Mongabay.co.id

Pesut Ini Mati Mengambang di Sungai Mahakam

Seekor pesut ditemukan mati mengambang di Sungai Mahakam, tepatnya di daerah Loa Tebu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat (25/5/2018). Bangkai yang diduga hanyut dari hulu sungai itu kondisinya membusuk dengan kulit tubuh mulai mengelupas.

Peneliti dari Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (YK RASI), Danielle Kreb, menuturkan matinya pesut itu langsung viral setelah diunggah netizen di akun Facebook Bubuhan Samarinda. Namun, warga yang melihat tidak berani mengamankan bangkai itu, sehingga hanyut ke hilir.

“Tanggal 23 Mei, saya mendapat laporan warga Bloro, Kutai Kartanegara yang melihat bangkai pesut tersebut. Saya minta tolong warga yang melihat, agar segera mengamankannya dengan cara diikat,” ujarnya.

Dari gambar yang diunggah netizen, tampak pesut berukuran dua meter itu sudah menguning. Danielle mengaku kesulitan mengenali pesut itu, meski pihaknya memiliki katalog puluhan pesut dari Kutai Kartanegara.

“Jadi, harus dilihat dekat dan diperiksa agar diketahui dari mana asalnya,” jelasnya.

Pada 26 Mei 2018, Danielle dihubungi warga yang mengaku telah mengamankan pesut tersebut. Ibu rumah tangga bernama Fatima, warga Desa Ulaq Nanga, Bakungan, yang menariknya hingga ke darat. “Ternyata, pesut itu adalah Pepe, jantan dewasa, yang pertama kali kami identifikasi pada 1999. Sejauh ini, kami belum bisa memastikan penyebab kematiannya karena tingkat lanjut dekomposisi,” jelasnya.

Ruang jelajah Pepe antara Sungai Muara Kedang Kepala hingga Muara Pahu. Namun, beberapa tahun terakhir, Pepe banyak menghabiskan waktu di tengah-tengah area itu. Pepe juga lebih sering terlihat di kelompok pesut dengan ukuran rata-rata 6-10 individu, atau dalam kelompok yang lebih besar. “Pepe kemungkinan akan segera menjadi ayah, dia memiliki keturunan dari beberapa pesut betina di penangkaran,” tutur Danielle.

Baca: Lagi, Pesut Ditemukan Mati di Sungai Mahakam

 

Inilah Pepe, pesut yang mati mengambang berharian di Sungai Mahakam. Foto: Fatima/Facebook Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia

 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa mengatakan, ketika ada laporan kematian Pepe, pihaknya langsung menuju lokasi dan membawa dokter hewan dari litbang KSDA. Penyebab kematian Pepe, salah satunya karena usianya yang sudah tua, terlihat dari rongkang gigi-giginya. “Kalau penyebab pasti belum diketahui, tapi memang sudah tua. Gigi-giginya juga sudah rapuh, dokter hewan sudah periksa semua,” jelasnya, Selasa (29/5/2018).

Bagi Sunandar, kematian Pepe memang menjadi kabar menyedihkan. Pihaknya tidak pernah berhenti mengingatkan masyarakat untuk selalu menjaga lingkungan, terutama di habitat-habitat pesut mahakam. Tidak hanya di Kutai Kartanegara, di Kota Samarinda pun pihaknya selalu mengadakan sosialisasi hingga patroli penyelamatan pesut.

“Untuk sosialisasi dan sebagainya, kami bekerja sama dengan LSM peduli pesut seperti YK Rasi dan lain-lain. Kita harapkan, pesut tetap hidup nyaman dan jauh dari gangguan lingkungan atau konflik dengan manusia,” ujarnya.

Baca: RASI: Zonasi untuk Pelestarian Pesut Mahakam Bakal Terwujud

 

Pesut di Sungai Mahakam selain menghadapi sampah dan jaring nelayan juga terganggu akan suara kapal besar. Foto: Facebook Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia

 

Ada kematian dan kelahiran

Kematian Pepe, otomatis mengurangi populasi pesut mahakam di Kutai Kartanegara. Meski demikian, Danille mengatakan, populasi pesut tetap berada di angka 80-an. Sebab, sejak 2017 ada enam kelahiran di Sungai Mahakam, otomatis menambah jumlah yang ada.

“Kematian Pepe adalah kasus ke dua di 2018 yang pertama Februari lalu.”

Dinamika kelahiran pesut memang jadi perhatian utama. YK Rasi bahkan harus turun ke lapangan 2 hingga 3 bulan sekali untuk monitoring pesut-pesut kecil yang baru lahir. Memastikan kehidupan di lingkungannya bersama sang ibu. “Setiap pesut memiliki kemiripan signifikan dengan ibunya. Seperti bayi manusia yang memiliki kesamaan wajah dengan orangtuanya. Kami selalu turun ke lokasi untuk memastikan kondisinya,” jelasnya.

Meski demikian, Daniella mengaku memiliki kekhawatiran pada habitat pesut di Kutai Kartanegara. Kasus kematian yang tidak terdeteksi seperti Pepe, melahirkan banyak dugaan. Terlebih, habitatnya di Kutai Kartanegara rentan dengan konflik, industri, dan sampah plastik.

“Masalah sampah dan jaring selalu kami perhatikan. Kami tidak pernah berhenti bersosialisasi dengan masyarakat agar tidak lagi membuang sampah ke sungai, karena akan mengganggu kehidupan pesut. Jaring juga begitu, kami harap nelayan lebih memerhatikan jaring ikan yang dipasang agar tidak menjerat pesut.”

Baca juga: Begini, Kondisi Pesut Mahakam di Teluk Balikpapan

 

 

Pesut mahakam yang nasibnya harus diperhatikan. Foto: Facebook YK RASI

 

 

Zonasi di Kutai Kartanegara

Hingga saat ini, Danielle masih berharap penuh dengan zonasi di Sungai Mahakam, Kutai Kartanegara. Meski Bupati Kutai Kartanegara nonaktif, Rita Widyasari, tidak lagi memimpin, namun Danielle meyakini di 2018 ini program ini terwujud. “Tahun ini saya yakin, kami terus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kukar.”

Jika zonasi disahkan, tidak hanya persoalan sampah dan jaring yang teratasi, perairan Kutai kartanegara juga akan bebas masalah. Terutama industri, yakni pembuangan limbah di Sungai Mahakam dan kapal-kapal ponton yang mengancam kehidupan pesut mahakam.

“Saya selalu katakan pada pemerintah, pesut sangat takut dengan kapal-kapal besar, bisa tertabrak. Suara yang ditimbulkan juga dapat merusak jaringan pendengaran pesut. Sehingga mereka bisa disorientasi, tertabrak lalu mati. Mari kita semua jaga kehidupan pesut mahakam dan lingkungan keseluruhan,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version