Mongabay.co.id

Indonesia Belajar Kelola Ruang Laut kepada Norwegia, Bagaimana Itu?

Norwegia kembali menjadi negara panutan bagi Indonesia dalam mengelola wilayah laut setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjalin kerja sama secara resmi untuk pengelolaan ruang laut (PRL). Kerja sama tersebut memperkuat sejumlah kerja sama yang sudah dilakukan Indonesia sebelumnya dengan negara tersebut.

Pertemuan kedua petinggi negara itu terjadi pada akhir pekan lalu di Oslo, ibu kota Norwegia. Selain Susi dari Indonesia, hadir langsung State Secretary for Minister of International Development – Kementerian Luar Negeri Norwegia Jens Holte Norwegia. Keduanya membahas tentang rencana pengelolaan ruang laut yang bisa dilaksanakan di Indonesia.

Pada pertemuan tersebut, Jens Holte menjelaskan tentang pandangannya dalam mengelola ruang laut. Dia mengatakan, pengelolaan ruang laut harus diseimbangkan dengan manfaat ekonomi dan upaya penyehatan laut. Dan di Norwegia, pengelolaan laut dilakukan dalam bentuk sejumlah program yang memiliki visi keberlanjutan untuk masa depan.

Holte menyebutkan, dalam mengelola ruang laut, Norwegia memiliki sejumlah program unggulan seperti Fish for Development, Marine Spatial Management Plans, dan Ocean Waste Management. Semua program tersebut, diklaimnya menerapkan prinsip berkelanjutan yang bertujuan untuk menjaga alam dari kerusakan.

baca : Perikanan Indonesia Adopsi Teknologi Budidaya Canggih dari Norwegia, Seperti Apa?  

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertemu dengan State Secretary for Minister of International Development – Kementerian Luar Negeri Norwegia Jens Holte Norwegia di Oslo, Norwegia. Pertemuan itu membahas berbagai kerjasama di bidang kelautan antara Indonesia dan Norwegia. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Holte mengatakan, sebelum bekerja sama sekarang, kedua negara sudah lebih dulu menjalin kerja sama untuk pemberantasan kejahatan perikanan, pengembangan budidaya ikan lepas pantai, dan pengelolaan sampah laut. Kerja-kerja sama tersebut menjadi acuan untuk melaksanakan sejumlah program kelautan dan perikanan di Indonesia.

Dalam mengelola ruang laut, Holte mengutarakan, Norwegia juga memiliki perhatian yang besar untuk mengurangi sampah laut. Prinsip tersebut, juga sama seperti yang diterapkan Indonesia sekarang yang terus berusaha mengurangi sampah plastik di laut. Dia meyakini, sampah plastik dapat berdampak buruk pada kualitas makanan laut yang akan dikonsumsi.

Di antara bentuk komitmen yang sudah diperlihatkan Norwegia dalam mengurangi sampah di laut, adalah dengan dibuatnya program trust fund yang bertujuan untuk membantu negara-negara di dunia untuk mengurangi sampah laut di dunia. Program tersebut, dilaksanakan melalui berbagai penetapan, salah satunya melalui bank dunia, dan dialirkan ke negara-negara yang membutuhkan bantuan untuk pengelolaan sampah di laut, termasuk Indonesia.

Di tempat yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengapresiasi bantuan yang diberikan Norwegia untuk Indonesia dalam upaya mengurangi sampah laut. Dia mengatakan, pengurangan sampah laut merupakan salah satu kebijakan utama Indonesia terkait tata kelola maritim, di samping pemberantasan IUU Fishing yang selama ini menjadi prioritas KKP untuk membenahi tata kelola perikanan Indonesia.

“Jadi, penggunaan marine litter trust fund tersebut dialokasikan untuk membantu masyarakat di pulau-pulau kecil. Sebab ia menilai, masyarakat di pulau-pulau kecil adalah yang merasakan langsung dampak sampah laut terhadap kesehatan,” sebutnya.

baca : Ternyata Norwegia Ekspor Seafood Ke Indonesia. Kok Bisa?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberi kuliah umum di Norwegian Institute of International Affairs (NUPI), Oslom Norwegia, Kamis (7/6). Kuliah umum tersebut, bertema ‘Three Pillars of Fisheries Resources Management: Sovereignty, Sustainability, and Prosperity’ (Tiga Pilar Pengelolaan Sumber Daya Perikanan: Kedaulatan, Keberlanjutan, dan Kesejahteraan). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Perikanan Ilegal

Selain membahas tentang pengelolaan ruang laut, Indonesia juga membahas tentang kegaitan Our Ocen Conference (OOC) 2018 yang akan digelar di Bali pada akhir tahun ini. Kegiatan tersebut, rencananya akan dihadiri sekitar 20 kepala negara dan 200 menteri teknis, serta menteri luar negeri dari 149 negara. Dari semua peserta, Norwegia menjadi salah satu negara yang diundang untuk hadir.

