desanya. Namun, saat diminta bukti surat pembelian, pemilik itu tak bisa menunjukkan.

Status lima ekor satwa itu masuk Apendiks II atau dilindungi. Salah satunya, lutung jawa, merupakan satwa endemik Jawa dan Bali. Karena itu, menurut Fathur, pemiliknya bisa dijerat dengan Undang-Undang (UU) No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku bisa terancam hukuman penjara lima tahun atau denda Rp100 juta.

“Saat ini kami masih mendalami peran pemiliknya,” kata Fathur.

 

Dititipkan Sementara

Bersama petugas Ditreskrim Polda Bali, BKSDA Bali kemudian membawa satwa-satwa dilindungi itu ke Bali Zoo, salah satu lembaga konservasi satwa di Bali. Kebun binatang di Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini termasuk salah satu taman satwa populer di Bali. Mereka menerima kunjungan turis domestik dan asing di taman satwa seluas 3,5 hektar ini.

Fathur mengatakan penitipan lima satwa itu di Bali Zoo itu sesuai dengan peraturan. Ada empat pilihan untuk satwa sitaan yaitu dilepasliarkan di alam bebas, dititipkan di lembaga konservasi, dijadikan sebagai indukan, atau dibinasakan. “Kalau langsung dilepasliarkan jelas tidak mungkin karena kita perlu cek kesehatan serta bagaimana habitat dan kondisi daya dukung lokasinya,” ujar Fathur.

Pilihan dibinasakan (eutanasia), lanjut Fathur, diambil hanya jika satwa-satwa tersebut memiliki penyakit yang bisa menular ke satwa lain atau ke manusia. “Daripada mereka menularkan penyakit, tentu lebih baik dibinasakan, tetapi untuk itu harus dilakukan pemeriksaan dulu bagaimana kesehatan satwa-satwa tersebut,” ujarnya.

baca : Mengagumi Kupu-kupu Barong, Raksasa Cantik Endemik Bali

 

Landak termasuk salah satu hewan dilindungi yang disita BKSDA dari pemilik tanpa izinnya di Karangasem Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, menurut Fathur, akhirnya kelima satwa itu pun dititipkan sementara di Bali Zoo, salah satu lembaga konservasi yang memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penitipan di Bali Zoo hanya bersifat sementara hingga paling lama 14 hari. Manajer Hubungan Masyarakat Bali Zoo Emma Chandra mengatakan selama dititipkan, satwa-satwa itu akan dikarantina untuk diperiksa kesehatannya terlebih dulu. Misalnya, dicek apakah ada penyakitnya, bagaimana kondisi darah dan fesesnya.

“Karantina untuk mencegah agar satwa kami tidak tertular jika satwa-satwa titipan ini punya penyakit,” kata Emma.

Menurut Emma, Bali Zoo memang salah satu lembaga konservasi di Bali yang sudah jadi langganan bagi BKSDA untuk menitipkan satwa sitaan. Sebelumnya, Bali Zoo juga telah menerima hewan titipan dari BKSDA. Pada November 2017 lalu, mereka menerima lima ekor delapan ekor rusa timor (Rusa timorensis) yang diselamatkan dari kawasan sekitar Gunung Agung saat erupsi.

baca : Melihat Kelelawar yang Disucikan dan Menghidupi Warga di Klungkung Bali

 

Pengunjung menikmati atraksi hewan di Bali Zoo. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Setelah sehat, Emma mengatakan, satwa-satwa itu kemudian dikembalikan ke BKSDA. Jika memang ada lokasi untuk pelepasliaran, mereka akan melepaskannya di alam yang memang sudah memenuhi standar habitat asli dan daya dukungnya. Jika tidak ada, akan tetap dititipkan di Bali Zoo.

Sebagai lembaga konservasi, Bali Zoo tidak hanya membuka tempatnya sebagai lokasi kunjungan bagi wisata tetapi juga mengembangbiakkan. Selama Januari – Mei 2018 juga ada kelahiran beberapa satwa di Bali Zoo yaitu 1 ekor beruang madu, 2 ekor rusa timor, dan 3 ekor harimau sumatera. Adapun satwa-satwa yang pernah dilepasliarkan adalah 10 ekor landak di Desa Besi Kalung, Kecamatan Penebel, Tabanan dan 5 ekor rusa timor di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

 

Exit mobile version