Mongabay.co.id

Seperti Kita, Alba Juga Rindu Kampung Halaman

 

Anda ingat Alba? Setahun sudah orangutan albino ini berada di pusat rehabilitasi Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Bagaimana perkembangannya sekarang?

Jamartin Sihite, CEO BOSF menuturkan, kondisi Alba saat ini sehat terawat. Sifat liarnya terjaga dan dia tidak suka melihat orang. “Bila tidak ada aral, Juni 2018 ini, Alba kami tempatkan di Pulau Buatan seluas 10 hektar yang berada di tengah Pulau Salat, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah,” ujarnya.

Pembangunan infrastruktur di Pulau Buatan yang lokasinya empat jam dari Nyaru Menteng itu, memang tengah dirampungkan. Akan ada klinik beserta perlengkapannya, tempat tinggal untuk penjaga, babysitter, dan dokter hewan beserta bangunan pendukung lainnya. Sehingga, ketika Alba sakit atau orangutan lainnya terganggu kesehatannya, tidak perlu dibawa ke Nyaru Menteng.

“Harus saya jelaskan, di Pulau Buatan nanti Alba tidak sendiri. Dia akan hidup bersama tiga temannya yaitu Kika (betina 6 tahun), Radmala (betina 4 tahun), dan Unyu (jantan 4 tahun). Mereka semua bergaul dan menerima baik Alba, tidak ada perbuatan saling mengintimidasi,” ujarnya.

Baca: Inilah Kabar Terakhir Alba, si Orangutan Albino

 

Alba, orangutan albino yang berada di BOSF Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Foto: BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation)

 

Alba memang orangutan spesial. Usianya 5 tahun saat ditemukan terpisah dari induknya. Umur yang diyakini belum saatnya mandiri, karena secara umum anak orangutan mulai lepas dari sang ibu saat genap 8 tahun. Dia dibawa ke pusat rehabilitasi Nyaru Menteng untuk dirawat, bersama orangutan yang lainnya, agar memiliki kekuatan untuk hidup di alam liar nantinya.

Saat diselamatkan pada 29 April 2017 di Desa Tanggirang, Kapuas Hulu, Kalimantan Tengah, kondisinya membuat kita mengeluas dada. Lemah, dehidrasi, tertekan, ada infeksi parasit, hingga tidak nafsu makan adalah sejumlah tanda yang terlihat jelas di tubuhnya. Di awal perawatan, dia hanya nafsu makan tebu, tidak lebih. Kondisinya berangsur baik pada sepuluh hari perawatan, tidak hanya berat badannya yang naik tapi juga dia lahap makan buah dan minum susu.

Penemuan Alba ini sempat memunculkan spekulasi: apakah ia albino tulen atau orangutan putih yang nantinya didaulat sebagai jenis baru? Serangkaian tes hingga konsultasi dilakukan pihak BOSF dengan rekan-rekan di Barcelona Zoo, Spanyol, yang pernah menangani gorila albino bernama Snowflake.

 

Alba yang tak sabar untuk hidup di Pulau Buatan. Foto: BOSF

 

Pemeriksaan mata hingga DNA digelar marathon untuk mengakhiri ketidakpastian tersebut. Hingga akhirnya terbukti, Alba memang benar albino, lahir tanpa pigmen. Satu-satunya orangutan albino di dunia: bulu, mata, hingga kulitnya serba putih.

Nama Alba, artinya putih dalam Bahasa Latin, atau fajar dalam Bahasa Spanyol. Nama cantik ini memang bukan sembarang diberikan, tapi atas usulan masyarakat dari berbagai penjuru dunia. Harapannya adalah spesies ini membawa semangat baru bagi kelangsungan hidup seluruh orangutan di habitatnya.

Baca juga: Orangutan Berwarna Putih Ini Ditemukan di Kalteng

 

 

Alba yang hidup dengan orangutan lainnya, tanpa ada intimidasi sesamanya. Foto: BOSF

 

Bukan kendala

Jamartin menuturkan, banyak yang khawatir akan Alba, terutama masalah jarak pandangnya. Dan itu sah saja! Namun, selama 25 tahun BOSF menangani orangutan, kekhawatiran Alba akan menemui kesulitan hidup di hutan memang harus ditepis jauh. Hutan adalah jelas-jelas rumah Alba, yang sesungguhnya di hutan itu sinar mentari tidak langsung menerpa matanya yang sensitif. Ada dedaunan yang menghalangi paparan langsung cahaya mentari.

