Mongabay.co.id

Mengapa Cuaca Ekstrem Terjadi di Samudra Hindia Selatan Jawa?

Pada Kamis (19/7) siang, Darmin (40) memberesi puing-puing bekas warungnya yang tersapu gelombang tinggi di Pantai Sodong di Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Cilacap, Jawa Tengah. Ia hanya bisa memunguti bambu-bambu dan kayu yang menjadi tiang dan dinding warung miliknya.

Warung semi permanen itu memang sangat dekat dengan bibir pantai, hanya sekitar 50 meter. Sehingga ketika terjadi gelombang tinggi pada Rabu (18/7) hingga Kamis dinihari, warungnya luluh lantak.

“Sebelumnnya memang sudah tahu, ada perkiraan kalau gelombang mau tinggi. Namun, saya tidak mengerti kalau ternyata gelombangnya benar-benar besar. Ada lebih dari 40 warung di Pantai Sodong yang mengalami kerusakan akibat diterjang gelombang. Bahkan, gelombang yang menyapu warung mencapai 3 meter, padahal dam kondisi biasa, air tidak sampai ke sini,”ungkap Darmin.

Camat Adipala Teguh Prastowo mengatakan sebetulnya gelombang tinggi kemudian juga gelombang pasang, kerap terjadi di Pantai Sodong. Apalagi pantai tersebut langsung berhadapa dengan Samudra Hindia dan tidak ada pemecah gelombang. Sehingga begitu ada ombak tinggi, maka air bisa sampai ke warung-warung yang berada di pinggir pantai.

“Peristiwa itu terjadi pada malam hari hingga dinihari. Dan merupakan peristiwa yang lumrah. Namun, pascakejadian ini kami akan mengatur warung-warung yang ada di Pantai Sodong, karena terlalu dekat dengan bibir pantai. Hal itu cukup rawan dan riskan, terlebih jika ada gelombang tinggi atau gelombang pasang,”jelasnya.

baca : Ini Dampak Siklon Tropis Cempaka Bagi Nelayan Cilacap

 

Seorang warga melintasi warung yang luluh lantak akibat gelombang tinggi di Pantai Sodong di Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Cilacap, Jateng pada Sabtu (21/7/2018). Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sehari sebelumnya, di Pantai Kemiren, Kecamatan Kesugihan, Cilacap gelombang tinggi menghempaskan perahu nelayan yang akan melaut. Dari tiga nelayan yang menumpang kapal tersebut, dua selamat dan satu di antaranya masih hilang belum ditemukan.

Tak hanya di Cilacap saja yang terkena dampak gelombang tinggi, melainkan juga di Kebumen. Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kebumen Eko Widianto mengatakan laporan dari obyek wisata pantai di Kebumen menyebutkan kalau ada 140 warung yang mengalami kerusakan dan terparah warung yang berada di Pantai Suwuk, di Desa Tambakmulyo, Kecamatan Puring Kebumen. “Selain warung yang mengalami kerusakan ada juga puluhan kapal milik nelayan mengalami kerusakan,”katanya.

Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo mengatakan gelombang tinggi yang terjadi di sebelah selatan perairan Samudra Hindia merupakan dampak dari tekanan tinggi dan munculnya siklon tropis.

“Pada Rabu (18/7) sebelum terjadi peristiwa gelombang tinggi, BMKG Cilacap telah mengeluarkan warning mengenai cuaca buruk. Kami meminta kepada seluruh pengguna jasa kelautan maupun pengunjung pantai untuk waspada, karena gelombang mencapai 4-6 meter, bahkan dapat mencapai 7 meter yang puncaknya pada Kamis (19/7). Ternyata, tinggi gelombang mencapai puncaknya pada Kamis dinihari dan menyebabkan warung dan perahu milik nelayan di Cilacap maupun Kebumen mengalami kerusakan,”kata Teguh.

