Mongabay.co.id

Bali Pulau Surga atau Surga Sampah?

Beranikah otoritas pemerintah daerah atau desa adat di Bali melakukan aksi dramatik pengurangan dan penanggulangan sampah plastik? Filosofi Tri Hita Karana yang terus dijadikan mantra masih dianggap sekadar wacana.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku malu karena Bali belum mampu menanggulangi sampahnya. “Saya malu sampai World Bank turun tangan hanya ngurusin sampah,” curhatnya dalam sesi diskusi kunjungan Presiden Bank Dunia didampingi empat menteri di Pulau Serangan, Denpasar, Bali, Jumat (06/07/2018)

Acara bertajuk Tri Hita Karana for Clean Bali ditujukan untuk mengumpulkan stakeholder penanganan sampah. Sebelumnya rombongan dalam rangka persiapan Rapat Tahunan Bank Dunia dan IMF melihat titik lokasi pendukung seperti landmark patung tertinggi Garuda Wisnu Kencana dan Taman Hutan Rakyat Mangrove. World Bank Group-International Monetary Fund Annual Meetings akan diselenggarakan di Bali pada Oktober 2018.

Pastika menyampaikan keluh kesahnya dalam campuran bahasa Indonesia, Inggris, dan Bali. Ia menyebut Singapura tak punya Tri Hita Karana (TKH) tapi bersih, demikian juga Rwanda di Afrika. “Malu saya, jangan teriak THK. Buang plastik berdosa menyakiti pertiwi. Sebagai Balinesse I am very shame because it is small thing,” lanjutnya. Sampah masih banyak melilit mangrove padahal melindungi pesisir dari serangan ombak laut.

baca : Siaga Sampah Bali. Ada Apakah?

 

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bersama sejumlah menteri dan Gubernur Bali Made Mangku Pastika berdialog pada acara Tri Hita Karana for Clean Bali yang merupakan bagian dari kunjungan Presiden Bank Dunia di Pulau Serangan, Bali, Jumat (06/07/2018). Pemerintah Indonesia dan Pemprov Bali komitmen penanggulangan sampah plastik termasuk sampah laut. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim sebelumnya menyebut Rwanda sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi sampah plastik. Rwanda seingatnya memutuskan 10-15 tahun lalu tidak boleh ada kantong plastik. “Penggunaannya jadi ilegal, kota ini bersih,” ujarnya. Transisi terlihat mudah karena banyak inisiatif. Indonesia menurutnya sudah punya kepemimpinan nasional sekarang perlu untuk tingkat daerah. Misalnya dengan memberikan stimulasi ekonomi mengembangkan kewirausahaan dan peran perempuan membuat kantong atau tas yang bukan plastik.

Kim mengatakan bangga dengan keajaiban dan keindahan Bali. “Tapi masa depan dalam bahaya, baru saja saya kunjungi kawasan mangrove banyak sekali sampah plastiknya. Kami bersama kalian untuk bantu agar Bali tetap jadi contoh bagi dunia,” serunya.

Ia terinspirasi filosofi THK, yakni tiga alasan kebahagiaan manusia dengan membangun hubungan harmonis antar manusia, manusia antar Tuhan, dan manusia dengan alam. Ini spirit baik yang bisa menumbuhkan toleransi. Investasi di kawasan resor elit Nusa Dua juga akan terancam sampai pengelolaan sampah dilakukan terpadu.

Kim mengatakan banyak yang salah paham dengan Bank Dunia dikira hanya mengurusi neraca pembayaran atau GDP, sementara 4 tahun terakhir ia kerja dengan Sri Mulyani juga peduli kemiskinan dan lingkungan. “Mengurusi lingkungan sangat penting, tak hanya buat penyelam atau peselancar. Agar anak-anak tak makan pangan mengandung plastik,” tutur pria dari Korea Utara ini.

Pihak Bank Dunia, kata Rodrigo Chavez, akan memberikan pinjaman untuk program penanggulangan sampah laut ini tak hanya untuk Bali, karena sampah laut tak kenal batas provinsi. Akan dibuat beberapa studi dengan kementerian untuk identifikasi di mana titik-titik pencemaran sampah. Pinjaman dari Bank Dunia akan dialirkan ke sejumlah kementerian.

baca : Inilah Para Pahlawan Sampah Bali

 

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim (kiri) dalam acara bertajuk Tri Hita Karana for Clean Bali di Pulau Serangan, Bali, Jumat (06/07/2018) menyampaikan perhatiannya tentang permasalahan sampah dan penanganannya. Jim Yong Kim berkunjung untuk melihat persiapan menjelang rapat tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali pada Oktober 2018. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Tak heran ada sedikitnya empat menteri yang mendampingi rombongan grup Bank Dunia ini di Bali. Mereka adalah Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono,

Peserta dialog penanganan sampah yang berlangsung singkat sekitar 2 jam ini dihadiri pimpinan desa adat atau Bendesa Pekraman, Rektor dan akademisi sejumlah kampus, kelompok keaagamaan seperti PHDI, MUDP, TNI, LSM, dan lainnya.