Susi mengatakan, kegiatan OOC 2018 menjadi penting bagi negara di dunia, karena di dalamnya dibahas mengenai tata kelola laut (ocean governance) di laut lepas, terutama dalam mengatur alih muat di tengah laut (transshipment at sea), dan pengakuan hak laut (ocean rights).

“Alih muat di tengah laut yang minim pengawasan telah banyak dijadikan sarana kejahatan perikanan, perdagangan orang, dan penyelundupan barang-barang ilegal termasuk satwa terlarang dan narkoba,” tutur dia.

Praktik terlarang itu, bagi Susi harus dihentikan karena berdampak negatif untuk perairan dan ekonomi di negara bersangkutan, termasuk Indonesia. Untuk itu, Indonesia berencana akan menggelar high level side event yang membahas pendefinisian tata kelola laut di laut lepas pada OOC 2018. Ia meminta agar Menteri Perikanan Norwegia Per Sandberg menjadi pembicara dalam high level side event tersebut sesuai dengan pengalamannya dalam Regional Fisheries Management Organization (RFMO) di Norwegia.

“Saya berharap Mr. Sandberg dapat mengajak dunia internasional agar mengakui illegal fishing sebagai kejahatan perikanan transnasional yang terorganisir (transnational organized fisheries crime) pada OOC 2018,” jelasnya.

baca : Digitalisasi Industri Akuakultur Mulai Diterapkan di Indonesia. Begini Ceritanya..

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertemu dengan Menteri Perikanan Norwegia Per Sandberg di Oslo, Norwegia. Pada kesempatan itu Susi meminta Sandberg untuk menjadi panelis dalam acara Our Ocen Conference (OOC) 2018 yang akan digelar di Bali pada akhir 2018. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Sebelum berbicara di Norwegia, Susi Pudjiastuti lebih dulu berbicara di Roma, Italia, saat melakukan kunjungan kerja secara resmi ke negara tersebut. Saat berbicara di Roma, dia menyerukan agar dunia internasional bisa mempertegas komitmen dalam upaya pemberantasan illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF). Komitmen tersebut, sudah dilakukan Indonesia dalam empat tahun terakhir.

Susi menyebutkan, tanggal 5 Juni ditetapkan sebagai Hari Internasional Memerangi Penangkapan Ikan secara Ilegal berdasarkan berlakunya (entry into force) perjanjian internasional Port State Measures Agreement (PSMA) to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing yang ditetapkan pada 5 Juni 2016 lalu. Perjanjian ini mengikat dunia internasional untuk bersama-sama berkomitmen memberantas segala praktik IUU Fishing.

Indonesia sendiri sudah meratifikasi perjanjian ini berdasarkan Keputusan Presiden RI No.43/2016 pada 10 Mei 2016. Dukungan Indonesia terhadap International Day for the Fight Against IUU Fishing ini disampaikan pertama kali pada saat sidang Komite Perikanan (Committee on Fisheries) ke-32 pada Juli 2016.

Direktur Jenderal Lembaga Pangan Dunia PBB (FAO) Jose Graziano da Silva yang hadir dalam pertemuan di Roma, menyebut Indonesia menjadi negara yang berani memulai dalam upaya melawan segala bentuk aktivitas ilegal di laut. Komitmen itu patut diapresiasi karena memberikan contoh yang baik dan sekaligus menjaga laut dari berbagai hal negatif.

Sementara, Komisioner Uni Eropa untuk Urusan Perikanan dan Maritim Karmenu Vella mengungkapkan, perang melawan segala kegiata IUUF menjadi kewajiban moral yang sifatnya imperatif atau keharusan bagi negara-negara yang memiliki wilayah laut. Semangat itu, sesuai dengan komitmen FAO untuk memerangi hal serupa di laut.

“Dunia harus bersatu memerangi penangkapan ikan secara ilegal yang marak terjadi di dunia yang wilayah operasinya melintasi batas antar negara. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama internasional untuk memeranginya bersama-sama,” papar dia.

Di hadapan para pejabat dunia di Roma, Susi menceritakan upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia selama ini dalam memerangi IUUF. Ia menyampaikan fakta dan tantangan yang ditemui dalam upaya membenahi masalah perikanan ini. Dalam hal tersebut, dia menyebut bahwa pemberantasan IUUF harus didukung oleh aparat yang berkomitmen tinggi serta peralatan dan teknologi canggih.

“Hal ini untuk mencegah masuknya kejahatan lintas negara lainnya yang banyak dilakukan di tengah laut. Pemberantasan IUU Fishing harus dilakukan dengan lingkup yang lebih luas, sehingga butuh outreaching yang lebih dari negara-negara di dunia dan organisasi internasional,” terang dia.

Ia kembali menegaskan, praktik IUUF bukan melulu soal pengelolaan lingkungan dan sumber daya perikanan seperti penangkapan ikan, tetapi juga termasuk banyak aktivitas ilegal lainnya. Aktivitas tersebut di antaranya pelanggaran hak asasi manusia melalui perdagangan manusia dan perbudakan (slavery), penyelundupan dan perdagangan obat-obatan dan narkotika, hewan-hewan langka dilindungi, dan berbagai kejahatan lainnya.

 

Exit mobile version