Menurutnya, gelombang tinggi yang terjadi karena adanya pusat tekanan tinggi dan siklon tropis. “Jadi waktu itu ada tekanan tinggi di Samudera Hindia sebelah barat Australia yang memiliki tekanan 1.023 milibar serta pusat tekanan tinggi di Samudra Pasifik sebelah timur Australia yang tercatat 1.021 milibar. Selain itu, ada pusat tekanan rendah yang kemudian menjadi siklon tropis di dua titik. Yakni siklon tropis Son-Tinh di sekitar perairan selatan Vietnam dengan tekanan 994 milibar dan badai tropis Ampil di Samudra Pasifik timur Laut Filipina dengan tekanan 996 milibar,”jelasnya.

baca juga : Waspadalah, Gelombang Tinggi Kepung Perairan Selatan Pulau Jawa

 

Nelayan membawa perahunya ke daratan di Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jateng pada Sabtu (21/7/2018). Nelayan takut melaut karena gelombang tinggi yang terjadi pada awal minggu ini. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Cuaca buruk yang terjadi tersebut mengalami puncaknya pada Kamis (19/7), sedangkan pada Jumat (20/7) dan Sabtu (21/7) ketinggian gelombang agak ‘reda’. Meski demikian, BMKG Cilacap masih tetap mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi karena ketinggian ombak masih berkisar antara 2,5 hingga 4 meter.

Pengamat cuaca BMKG Cilacap Rendi Krisnawan menerangkan kalau cuaca ekstrem yang terjadi tersebut akibat perbedaan tekanan yang cukup signifikan. “Adanya perbedaan tekanan tinggi di Australia dan badai tropis dengan tekanan rendah di Asia itulah yang berdampak pada meningkatnya hembusan angin. Jadi, kalau ada perbedaan tekanan tinggi dan rendah signifikan, maka angin juga memiliki kecepatan yang cenderung tinggi. Seperti yang terjadi saat sekarang,”kata Rendi.

Ia menerangkan kalau cuaca esktrem yang ditandai adanya gelombang tinggi dan angin kencang adalah sebuah fenomena alam biasa. Sebab, dengan adanya tekanan tinggi dan rendah, itulah yang membentuk cuaca.

“Biasanya, kalau pada musim kemarau di Indonesia, maka tekanan rendah dan badai tropis terbentuknya di Asia seperti di Filipina dan Thailand, sedangkan kalau musim penghujan di Indonesia, maka badai tropis atau tekanan rendah biasa terbentuk di Australia. Ini adalah sebuah keseimbangan alam yang terjadi. Kalau sekarang angin timuran karena merupakan angin yang berhembus dari Australia. Kondisi ini tidak ada hubungannya dengan pemanasan global. Ini adalah sesuatu yang wajar terjadi,”jelasnya.

baca : Teluk Penyu Cilacap Tercemar Minyak Mentah. Kenapa?

 

Nelayan di Teluk Penyu, Cilacap, Jateng, memarkirkan kapalnya agak tinggi ke daratan pada Sabtu (21/7/2018). Nelayan takut melaut karena gelombang tinggi yang terjadi pada awal minggu ini. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Sarjono mengatakan ribuan nelayan di Cilacap tidak melaut, karena cuaca memang buruk. “Saat sekarang nelayan lebih diuntungkan, karena kalau ada informasi mengenai cuaca buruk pasti disampaikan. Prakiraan cuaca yang dilakukan oleh Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap sangat membantu nelayan. Sebab, nelayan bisa mengetahui kondisi cuaca, bahkan dalam beberapa hari ke depan. Seperti cuaca buruk yang terjadi saat ini, kami sudah diberitahu oleh BMKG Cilacap,”kata Sarjono.

Kalau dulu berbeda. Nelayan tidak diberitahu, sehingga harus menduga-duga cuaca yang mungkin bakal terjadi. “Sekarang ini, nelayan lebih waspada, karena ada pemberitahuan mengenai prakiraan cuaca. Namun demikian, terkadang karena masalah perut, nelayan tetap nekat melaut, padahal cuaca buruk. Hal-hal seperti ini memang sulit dicegah, karena sudah menyangkut kebutuhan hidup. Apalagi, kerap ada omongan dari nelayan kalau tidak berani dengan ombak tinggi ya bukan nelayan. Namun, kami HNSI tetap meminta kepada nelayan untuk bijak. Kalau memang berisiko tinggi, ya tidak usah berangkat melaut. Seperti saat sekarang, sebagian besar tidak melaut. Sebetulnya, kondisi cuaca buruk semacam ini tidak akan berlangsung lama. Nantinya juga reda, tetapi pasti muncul lagi. Sudah biasa sebetulnya,”kata Sarjono.

Sarjono mengatakan kejadian yang menimpa para nelayan saat cuaca buruk sebetulnya bisa dihindari. Karena informasi dari BMKG dan HNSI terus dilakukan, khususnya jika ada prakiraan cuaca ekstrem. Apalagi saat ini informasi bisa lebih cepat tersampaikan melalui telepon seluler kepada para nelayan dan pemilik kapal.

 

Exit mobile version