Mongabay.co.id

Melihat Desa Konservasi di Talaud Sulut

Ada terobosan menarik di kabupaten kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Pada 20 April 2018, dalam peringatan Hari Bumi, Petrus Simon Tuange, Plt Bupati Talaud, meresmikan tujuh desa dari lima kecamatan di pulau Karakelang sebagai Desa Konservasi. Program desa konservasi itu merupakan gagasan dari Yayasan IDEP Selaras Alam, lembaga nirlaba yang berkantor di Bali, yang didukung Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF).

Ide awal pembentukan desa konservasi ini dari sejumlah persoalan lingkungan di Talaud. IDEP Selaras Alam melihat, di pulau Karakelang terdapat Suaka Margasatwa Karakelang seluas 24,669 hektar yang menjadi habitat beberapa satwa endemik dan dilindungi. Namun, ekosistem di sana menghadapi keterancaman akibat perusakan habitat, perburuan hingga perdagangan satwa.

Kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh penggunaan pestisida kimia sintetik. Dampaknya, populasi hama Sexava nubilalis, sejenis belalang pemakan daun, dalam beberapa dekade belakangan menyerang tanaman kelapa warga di kabupaten kepulauan Talaud. Maka, upaya perlindungan habitat dinilai perlu segera dilakukan.

baca : Ayo, Manfaatkan Pendanaan Konservasi di Sangihe, Talaud dan Koridor Laut Sulut

 

Plt Bupati Talaud Petrus Simon Tuange menandatangani prasasti Desa Konservasi. Foto : Yayasan IDEP Talaud

 

“Awalnya, bukan desa konservasi. Kami hanya berupaya menangkal perombakan hutan dan perburuan Sampiri (nuri talaud/ Eos histrio talautensis). Kemudian, dalam perkembangannya, kami targetkan pencanangan desa konservasi,” terang David Ch Jullinar, Field/Office Manager Program Talaud Yayasan IDEP Selaras Alam, ketika dihubungi Mongabay, Rabu (23/5/2018).

Dalam istilah mereka, desa konservasi merupakan desa yang memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam yang ada di sekitar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan prinsip berkelanjutan.

“Setahu saya, penetapan desa konservasi ini baru pertama kali di Sulawesi Utara,” tambah David. “Saat ini, di 7 desa itu, sudah ada Peraturan Desa tentang Lingkungan Hidup sebagai acuan. Setelah ini, pemerintah kabupaten akan merespon dengan Perda Lingkungan Hidup.”

baca : Polisi Gagalkan Penyelundupan 111 Nuri Talaud ke Filipina

 

Masyarakat terlibat dalam program penanaman pohon konservasi di Talaud, Sulut. Foto : Yayasan IDEP Talaud

 

Peluang Ekonomi

 Sebagai upaya menunjang konsep tersebut, tim dari IDEP Selaras Alam melakukan pendampingan pada masyarakat di 7 desa yang menjadi pilot project. 7 desa itu di antaranya desa Ensem di kecamatan Essang Selatan, desa Ambela kecamatan Melonguane, desa Bengel kecamatan Beo, desa Rae Selatan kecamatan Beo Utara, desa Dapihe dan desa Dapalan kecamatan Tampan’amma.

Pendampingan dilakukan melalui pelatihan-pelatihan bertema pertanian berkelanjutan, serta pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. “Ini (desa konservasi) semacam pertanian ramah lingkungan dan pemanfaatan hutan sebagai kawasan ekowisata. Kita juga perkuat dengan peraturan desa berwawasan lingkungan,” tambah David.

Kepada masyarakat di 7 desa itu, mereka memperkenalkan metode permakultur, serta pembuatan kebun pekarangan rumah (KPK). Lewat program KPK, masyarakat diajak merancang dan membuat sebuah desain bedeng yang menarik dan menghasilkan tanaman-tanaman yang bebas bahan kimia sintetik.

Kemudian, untuk meminimalisir penggunaan pupuk kimia yang berdampak merebaknya hama Sexava nubilalis, masyarakat diajarkan membuat pestisida alami serta pupuk organik. “Masyarakat diberi solusi alternatif, yaitu pemberian garam pada sekitar akar dan pucuk tanaman kelapa untuk mematikan telur-telur Sexava. Di samping itu, garam merupakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman kelapa,” kata David.

