Mongabay.co.id

Kebakaran Savana di TN Komodo Terus Terjadi, Apa Solusinya?

Kebakaran padang savana di areal gugusan kepulauan di dalam wilayah Taman Nasional Komodo (TNK), Rabu (1/8/2018) merupakan kejadian kedua di tahun 2018. Sebelumnya   pada Selasa (19/6/2018), api juga menghanguskan padang rumput di Loh Pede Pulau Komodo seluas 10 hektar.

Kepala Balai TNK Budhy Kurniawan dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia, Jumat (3/8) menyebutkan, sekitar pukul 19.15 WITA ada laporan dari salah seorang masyarakat yang menginformasikan kepada pihak TNK  mengenai adanya kebakaran padang savana di pulau Gili Lawa Darat.

Pihak  TNK segera mengirimkan pegawai yang bertugas di Resor Loh Sebita dan Resor Padar untuk bergerak menuju lokasi kebakaran dan segera melakukan pemadaman. Tim dari TNK yang berada di Labuan Bajo pun turun membantu.

“Dikarenakan kondisi angin kencang, topografi yang curam serta vegetasi savana yang kering, menyebabkan api mudah menjalar dan baru bisa dipadamkan oleh petugas Balai TN Komodo pada Kamis (2/8) pukul 03.10 WITA,” sebut  Budhy.

baca : Komodo Ditangkap Warga Bari dan Hendak Dibunuh. Apa Penyebabnya?

 

Petugas sedang memadamkan kebakaran yang terjadi di savana pulau Gili Lawa Darat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT pada Rabu (1/8/2018). Foto : Balai TNK/Mongabay Indonesia.

 

Gili Lawa Darat merupakan salah satu pulau yang terdapat di dalam Kawasan TNK dan tidak dihuni oleh manusia maupun satwa prioritas konservasi yakni Biawak Komodo (Valanus komodoensis) serta Kakatua  Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea ocadentak).

Pulau yang didominasi oleh savana ini merupakan salah satu spot wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan untuk menikmati panorama alam dan untuk melihat sunset atau sunrise.

“Saat ini Polres Manggarai Barat bersama PPNS Balai Gakkum Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara serta Balai TN Komodo sedang dalam proses penyelidikan penyebab kebakaran,” ungkapnya.

Sehubungan dengan proses penyelidikan, tegas Budhy, untuk sementara Gili Lawa Darat ditutup sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan. Seluruh pengunjung diminta untuk mengikuti semua peraturan dan etika berwisata termasuk, untuk tidak merokok dan atau menyalakan api di dalam kawasan TNK. 

baca juga : Menyongsong Wisata. Berapa Daya Dukung Lingkungan Maksimal TN Komodo?

 

Petugas sedang memadamkan kebakaran yang terjadi di savana pulau Gili Lawa Darat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT pada Rabu (1/8/2018). Kebakaran bisa dipadamkan pada Kamis (2/8/2018) dini hari. Foto : Balai TNK/Mongabay Indonesia.

 

 

Patroli Rutin dan Menginap

Kebakaran yang terus berulang ini perlu penanganan serius oleh  pengelola TNK yang berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula kepada  Mongabay-Indonesia, Jumat (3/8/2018) mengatakan gugusan kepulauan di dalam wilayah TNK mayoritas merupakan padang savana yang mana saat musim kering sangat rentan terhadap api.

“Kejadian kebakaran ini sudah biasa terjadi dan itu tidak lain terlepas dari perilaku masyarakat, baik yang mendiami pulau-pulau di dalam kawasan TNK maupun wisatawan yang berkunjung ke pulau-pulau tersebut,” tutur Agustinus.

Perilaku masyarakat ini akan bisa diatur dan dijaga, katanya, kalau Pemkab  Manggarai Barat, memiliki fasilitas kapal untuk berkeliling ke pulau-pulau dalam gugusan TN Komodo.  TNK atau Pemkab Manggarai Barat telah menghimbau dan membuat larangan, tetapi tidak efektif karena tidak ada penjagaan.

“Kita harus sering pantau dan menginap di sana agar masyarakat mengetahui bahwa ada aktifitas dari petugas. Tapi bagaimana kami mau lakukan patroli kalau kapal saja tidak kami miliki, termasuk fasilitas lainnya,” ungkap bupati 2 periode ini.

menarik dibaca : Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Ditetapkan Presiden, Apa yang Harus Dibenahi?

