Mongabay.co.id

Lembaga Keuangan Mikro, Harapan Baru Nelayan untuk Bertahan Hidup

Desa Karangsong di Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat menjadi desa pertama yang memiliki Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Nelayan yang dikelola langsung oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP), yaitu Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). LKM yang merupakan Lembaga pembiayaan usaha mikro nelayan itu diresmikan Presiden Joko Widodo pada Rabu (6/6/) lalu.

Presiden yang hadir langsung di Karangsong, mengatakan bahwa LKM adalah lembaga yang memiliki fungsi untuk menyediakan ruang bagi nelayan yang ingin mengajukan pembiayaan untuk modal. Dia menyebut, LKM harus bisa memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi nelayan yang ingin mengembangkan usahanya. Untuk itu, LKM harus memberikan bunga pinjaman serendah mungkin.

“LKM itu adalah di bawah BLU, dan itu dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional). Dengan demikian, dana tersebut bisa dimanfaatkan oleh nelayan untuk mengembangkan usaha,” ucap Jokowi.

Menurut pengakuan Presiden, setiap dia melakukan kunjungan kerja ke daerah, banyak yang minta kepadanya untuk bantuan modal. Permintaan itu termasuk datang dari para nelayan yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Oleh itu, dia meminta kepada para nelayan untuk bisa bersikap bijak dalam memanfaatkan dana pembiayaan dari LKM untuk kebutuhan usaha.

“Agar dana yang mereka pinjam tidak digunakan secara konsumtif, melainkan untuk kegiatan usaha,” tuturnya.

baca : Penyaluran Asuransi Nelayan Berjalan Lambat, Kenapa Bisa Terjadi?

 

Presiden Jokowi membalas jabat tangan nelayan dalam peresmian lembaga keuangan mikro nelayan, di Pantai Wisata Karangsong, Kab. Indramayu, Jawa Barat, pada Rabu (6/6) sore. Foto: Setkab/Mongabay Indonesia

 

Presiden kemudian mencontohkan, saat nelayan mendapatkan persetujuan dana pembiayaan untuk modal, maka dana tersebut sebaiknya digunakan untuk membeli ikan, atau membeli gerobak untuk mengangkut ikan. Jangan sampai, dana yang diberikan dari LKM justru digunakan untuk membeli kebutuhan pribadi seperti motor, kulkas, atau televisi.

“Jika digunakan untuk membeli motor misalnya, Bapak tidak akan bisa mengembalikan pinjaman tersebut. Ini harus hati-hati,” ungkapnya.

Selain mengingatkan harus bijak dalam menggunakan dana pembiayaan, Presiden juga mengingatkan kepada para nelayan jika dana tersebut sudah digunakan dan menghasilkan keuntungan di luar perputaran modal usaha, maka itu harus dikelola dengan sangat bijak dan baik. Namun, dia memaklumi jika keuntungan tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi.

Dengan kata lain, Presiden mengingatkan kepada nelayan, jika keuntungan masih berasal dari dana perputaran modal usaha, maka sebaiknya gunakan itu dengan sangat bijak untuk kebutuhan usaha. Bisa saja, dana tersebut digunakan untuk kegiatan yang produktif seperti untuk memperbaiki jaring, membuat kapal, dana atau untuk membeli ikan jika nelayan adalah seorang bakul.

Selain bijak dalam mengatur modal pinjaman, Presiden juga mengimbau nelayan untuk jeli dalam melihat peluang usaha. Menurutnya, harga jual ikan bukan berada di tangan pemerintah, melainkan bergantung pada pasar. Oleh karena itu, ia menyarankan agar nelayan juga mencoba melakukan ekspor untuk meningkatkan hasil penjualan produk perikanan.

Pada kesempatan sama, Presiden kembali mengingatkan tentang penggunaan alat penangkapan ikan (API) yang ramah lingkungan oleh nelayan dan pemilik kapal. Menurutnya, API bisa memengaruhi kondisi ekosistem di bawah air dan itu berarti sangat bergantung pada kebijakan dari nelayan yang mengendalikan kapal.

baca : Butuh Pembiayaan Perikanan, KKP Gandeng Perbankan Asing

 

Perahu nelayan di Muara Angke, Jakarta utara. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Skala Mikro

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menjelaskan, program LKM Nelayan ini adalah upaya dari KKP untuk mengangkat perekonomian nelayan menjadi lebih baik lagi. Dia melihat, saat ini 85 persen pelaku usaha kelautan dan perikanan yang ada masuk dalam kelompok mikro dan kecil. Untuk itu, bantuan permodalan bagi nelayan menjadi sangat penting.

“Ini adalah perwujudan Nawacita yang dicanangkan Presiden, salah satunya adalah Mewujudkan Kedaulan Keuangan, dengan mendirikan lembaga keuangan khusus untuk nelayan,” terangnya.

