Mongabay.co.id

Zoonosis Bukan Hanya Diwaspadai Tapi Juga Diantisipasi

 

Zoonosis harus diantisipasi. Penyakit ini timbul akibat organisme infeksius seperti virus, bakteri, dan parasit yang ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya. Simulasi  Table-Top melalui pendekatan One Health telah dilakukan untuk menangkis wabah Penyakit Infeksi Emerging (PIE) ini, melalui peningkatan kapasitas dan koordinasi berbagai pihak.

Indra Eksploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Direktorat Jenderal Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan One Health merupakan program lintas sektoral yang digambarkan segitiga yaitu manusia, hewan, dan lingkungan.

Menurut dia, berbagai penyakit baru yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya, masih diselidiki kehadirannya. Saat ini banyak satwa liar yang dipelihara manusia yang mestinya hidup di alam liar. “Kita tidak punya penelitian cukup terkait penyakit yang ada di hutan,” jelasnya.

Pada 2005-2006, menurut Indra timbul penyakit flu burung yang membuat kepanikan di masyarakat. Saat itu KLHK membuat suatu kebijakan, menutup akses kawasan taman nasional yang bisa berpotensi menularkan penyakit tersebut.

Terkait kebijakan, KLHK sudah membentuk unit-unit penyelamatan satwa, akibat gangguan manusia maupun kerusakan lingkungan. Kesehatan satwa liar atau “SEHAT SATLI” dikedepankan melalui pemeriksaan kesehatan satwa sebelum dikembalikan ke hutan. Wildlife Resque Unit ini juga dipadukan dengan Wildlife Crime Unit untuk mengatasi konflik satwa liar yang terjadi. “Program KLHK terintegrasi dengan   One Health yang sangat penting bagi penyelamatan satwa di alam,” terangnya.

Baca: Waspada, Ada Penyakit Zoonosis di Sekitar Kita

 

Ini adalah bayi trenggiling mati yang seharusnya hidup di hutan, bukan di lingkungan manusia. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Sekretaris Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, R. Sabrin, mengatakan Indonesia adalah negara yang rentan terhadap ancaman zoonosis. Menurutnya, Kemenko PMK menunjuk Sumatera Utara sebagai lokasi pelaksanaan simulasi kesiapsiagaan, mengingat pada 2006, Kabupaten Tanah Karo menjadi klaster kasus flu burung pertama dan terbesar di Indonesia. Sumatera Utara juga memiliki dua taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).

“Kedua taman nasional ini adalah rumah yang menaungi keanekaragaman hayati, flora maupun fauna. Provinsi ini memiliki posisi strategis, berada di jalur pelayaran Selat Malaka,” jelasnya.

Baca juga: Begini Kunci Mencegah Penyakit Bersumber Hewan

 

Monyet hitam sulawesi yang harusnya hidup di hutan malah ditangkap manusia untuk diperjualbelikan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Naalih Kelsum, Asisten Deputi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), mengatakan, simulasi ini yang ke empat dan terakhir. Sebelumnya telah dilakukan di Bogor, Manado, dan Bali awal 2018.

“Kemenko PMK juga menyusun dan melaksanakan program pencegahan, deteksi, dan kesiapsiagaan wabah penyakit zoonosis. Serangkaian kajian dan diskusi untuk memastikan program berjalan dilakukan juga dukungan peraturan. Seperti, pengesahan Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, yang menetapkan wabah penyakit sebagai salah satu bencana non-alam yang perlu dikelola potensi ancamannya,” terangnya.

 

Anak owa ini juga dipelihara manusia hanya untuk kesenangan yang sebenarnya justru bentuk penyiksaan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

AH. Jessica Panchatha, Wakil Konsulat Amerika untuk Sumatera kepada Mongabay, menyatakan sekitar dua pertiga dari semua penyakit menular pada manusia ditularkan dari hewan.

Satwa liar dapat membawa virus yang sangat patogen, seperti avian influenza dan rabies. Virus-virus ini, perlu diidentifikasi dan harus ditangani lebih cepat. Jika tidak dilakukan pengobatan, dampaknya menyebarkan ke manusia dan membahayakan kesehatan global.

 

 

Di Afrika Barat, wabah ebola menewaskan 11.000 orang dan berdampak pada sekitar 30.000 orang. Sistem kesehatan dan ekonomi hancur. Biaya ekonomi tanggap bencana, akhirnya menjadi masalah besar. “Jika rencana dan kerangka kerja telah dimiliki, banyak nyawa bisa diselamatkan,dan biaya ekonomi bisa lebih rendah,” jelasnya.

 

Di alam, burung berfungsi sebagai pemencar alami biji tumbuhan jadi bukan dijadikan peliharaan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Dikatakan Jessica, sepuluh tahun terakhir, dedikasi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesiapan dan respon penyakit menular menunjukkan hasil luar biasa. Indonesia memainkan peran penting, regional dan global, dalam pencegahan dan pengendalian penyakit, sehingga memperkuat kesehatan global bagi warganya dan dunia.

“Semua harus tahu, perencanaan kesiapsiagaan itu rumit. Diperlukan kerangka kerja terpadu, proses, serta pedoman perencanaan yang dapat ditingkatkan dan disesuaikan lintas sektor,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version