Mongabay.co.id

Nasib Trenggiling yang Tidak Pernah Sepi dari Perburuan

Perburuan trenggiling untuk diambil sisiknya terus terjadi hingga saat ini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Wajah dua pemuda yang duduk di atas motor bebek gelisah. Keduanya tengah menunggu seseorang, sembari memandang ke dua penjuru jalan di perbatasan Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Sebuah mobil hitam, tiba-tiba, merapat. Berhenti tepat, dekat kendaraan mereka.

Beberapa detik kemudian, keduanya panik, menyadari apa yang akan terjadi. Pria yang lebih kecil memutar kunci kontak, mesin motor hendak dipacu. Namun, kalah cepat dengan beberapa lelaki yang keluar dari mobil hitam tadi.

Kedua lelaki tersebut, Pangkalis Domi (25 tahun) dan Jinu (27 tahun), sedianya akan bertransaksi dengan seseorang siang itu. Mereka menunggu di depan Rumah Makan Alam Raya, Jalan Raya Sintang-Nanga Pinoh. Di tas ransel hitam yang disandang Jinu, telah siap ratusan sisik trenggiling. Salah seorang pria yang keluar dari mobil hitam tadi, mengalungkan lengannya ke tubuh Jinu, pria berperawakan kecil tadi. Domi pun mendapat perlakuan sama.

Beberapa pria dari mobil hitam itu adalah petugas Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan Balai Gakkum KLHK Kalimantan Seksi Wilayah III Pontianak. Dengan dukungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Kalimantan Barat, mereka mendapatkan informasi transaksi yang akan dilakukan Domi dan Jinu, pada Selasa 22 Mei 2018.

Saat digeledah, penyidik mendapati tas ransel Jinu memang berisi sisik-sisik trenggiling yang dikemas dengan tas plastik kuning. Keduanya pun digelandang ke markas komando SPORC di Pontianak untuk menjalani pemeriksaan. Polisi menjadikan motor, tas, telepon selular serta sebuah buku catatan pembukuan dengan tulisan ‘berburu trenggiling’, sebagai barang bukti.

Baca: Ingat! Trenggiling Itu Bukan Satwa Buruan

 

Perburuan trenggiling untuk diambil sisiknya terus terjadi hingga saat ini. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Di hadapan penyidik, Jinu dan Domi mengakui sisik trenggiling tersebut milik mereka. Warga Seruan Hulu, Kabupaten Seruan, Kalimantan Tengah, ini mengaku sisik tersebut hasil buruan untuk kemudian ditawarkan ke pembeli. Dari hasil pemeriksaan, bukan kali pertama Jinu dan Domi bertransaksi.

“Kita akan usut pihak-pihak lain yang terlibat,” tukas Kepala Seksi Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah III Pontianak, David Muhammad. Sisik seberat 9,45 kilogram itu akan dijual kepada BD, warga Kalimantan Barat yang buron.

Penyidik PNS KLHK menjerat Domi dan Jinu dengan Undang-Undang 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya Pasal 21 Ayat (2) huruf d jo Pasal 40 ayat (2) dengan ancam hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

 

Trenggiling, satwa liar dilindungi ini nasibnya Kritis. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Bulan lalu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar juga menggagalkan sindikat perdagangan ilegal sisik trenggiling di Kabupaten Sambas. “Rencananya akan dikirim ke pemesan di Kota Pontianak,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar Kombes Pol Mahyudi Nazriansyah, 9 April lalu. Pengiriman melalui jasa ekspedisi. Seorang pria, bernama Sugianto (40) diamankan. Penyergapan dilakukan di kantor JNE Tebas, Kabupaten Sambas. “Beratnya lebih kurang dua ons,” katanya.

Dari keterangan Sugianto, sisik yang didapat dari seseorang bernama Bahram, warga Desa Sungai Kelambu, Kabupaten Sambas itu akan dijual di bawah Rp1 juta. Tak puas dengan keterangan Sugianto, polisi melakukan penggeledahan di kediamannya.

Di rumah Sugianto, menemukan barang bukti berupa; empat bakul rotan berisi sisik trenggiling sebanyak 3,5 kilogram, seekor trenggiling mati seberat 10 kilogram, satu timbangan elektrik, bakul plastik, dan satu buku rekening bank. Sugianto pun mendekam di bui, dengan jeratan hukuman yang sama dengan Domi dan Jinu.

