Mongabay.co.id

Perempuan Juga Bisa Bangun Ketahanan Pangan

 

Perempuan desa sekitar kawasan hutan memiliki potensi dan hak untuk terlibat mengelola hutan dalam hal menghadapi perubahan iklim dan ancaman krisis pangan. Memberdayakan perempuan wajib dilakukan untuk mencapai keadilan gender, bahkan strategis dikembangkan pemerintah desa sebagai program unggulan, agar mendapatkan dukungan pemerintah kabupaten hingga provinsi.

Demikian benang merah paparan Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu Guswarni Anwar, Aktivis Perkumpulan LivE/Walhi Bengkulu Pitri Wulansari, dan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Fery Murtiningrum dalam “Potensi Keterlibatan Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Untuk Ketangguhan Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan” di Desa Pal VIII, Rejang Lebong, Bengkulu, baru-baru ini.

Diskusi melibatkan Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama, Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia, Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), tokoh agama, dan jurnalis.

Perempuan juga rentan menjadi korban dampak perubahan iklim seperti kekeringan, kebanjiran, kebakaran hutan, anomali cuaca, hingga ancaman krisis pangan. Di lain sisi, perempuan mempunyai peran penting dalam upaya hadapi perubahan iklim sekaligus membangun ketahanan pangan berkaitan pengelolaan hutan.

“Penanaman pohon jenis lokal yang sudah diketahui manfaatnya sebagai penghasil pangan dapat dilakukan bersamaan membudidayakan tanaman pangan di bawah tegakan pohon,” kata Guswarni.

Lulusan doktoral bidang forest science di School of Forest Resources and Environmental Science, Michigan Technological University ini menambahkan, terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: P.6/KSDAE/SET/Kum.1/2018 Tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam telah membuka kesempatan luas pada kelompok perempuan untuk terlibat aktif dalam kemitraan kehutanan dan upaya konservasi hutan.

“Potensi perempuan sebagai mitra akan sangat dibutuhkan.”

Baca: Menyelamatkan Situs Warisan Dunia Berarti Juga Menyelamatkan Kehidupan Perempuan

 

 

Peran perempuan dalam membangun ketahanan pangan tidak perlu diragukan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.31/MENLHK/SETJEN/SET.1/5/2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan, pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan diarahkan untuk menghadapi perubahan iklim. Salah satu prioritasnya adalah ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan, serta kehutanan.

“Merealisasikan hak perempuan harus dilakukan sebagai bagian mencapai keadilan gender bidang lingkungan hidup dan kehutanan,” jelas Pitri.

Dampak perubahan iklim dan ancaman krisis pangan merupakan dua permasalahan yang dihadapi masyarakat desa, khususnya perempuan. Pemerintah desa dapat memberdayakan perempuan melalui upaya pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan potensi sumber daya alam. “Memberdayakan perempuan untuk membentuk dan mengembangkan produk unggulan melalui skema kemitraan kehutanan termasuk upaya yang bisa dilakukan pemerintah desa,” terang Fery.

Belum satu pun pemerintah desa di sekitar kawasan TNKS memprogramkan pemberdayaan perempuan guna membangun ketahanan pangan. Dukungan Pemerintah Desa Pal VIII terhadap inisiatif KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola TNKS layak dikembangkan.

“Pemerintah desa juga dapat meminta dukungan pemerintah kabupaten dan provinsi untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi,” kata Fery.

 

 

Perempuan bersentuhan langsung dengan lingkungan dan akan memahami perubahan yang terjadi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Peran hutan

Vira et al (2015) mengungkapkan peran hutan dan pohon untuk ketahanan pangan dan nutrisi, secara langsung maupun tidak. Peran langsung meliputi keanekaragaman, kualitas dan kuantitas makanan, yakni penyediaan pangan berupa buah, sayur, kacang, jamur, pakan ternak, pangan hewani (daging hewan buruan, ikan dan serangga). Juga, jaring pengaman mata pencaharian, yakni pangan untuk masa paceklik dan kelangkaan lainnya, komposisi nutrisi, dan bahan bakar kayu untuk memasak.

Peran tidak langsung meliputi produk pohon untuk penghasilan pendapatan, yakni produk kayu, hasil hutan bukan kayu dan hasil pohon agroforestri lainnya. Berikutnya, jasa eksositem berupa penyedia sumber daya genetik, penyerbukan, pengatur iklim mikro, habitat, penyedia air, hingga pengedali hama.

Hampir serupa, laporan HLPE (2017) menyebutkan empat saluran utama kontribusi hutan dan pohon untuk ketahanan pangan dan nutrisi, yakni penyedia langsung pangan; bioenergi, terutama untuk memasak; penghasilan dan pekerjaan; serta jasa ekosistem.

 

Pelibatan perempuan untuk menjaga lingkungan harus dilakukan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Ajak perempuan

Inisiatif KPPL Maju Bersama untuk menjadi mitra TNKS bukan sekadar mendapatkan akses pemungutan hasil hutan bukan kayu, tetapi juga ingin melakukan penanaman pohon-pohon lokal yang memberikan hasil.

“Bibitnya kami produksi, menggunakan pupuk organik dari kotoran ternak, sekam padi, kulit kopi, dan limbah pertanian,” kata Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati. Selain pembibitan, pupuk organik juga dimanfaatkan untuk sayur-sayuran.

KPPL Maju Bersama akan mengajak perempuan desa mengembangkan agroforestri (kebun campur) di kebun dan lahan sekitar rumah. “Rencana ini mendapat dukungan Kepala Desa Pal VIII, Ibu Prisnawati. Kami sudah mengadakan pertemuan dengan perwakilan ibu-ibu dan perangkat desa untuk menentukan jenis tanaman yang akan dibibitkan. Kami juga berencana, mengajak ibu-ibu melakukan budidaya lebah madu. Kepala desa pun mendukung,” ujar Rita.

   

 

Referensi:

 

 

Exit mobile version