“Jangan bayangkan seperti hidup di padang pasir yang langsung disorot cahaya matahari. Kita saja, akan menghindari paparan langsung sinar sang surya yang menyilaukan mata. Alba pastinya paham mengatasi keterbatasannya itu.”

 

Pulau Buatan yang dipersiapkan untuk Alba dan tiga rekannya seluas 10 hektar. Foto: BOSF

 

Di Pulau Buatan nanti, akan ada makanan dari pepohonan dan pastinya akan kami drop juga pakan lainnya. Rimbunnya pohon dengan ukuran besar, akan sangat membantu Alba hidup di alam bebas, yang pastinya akan terus kami pantau perkembangannya.

Tidak perlu risau. Alba gemuk dan sehat. Di tempat ini, Alba akan belajar dan terus mempertahankan keliarannya, sebagai orangutan liar. Jadi, bukan melepaskannya ke hutan belantara sama sekali,” terang Jamartin.

Kami pun berandai, alangkah indahnya saat pelepasan Alba nanti, Presiden langsung yang melakukan. Ini sebuah kehormatan besar untuk BOSF dan tentunya penyelamatan orangutan keseluruhan, satwa ikonik kebangaan Indonesia. “Kebijakan konservasi Indonesia pastinya terlihat jelas, mengembalikan semua orangutan yang ada di pusat rehabilitasi ke hutan. Andai Presiden datang, kami siapkan tempatnya,” jelasnya.

“Jaga Alba, menjaga kekayaan milik Indonesia. Sayangi Alba, sayangi Indonesia kita,” tulis Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, di akun Fecebook-nya sekaligus menggunggah video Alba, 19 April 2018 lalu.

Secara keseluruhan Pulau Buatan untuk Alba berada di tengah Pulau Salat yang luasnya dua ribu hektar. Pulau ini difungsikan untuk kegiatan pra-rilis orangutan yang nantinya menampung 200 individu.

 

 

 

Potensi albino memang ada?

Apakah potensi albino pada orangutan memang ada, sebagaimana manusia, yang bila dikaitkan keduanya hampir memiliki kesamaan DNA? Dr. Wuryantari Setiadi, Mbiomed, Researcher at Genome Diversity and Disease Lab,   Eijkman Institute for Molecular Biology, Jakarta, memberikan jawaban lugas kepada Mongabay Indonesia, Rabu, 20 Juni 2018.

Sebagaimana kita ketahui, sekitar 97% DNA orangutan mirip dengan DNA manusia. Pada manusia, albino sangat jarang terjadi, perbandingannya satu dari 18.000 – 20.000 orang. Akan tetapi, albino bisa sangat tinggi terjadi di populasi etnik tertentu, yaitu satu dari 3.000 orang.

Albino merupakan kelainan genetik yang menyebabkan produksi pigmen melanin di kulit, rambut, dan atau mata berkurang. Atau, sama sekali tidak diproduksi. “Produksi melanin dikatalisis oleh enzim tyrosinase yang diekspresikan oleh gen tyrosinase (TYR),” terangnya.

 

Alba yang memang orangutan albino satu-satunya di dunia. Foto: BOSF

 

Albino memang ada dua tipe. Pertama, Oculocutaneous albinism (OCA), yaitu kehilangan pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut. Pada albino tipe OCA1, yang disebabkan oleh mutasi gen TYR, dilaporkan terjadi pada beberapa mamalia. Ada kelinci, hewan ternak, tikus, kucing, musang, kerbau, juga paus.

Pada primata, kasus ini ditemukan pada monyet rhesus (Macaca mulata) yang mempunyai fenotif mirip dengan OCA 1 pada manusia. Sedangkan albino tipe OCA 4, yang disebabkan oleh mutasi gen SLC45A2 dilaporkan ada pada gorilla (Gorilla gorilla) yang dikenal dengan Snowflake, Western lowland Gorilla dari daerah Equatorial Guinea.

Gen OCA berlokasi di kromosom autosomal, sebagai hasil dari kelainan gen-gen resesif yang diturunkan dari orang tua (autosomal recessive). “Sebagian besar bentuk albino adalah autosomal recessive, dimana seorang anak yang albino dapat dilahirkan dari pasangan dengan rambut dan mata yang normal,” jelasnya.