 

Pulau Padar di dalam Taman Nasional Komodo, kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT, yang juga didominasi padang savana. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pemkab Manggarai Barat  pemerintah pusat memperkuat Balai TNK, baik sumber daya manusia maupun peralatannya. Pegawai TNK yang dulu mengabdi dan sudah dipindahkan ke tempat lain harus dikembalikan.

Agustinus melihat pegawai-pegawai tersebut memiliki dedikasi tinggi sebab mereka merupakan orang lokal sehingga perlu dikembalikan untuk bekerja di TNK.

“Percuma saja membuat himbauan atau larangan kalau tetap saja tidak ada petugas yang menjaga atau melakukan patroli. Kalau masih berharap pada pegawai dari luar daerah, saya bukannya menuduh tetapi ya, kejadian seperti ini pasti akan terulang. Apalagi pulau Gili Lawa lokasinya sudah mendekati wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat,” tuturnya.

 

Perlindungan Ekosistim Savana

Sementara itu Direktur Eksekutif WALHI NTT, Umbu Wulang Tanamahu Paranggi kepada Mongabay-Indonesia menyebutkan, kebakaran padang savana di NTT merupakan hal biasa, sebab di pulau Sumba saja padang savana terbakar sampai ribuan hektar tidak ada yang peduli.

Sementara  kebakaran padang savana di pulau Gili Lawa Darat di dalam kawasan TNK seluas 10 hektar saja, kritik Umbu Wulang, semua orang menjadi heboh. Tentu ada banyak kepentingan di sana karena merupakan daerah pariwisata internasional.

“Apapun alasannya, ini menunjukan bahwa Balai TNK gagal melindungi kawasan tersebut, gagal melindungi ekosistem savana. Di level nasional sampai daerah tidak ada satu aturan pun untuk melindungi ekosistem savana,” ungkapnya.

baca : Antara Konservasi dan Pengembangan Wisata di Komodo

 

Pulau Komodo yang merupakan salah satu pulau terbesar di dalam kawasan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Flores, NTT, yang juga gersang dan memiliki padang savana yang luas. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah hanya melindungi ekosistem gambut di Kalimantan dan Sumatera, dan ekosistem karst. Padahal savana atau sabana mempunyai mekanisme ekosistem sendiri, yang berfungsi secara biologi, sosial, budaya dan lingkungan hidup, tetapi tidak pernah digarap.

“Ini membuktikan kalau sabana ini tidak mendapat perhatian karena orang selalu mengganggap alam NTT itu gersang seperti di Afrika. Yang dianggap ekosistem itu kan kalau hijau, banyak pepohonan. Ini membuktikan bahwa kita gagal memaknai fungsi dan peran ekosistem savana,” katanya.

“Untuk itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu membuat peraturan baik itu peraturan menteri ataukah peraturan daerah untuk perlindungan ekosistem savana. Di dinas Lingkungan Hidup kabupaten di NTT harus ada yang mengurus savana sebab berfungsi menampung air hujan terbaik,” pintanya.

Balai TNK pun, kritiknya, tidak memiliki pengetahuan mengurus savana. Buktinya tidak sosialisasi atau petunjuk tentang fungsi dan keuntungan serta syarat perlindungan ekosistem savana di pulau-pulau gersang itu.

“Yang ada kan hanya tulisan dilarang membuang puntung rokok sembarangan, jangan membuat api, jangan membuang sampah sembarangan. Sementara soal apa itu savana dan kenapa harus dijaga kan tidak dijelaskan dan tidak masuk dalam narasi berpikir pihak Balai TNK,” sesalnya.

Padahal NTT , kata Umbu Wulang, merupakan provinsi  dengan ekosistem savana terluas di Indonesia sekitar 3,5 juta hektar, sehingga perlu dibuat peraturan menteri atau peraturan daerah terkait perlindungan ekosistem savana. “Di Sumatera ada tim restorasi gambut, sementara di NTT kenapa tidak ada tim perlindungan ekosistem sabana,” tegasnya.

Persoalannya selama ini, sebutnya, ekosistem sabana dikeluhkan keberadaannya dan dianggap kutukan dari Tuhan. Padahal savana merupakan ekosistem yang khas, mempunyai fungsi ekologi sendiri, seperti bisa untuk penggembalaan kuda dan sapi.

“Lokasi terbakar di Gili Lawa Darat tersebut harus ditutup untuk sementara waktu dan segera lakukan restorasi ekosistem savana. Pemerintah juga segera membuat peraturan mengenai perlindungan ekosistem savana,” pesan Umbu Wulang.

 

Exit mobile version