Baca: Trenggiling, Kenapa Selalu Saja Ada yang Memburu?

 

 

Permintaan tinggi

Bisnis jual beli sisik trenggiling ini tidak mencolok. Untuk mempermudah, daging Manis javanica ini biasanya dijual ke rumah makan dengan menu makanan ekstrim. Sisiknya tahan lama, bisa menunggu hingga ada yang membeli.

“Pasar utamanya Tiongkok,” tambah David Muhammad. Banyak yang melansir manfaatnya, meski belum teruji klinis. Padahal, satwa ini penting bagi keseimbangan alam. Menguraikan detil pemanfaatan bagian tubuh satwa dilindungi ini untuk konsumsi atau obat tradisional, hanya akan membuat orang tertarik untuk ikut berkecimpung dalam bisnis terlarang tersebut.

Tingginya permintaan pasar untuk berbagai macam kebutuhan, menyebabkan perburuan terus terjadi. Padahal trengggiling sudah masuk dalam daftar merah IUCN. Pada tahun 2008 statusnya menjadi Endangered (EN) atau Genting, kemudian pada 2014 statusnya naik menjadi Critically Endangered (CR) atau Kritis. Indonesia sendiri mempunyai regulasi yang sama. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999, yang memasukkan trenggiling dalam daftar hewan dilindungi.

“Trenggiling merupakan satwa penyeimbang populasi,” tukas Ketua International Animal Rescue (IAR) Indonesia Tantyo Bangun. Makanan utamanya semut dan rayap. Serangga yang hidup berkoloni dan jumlahnya banyak. Berkurangnya pemangsa semut dan rayap, akan menyebabkan ledakan populasi jenis serangga ini.

Satwa ini hidup pada hampir di seluruh hutan tropis di Indonesia; Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Makhluk nokturnal atau beraktivitas malam hari ini bisa dijumpai di sekitar hutan yang masih bagus tutupannya dan rapat. Disebut juga satwa pemalu, lantaran selalu menghindar. “Mitos kegunaan satwa tersebut untuk pengobatan menyebabkan harganya tinggi.”

Sulhani, dari Yayasan Titian Lestari menambahkan, hasil investigasi Yayasan Titian menunjukkan, terdapat pemain lama yang baru selesai menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan. “Pemain ini kembali masuk ke bisnis ilegal, menunjukkan bahwa hukuman yang dijalani tidak menimbulkan efek jera. Investigasi memakan waktu cukup lama, kesabaran, serta biaya tinggi. Tidak sebanding dengan nilai denda yang ditetapkan hakim,” katanya. Yayasan Titian merekomendasikan untuk melakukan pencegahan dengan penyadartahuan, ketimbang tindakan represif. Lantaran, operasi penangkapan pun memerlukan biaya tidak sedikit.

Baca juga: Penyelundupan Trenggiling Masih Saja Terjadi, Mengapa?

 

 

Anatomi trenggiling (Manis javanica), virtual dictionary. Sumber: artemiscrow.deviantart.com

 

 

Hasil operasi

Pada 18 Mei 2018, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat merilis hasil operasi tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang digelar di seluruh Kalbar. Dalam operasi tersebut, Polda Kalbar menyita tiga trenggiling awetan seberat 3,8 kg juga satu ekor anak trenggiling yang diawetkan, dua tengkorak primata, satu lembar kulit beruang aweta, dan satu rangkaian duri landak.

Offset atau hewan yang diawetkan tersebut berasal dari penyerahan warga Desa Hilir Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak. Pemiliknya, Anyonius (65 tahun) sempat menolak untuk menyerahkan, bahkan ia mengaku tidak tahu jika awetan itu dilarang dimiliki.

Setelah dijelaskan ancaman hukumannya, dia bersedia menyerahkan dan membuat surat perjanjian tidak melakukan hal serupa, di atas materai. “Kami berharap ke depannya, pemeliharaan dan penyerahan TSL dilindungi semakin berkurang. Atau bahkan, tidak ada lagi di Kalimantan Barat,” harap Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar. Berkurangnya pemeliharaan, pembelian atau perburuan tumbuhan satwa liar dilindungi, merupakan indikator pemahaman masyarakat akan konservasi meningkat.

 

 

Exit mobile version