Mongabay.co.id

Distribusi Lahan dari Kawasan Hutan kepada Masyarakat, Bagaimana Perkembangannya?

 

Reforma agraria  sembilan juta hektar,  sekitar 4,5 juta hektar lewat redistribusi lahan dari kawasan hutan, bagaimana perkembangannya? Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, tindaklanjut distribusi lahan di kawasan hutan lewat penetapan tanah obyek reforma agraria (tora).

”Hal terpenting, prosesnya harus stimultan antara pemerintah pusat dan daerah,” katanya, usai Rapat Kerja Nasional Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) Juni lalu.

Dia bilang, gubernur dan bupati merupakan poros utama dalam penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Untuk pelaksanaan, katanya, mengacu Peraturan Presiden Nomor 88/2017 soal penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan.

Gubernur dan bupati, katanya, juga lakukan pendataan sampai distribusi lahan. Hingga kini, ada tim pelaksanaan percepatan di 26 provinsi.

”Gubernur harus tahu persis tanah yang diberikan kepada siapa dan berapa luasnya,” katanya.

Sedangkan data inventarisasi KLHK, terdapat alokasi potensi lahan Tora seluas 4.949.737 hektar, termasuk 100.000 hektar di konsesi usulan Tora. Data KLHK per Mei 2018, alokasi Tora dari kawasan hutan yang sudah terealisasi seluas 977.824,31 hektar.

Angka ini, 422.467 hektar berasal dari kewajiban 20% dialokasikan kepada masyarakat dari pelepasan kawasan hutan untuk perusahaan perkebunan. Ia tersebar di Gorontalo, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Papua, Papua Barat, Riau, Kepulauan Riau, Maluku Utara, Sumatera Barat, dan Sulawesi Utara.

Lalu, 264.578,31 hektar dari pemukiman transmigrasi dan fasilitas yang sudah mendapat persetujuan prinsip. Lalu, 290.579 hektar dari pemukiman berserta fasilitas umum, lahan garapan sawah dan tambak, serta pertanian lahan kering.

Dari angka itu, kata Siti, baru pelepasan lahan  tetapi belum mendistribusikan untuk masyarakat. Pendistribusian,  di bawah koordinasi Kemenko Prekonomian. Sedang redistribusi lahan masih menunggu kebijakan.

”Sebenarnya setelah dilepas erat kaitan dengan pemerintah daerah, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa dan Transmigrasi, dan lain-lain.”

”Yang jelas seluruh kementerian harus duduk dulu, KLHK, Kementan, ATR/BPN, kalau saya sudah selesai.”

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan A Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan, serta perwakilan daerah hadir dalam rapat koordinasi itu.

Darmin, juga Ketua Tim Percepatan PPTKH mengingatkan, tim inventarisasi akan menerima pendaftaran permohonan inventarisasi dan verifikasi, pendataan lapangan, dan analisa (data fisik, data yuridis bidang tanah dan lingkungan hidup). Juga merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil analisa dan menyampaikan ke gubernur.

”Setelah itu merekomendasikan ke tim nasional. Kelembagaan, mekanisme , kriteria, dasar, prosedur dan norma mengambil keputusan sudah dimuat dalam perpres itu. Tinggal bagaimana menyelesaikan persoalan penguasaan tanah di kawasan hutan.”

Dia berharap, pemerintah daerah proaktif hingga tak lagi dari pusat ke daerah.

 

Sumber: KLHK

 

Siti bilang, ketika distribusi lahan berjalan, maka mengurangi ketimpangan. Saat ini, 88% lahan dikuasai perusahaan dan 12% masyarakat. Melalui program Tora, persentasi jadi 59-62% untuk perusahaan dan 38-41% untuk masyarakat.

Dari distribusi lahan 9 juta hektar, 4,5 juta hektar dengan programa reforma agraria (4,3 juta hektar lewat pelepasan kawasan hutan, 0,4 juta hektar dari hak guna usaha terlantar yang tak diperpanjang), sisanya, legalisasi aset masyarakat.

Kala sertifikasi ini, katanya, harus diikuti pemberdayaan masyarakat agar memberikan dampak peningkatan ekonomi dan tak menyalahgunakan apalagi memperjualbelikan lahan.

Untuk Tora di wilayah konservasi dan hutan lindung memang perlu kehati-hatian. ”Kami cenderung resettlement,” kata Darmin.

Meskipun begitu tak serta merta tetapi perlu kajian terlebih dahulu. Pemindahan, kata Siti, merupakan pilihan terakhir.

 

Aturan tak jalan?

Secara terpisah, Prasetyo Djati, Kepala Seksi Pembinaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan Kementerian Pertanian mengatakan, alokasi 20% lahan perkebunan masih tahap pembahasan. “Yang jadi masalah itu perusahaan tidak ada lahan (20% untuk masyarakat itu),” katanya.

Seharusnya, sejak awal perusahaan mendapatkan izin harus mengecek soal kewajiban 20% untuk masyarakat itu. Sayangnya, hal itu tak terjadi.

”Cuma di atas kertas, kita akan membangun 20% untuk masyarakat.”

Kementerian Pertanian tetap menagih, tetapi, katanya, yang jadi masalah ketersediaan lahan tak ada. Dia juga menduga kesulitan perusahaan mengalokasi lahan 20% untuk masyarakat kemungkinan masalah jaminan bank. Lahan perkebunan, katanya, sudah jadi agunan bank.

 

 

Presiden Joko Widodo melakukan penanaman bibit mangrove setelah melakukan penebaran benih udang sebagai tanda peresmian beroperasinya unit kawasan budidaya udang vaname untuk program reforma agraria/perhutanan sosial di Muara Gembong, Bekasi, Jabar Rabu (1/11/17). Foto : Dianaddin/Humas KKP/Mongabay Indonesia
Sumber KLHK

 

 

Exit mobile version