 

Pola penurunan sifat Albino secara autosomal recessive. Apabila orangtua pembawa (carrier) gen albino, maka kemungkinan mempunyai anak albino 25%, carrier albino 50%, dan normal 25%. Sumber: www.slideshare.net/saimoonqureshi/albinism

 

Kedua, Ocular albinism (OA) yang hanya kehilangan pigmen melanin pada mata, sementara kulit dan rambut tampak mirip atau sedikit lebih terang dibandingkan anggota famili lainnya. Albino tipe OA ini disebabkan oleh perubahan gen GPR143 yang memainkan peranan penting dalam signaling pigmentasi mata, diturunkan secara X-linked.

 

Pola penurunan sifat Albino secara X-linked. Gen penyebab albino OA terletak pada kromosom X, perempuan mempunyai 2 kopi kromosom X (XX) sementara laki-laki mempunyai satu kopi kromosom X (XY). Terjadinya OA apabila seorang laki-laki mendapatkan satu perubahan kopi gen OA dari ibu yang carrier OA, sehingga kebanyakan albino tipe OA terjadi pada anak laki-laki. Sumber: www.slideshare.net/ssuser77d6d91/albinism

 

 

Apakah potensi albino pada orangutan sebagaimana Alba dapat terjadi?

Wuryantari menuturkan, orangutan juga mempunyai potensi untuk mengalami albino seperti halnya pada manusia dan juga primata sebagaimana gorila dan monyet.

“Bila dilihat secara umum ciri-ciri Alba yaitu kulit dan rambut abnormal berwarna putih susu/pucat dan ada iris biru, Alba mengalami kelinan albino tipe Oculocutaneous. Ini ditandai hilangnya pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut,” terangnya.

Alba yang albino Oculocutaneous, tentunya tidak dapat hidup normal sebagaimana orangutan liar lain. Dikarenakan kurangnya atau tidak adanya pigmen melanin yang melindungi kulit, maka paparan radiasi ultraviolet dapat menyebabkan kerusakan, dan bahkan dapat berkembang ke arah kanker kulit.

Demikian juga pada kelainan mata, yang menyebabkan masalah penglihatan pada kasus albino, tidak dapat dikoreksi menggunakan kacamata. Ini disebabkan perkembangan abnormal pada retina dan pola koneksi saraf antara mata dan otak.

 

Alba yang tumbuh sehat dan bersosialisasi baik dengan orangutan seumurannya di BOSF Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Foto: BOSF

 

Masalah penglihatan yang biasa terjadi pada penderita albino ada beberapa faktor. Nystagmus, gerakan mata tak terkendali dan tak beraturan, belakang ke depan atau sirkular. Strabismus, ketidakseimbangan otot mata dapat menjadi “crossed eye” (esotropia), “lazy eye” atau mata yang menyimpang keluar (exotropia) yang biasa dikenal dengan juling.

Refractive error yaitu kesalahan dalam refraksi seperti miopi, hipermetropi, dan biasanya dengan astigmatisma, yaitu kondisi optik mata apabila ada cahaya masuk difokuskan di dua garis fokus, tidak di satu titik fokus. Astigmatisma bisa dikoreksi dengan lensa silindris. Photophobia adalah hipersensitif terhadap cahaya.

Berikutnya, Foveal Hypoplasi yaitu retina mata tidak berkembang secara normal sejak sebelum lahir maupun masa pertumbuhan. Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, serta Optic nerve misrouting berupa pola koneksi saraf abnormal dari retina ke otak.

“Meskipun di hutan, tentunya Alba akan mengalami keterbatasan juga dalam beraktivitas, terutama permasalahan penglihatan. Tanpa adanya perlindungan kulit yang cukup baik dari paparan sinar matahari dapat mengancam hadirnya kanker kulit.”

 

Gorila albino bernama Snowflake ini memang lahir albino, dan sudah mati pada 2003 silam di Barcelona Zoo, pada usia 37 tahun. Foto: Prado-Martinez/BMC Genomics via Dailymail.co.uk

 

Penanganan intensif harus diberikan untuk Alba, lanjut Wuryantari, agar kesehatannya terjaga selalu. Alba adalah orangutan yang hidupnya memang di hutan. Tentunya, secara alami akan lebih baik dan nyaman baginya berada di hutan, di suatu habitat yang sangat terjaga dan melindunginya total dari segala ancaman hidup, terlepas dari keterbatasan yang dimilikinya.

“Masalah sosial bila dia bergabung dengan orangutan lainnya atau potensinya menurunkan keturunan albino pada generasi berikutnya, harus diperhatikan juga,” tandasnya.

 

Referensi:

 

 

Exit mobile version