Selain mayoritas skala mikro dan kecil, Zulficar mengatakan, hingga saat ini kemampuan literasi keuangan masyarakat nelayan dan pesisir baru mencapai kisaran antara 25 hingga 32 persen. Fakta tersebut membuat nelayan masih menggantungkan usahanya pada permodalan mandiri, penyisihan keuntungan usaha, meminjam dari anggota keluarga, atau dari sumber keuangan informal lain.

Dengan fakta di atas, Zulficar menyebut, keberadaan LKM nelayan menjadi sangat vital karena bisa membantu perkembangan usaha kecil dan mikro nelayan. Apalagi, LKM dikelola langsung oleh LPMUKP yang mendapatkan kucuran dana dari APBN sebesar Rp500 miliar pada tahun anggaran 2017. Kemudian, pada 2018 dana sebesar Rp850 miliar juga dikucurkan lagi dari APBN untuk LPUMKP.

“Dengan demikian, di tahun 2018 ini LPMUKP mengelola dana sebesar Rp1,35 triliun. LPMUKP telah mulai menyalurkan pembiayaan sejak tahun lalu dengan konsep pinjaman yang berpendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar hasil perikanan, usaha garam rakyat, dan usaha masyarakat pesisir lainnya,” paparnya.

baca : Pasca Disclaimer BPK, Presiden RI Harus Tegas Selamatkan Sektor Perikanan dan Kelautan. Kenapa?

 

Nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya mencari ikan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Zulficar menerangkan, LKM Nelayan memiliki skema yang sangat mudah dengan pola syariah dan tingkat bunga konvensional sebesar 3 persen per tahun. Dalam praktiknya, LKM menyalurkan pinjaman kepada pelaku usaha dibatasi pada tingkat bunga 7 persen per tahun. Kemudian, LPMUKP juga menerjunkan Tenaga Pendamping untuk memberikan layanan pendampingan kepada para kreditur.

Hingga 30 Mei 2018, Zulficar menyebut, LPMUKP telah menyalurkan kredit sebesar Rp132,5 miliar kepada 6.625 pelaku usaha kelautan dan perikanan. Dari semua itu, dia menjamin tak ada satupun debitur yang mengalami keterlambatan dalam membayar cicilan pokok maupun jasa pinjaman. Pada 2018, lokasi layanan pendampingan LPMUKP sudah tersebar di 239 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

“Dengan semua capaian itu, itu menjadi upaya riil yang dilakukan Pemerintah dalam meningkatkan pendapatan nelayan dan pelaku usaha kelautan dan perikanan,” tutur dia.

Di kesempatan sama, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo menyatakan dukungannya kepada KKP dalam mengembangkan usaha sektor kelautan dan perikanan. Dia menyebut, pendampingan dan penguatan modal kerja LKM nelayan dilakukan langsung oleh BLU KKP, yaitu LPUMKP.

“Khusus untuk LKM Nelayan yang disebut juga sebagai bank mikro nelayan, memiliki bunga yang lebih rendah, tanpa agunan, dan mengutamakan pendampingan untuk nelayan,” jelasnya.

Adapun, Anto menguraikan, suku bunga yang diberikan LPMUKP kepada LKM saat ini sekitar 3 persen, sedangkan suku bunga untuk nasabah sebesar 7 persen per tahun. Tetapi, besaran suku bunga tersebut sesuai keinginan Presiden Joko Widodo, diminta untuk bisa lebih rendah lagi nilainya. Hal itu, karena bantuan modal akan diberikan kepada nelayan, peternak, petambak yang ada di kawasan pesisir,

“Diharapkan dapat memenuhi kebutuhannya seperti pengadaan peralatan, pakan ternak, bibit untuk nelayan budidaya, serta pemeliharannya,” terangnya.

 

Ikan merupakan sumber pendapatan masyarakat. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Anto menyebutkan, sebelum ada LKM nelayan, OJK dan KKP sudah menjalankan program Jangkau, Sinergi dan Guidlne atau Jaring. Program tersebut dilaksanakan untuk memberikan pembiayaan industri jasa keuangan kepada pelaku usaha di sektor perikanan dan kelautan. Hingga akhir Maret 2018, tercatat telah mencapai Rp28,02 triliun.

Secara keseluruhan, Anto melihat sinergi OJK dan KKP dalam memajukan sektor kelautan dan perikanan selama ini sudah berjalan baik. Dia menyebut program asuransi nelayan, dengan capaian pada 2017 sebanyak 500 ribu nelayan dengan jumlah premi Rp87,5 miliar, dan jumlah klaim per April 2018 sebesar Rp36,3 miliar.

“Selain itu sudah berjalan juga program asuransi usaha budidaya udang, dengan capaian sebanyak 2.004 pembudidaya, luas area 3.300 hektare dan jumlah premi sebesar Rp1,5 miliar. Jumlah klaim per April 2018 yaitu 57,41 hektare dengan nilai klaim Rp287 juta,” pungkasnya.

 

Exit mobile version