Selain memperkenalkan sistem pertanian ramah lingkungan, mereka juga membagi pengetahuan tentang pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Kini, masyarakat sudah memproduksi camilan hasil kebun pekarangan keluarga (KPK), seperti kripik sayur, rempeyek, teh herbal, kelapa kering dan Virgin Coconut Oil (VCO).

 

Produk Rempeyek Kelompok Kebun Permakultur di Talaud, Sulut. Foto : Yayasan IDEP Talaud

 

“Hasil olahan itu, bukan saja sudah punya pasar tetap di kabupaten kepulauan Talaud, tapi juga sudah menembus pasar di luar pulau,” lanjut David.

Upaya membuka peluang ekonomi alternatif juga dilakukan lewat program ekowisata desa melalui kelompok-kelompok masyarakat di sana. Kelompok-kelompok itu nantinya, akan didampingi dalam pembuatan dan pendataan mengenai potensi ekowisata yang ada di sekitar desa. Selain itu, mereka juga akan mendapat dukungan promosi dalam pengembangan destinasi wisata, berupa pembuatan film dokumenter dan flyer.

Bahkan, saat ini, promosi wisata bisa disalurkan melalui situs www.saveporodisa.info, sebuah situs yang ditujukan untuk berbagi informasi demi kelestarian lingkungan dan meningkatkan perekonomian masyarakat di kepulauan Talaud.

Lewat kegiatan-kegiatan itu, David berharap, masyarakat bisa secara aktif melindungi lingkungan tanpa melupakan kebutuhan hidupnya, serta dapat menjaga kelestarian Sampiri atau nuri talaud yang tengah menghadapi keterancaman.

“Harapannya, ada peningkatan pengelolaan sumberdaya alam di sana. Misalnya, pengurangan penggunaan bahan kimia seperti pupuk sintetik. Kebetulan 7 desa ini berbatasan langsung dengan Suaka Margasatwa Karakelang.”

Selain kegiatan-kegiatan tadi, masyarakat juga melibatkan diri dalam program penanaman pohon konservasi di 3 desa di sekitar SM Karakelang. Penanaman 5000 pohon jenis buah-buahan ini, diharapkan dapat membantu perluasan habitat Sampiri.

baca : Kisah Opa Zaka, Dari Penangkap Jadi Pelindung Nuri Talaud  

 

ilustrasi. Sejumlah burung nuri talaud (Eos histrio talautensis) yang disita dari rumah seorang warga di Kelurahan Beo Barat, Kecamatan Beo, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Sabtu (11/6/2016). Nuri talaud bernama lokal sampiri merupakan burung endemik yang dilindungi peraturan. Foto : Themmy Doaly

 

Kehidupan Warga

Michael Wangko, ketua Perkumpulan Kompak (Komunitas Pecinta Alam Karakelang) yang juga mitra proyek IDEP Selaras Alam Talaud, dalam sebuah film dokumenter berjudul “Talaud Lestari” mengatakan, program-program konservasi dirasa sangat penting bagi kehidupan masyarakat di kabupaten kepulauan itu, yang juga tersebar di pulau-pulau kecil.

Sebagai pulau terbesar, masyarakat di pulau Karakelang juga sangat bergantung pada air dan kelestarian hutan. Namun, praktik-praktik perusakan hutan masih terus terjadi dan mengancam populasi satwa liar, termasuk burung Sampiri.

“Itu (rusaknya habitat dan keterancaman satwa endemik) jadi dasar kami untuk berbuat sesuatu bagi pulau ini,” terang Michael Wangko dalam film yang dirilis IDEP Selaras Alam.

Petrus Simon Tuange, Plt Bupati Talaud, mengapresiasi kerja-kerja konservasi yang diselenggarakan IDEP Selaras Alam. Pelatihan dan informasi yang dibagikan masyarakat dinilainya sangat membantu menjaga kelestarian alam di kabupaten kepulauan itu.

“Banyak hal yang telah dilakukan oleh yayasan IDEP di Talaud. Masyarakat sudah sangat terbantu dengan berbagai kegiatan yang dilakukan. Kiranya, warga dapat memanfaatkan dengan baik ilmu yang dibagikan. Sebab, hasilnya masyarakat sendiri yang akan menerimanya,” terang Petrus seperti dikutip dari manadopostonline.com, Senin (23/4/2018).

 

Exit mobile version