Luhut menyebut saat pertemuan World Bank-IMF nanti akan dideklarasikan Bali bebas sampah. Ini bukan hal baru karena menurutnya sebelumnya sudah pernah. “Jangan jadi Bali Paradise of Garbage,” katanya.

 

baca : Gara-gara Sampah, Sebuah Mall di Bali Jadi Ramai. Ada Apa?

 

Ketua Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Indonesia Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet mengusulkan pemerintah menerapkan larangan penjualan tas plastik di Bali. Menurutnya ini sumber masalah. “Kami dibanjiri perusahaan plastik. Apakah kita bisa stop industri plastik karena sebelumnya kita tak menggunakan,” tanyanya.

Juga perlu ada reward and punishment bagi pemerintah desa dinas, adat, pimpinan kepolisian dan tentara yang gagal dan berhasil dalam penanganan kebersihan lingkungan. “Camat, Danramil, Kades, Lurah, Kadis bersama mengamankan lingkungan dari sampah. Diberi reward, Kapolsek diangkat. Sebaliknya Camat dicopot, Danramil demosi tak bisa jabat lagi, Kapolsek turun. Bendesa Agung dicopot. Sekarang karena tak tegas hak dan kewajiban, manja dengan plastik. Tak dikejar kewajiban tuntas, rileks saja,” urainya.

Belum nampak langkah komprehensif yang dipaparkan dalam penanganan sampah ini. Sejumlah menteri dan pimpinan daerah hanya melontarkan wacana dan program yang sedang berjalan.

baca juga : Proyek “Penghijauan” Gunungan Sampah Bali Diresmikan. Apakah Efektif?

 

Sebuah truk melintasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Suwung, yang terbesar di Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut Menkeu memerintahkan Dirjen agar membuat instrumen untuk memberi semacam bonus bagi Pemda yang aktif melarang plastik. Sementara pihaknya memberi infrastruktur pengelolaan sampah. Program yang sedang berjalan adalah target 100% menyediakan air bersih sehat, 0% menghilangkan daerah kumuh perkotaan, dan 100% sanitasi.

Saat ini tempat pembuangan akhir sampah terbesar yakni TPA Sarbagita sudah overload. Sarbagita meliputi Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan ini menurutnya menghasilkan sampah 2000-an ton per hari. Saat ini sedang dikerjakan proyek penataan TPA jadi taman dengan estimasi dana Rp250 milyar dialokasikan 32 hektar lahan TPA. Sekitar 22 hektare ditargetkan ditutup menjadi taman pada 2019. “Jadi taman indah terbuka,” sebut Basuki. Sementara 10 hektare lainnya terdiri dari 5 hektare untuk pembuangan atau penimbunan sampah dan 5 hektare untuk instalasi waste to energy.

Membangkitkan listrik bukan tujuan utama tapi membersihkan tumpukan sampah. Program 3R menurutnya sulit dijalankan sehingga digenjot dengan proyek pengurangan sampah seperti pilot project jalan menggunakan plastik untuk campuran aspal. “Sedang pesan mesin perancahnya untuk dibagikan gratis ke pemulung. Kalau plastik air mineral ada nilai ekonominya, kresek tidak,” sebutnya soal pengadaan campuran aspal ini.

Rencana lain adalah buat penyaring di mulut muara agar sampah tak ke laut. Namun tetap harus dikurangi produksi sampahnya.

baca : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali

 

Sejumlah pedagang gotong royong menyapu sampah plastik di Pantai Kuta, Bali pada Selasa (03/01/2017). Sedikitnya perlu 3 kali menyapu tiap harinya karena sampah terus menerus terbawa arus. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

Sedangkan Menteri Desa Eko Putro Sandjojo mengusulkan pendampingan oleh inovator dan koordinator pendamping desa untuk mengusulkan aktivitas apa yang bisa dibuat di desa dari pinjaman Bank Dunia. Misalnya 500 desa yang pro lingkungan menjadikan Bali bebas sampah.

“Kalau pak Luhut turun tangan, apa yang dia mau semua pasti beres,” Eko meyakinkan para hadirin. Dari kementeriannya, dana desa sudah pasti meningkat dan akan digunakan untuk pemberdayaan ekonomi, seperti BUMDes termasuk usaha lingkungan. Ia mencontohkan Bank Sampah Desa Panggungharjo menghasilkan Rp300 juta sementara dana desa Rp800 juta/tahun. Juga ada desa yang mengelola limbah sawit menghasilkan 100 ton pupuk organik, dengan penghasilan lebih Rp4 milyar.

Di Kalimantan Utara ada desa mangrove, karena banyak sampah mereka mendatangkan Monyet Belanda yang sensitif pada sampah. “Wisata maju dan warga sadar. Juga budidaya kepiting karena kalau banyak sampah mati,” tuturnya. Eko mengatakan sejak tahun lalu di Bali sudah tak ada desa tertinggal, angka kemiskinan di bawah 4%.

Exit mobile version