Mongabay.co.id

Kenapa Pelepasliaran Benih Lobster Sering di Pangandaran?

Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melepasliarkan 29.600 ekor benih lobster (BL) di perairan Pantai Batu Mandi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, dipertanyakan sejumlah kalangan. Aksi yang dilakukan pada Sabtu (4/8/2018) itu, dinilai terlalu tendensius karena kegiatan KKP banyak yang dilaksanakan di kawasan tersebut.

Abdul Halim, pemerhati sektor perikanan menyebutkan, aksi yang dilakukan di Pangandaran tersebut, sebenarnya sarat makna dan mengandung pesan konservasi yang jelas dan tegas. Tetapi, pemilihan lokasi Pangandaran sebenarnya sepatutnya tidak dilakukan, mengingat ada lokasi lain di sekitar daerah tersebut yang juga memiliki potensi yang sama.

“Kenapa pemilihan lokasinya hanya di Pangandaran saja? Ini yang jadi pertanyaan,” ucap dia, Senin (6/8/2018).

Menurut dia, kriteria untuk melepasliarkan BL ke alam, di antaranya adalah perairan yang dipilih harus memiliki ekosistem laut yang cocok, mencakup di dalamnya ada terumbu karang dan hutan mangrove yang bagus. Kriteria itu, seharusnya tidak hanya dimiliki oleh Pangandaran saja, melainkan juga kawasan lain yang ada di sekitar Pangandaran, seperti Kabupaten Tasikmalaya, Garut, dan atau Cilacap.

baca : Upaya Penyelundupan Benih Lobster Masih Terjadi, Kok Bisa?

 

Sebanyak 29.600 ekor benih lobster dalam kantong plastik yang akan diselundupkan berhasil digagalkan oleh Bareskrim Polri di perumahan Alam Sutera, Tangerang, Banten, pada Jumat (3/8/2018). Benih lobster itu kemudian dilepasliarkan di Pantai Batu Mandi, Pangandaran Jabar, pada Sabtu (4/8/2018). Foto : Humas KKP/Mongabay-Indonesia

 

Meski demikian, Halim tidak menampik jika Pangandaran memang masuk dalam kriteria daerah yang layak untuk dilaksanakan pelepasliaran BL. Hal itu, karena daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Ciamis itu, memiliki perairan terbuka yang menghadap langsung ke Samudera Hindia, dan juga memiliki memiliki tutupan terumbu karang yang baik.

“Tetapi pertanyaannya, pelepasliaran BL di Pangandaran telah dilakukan berulang kali,” ungkap dia.

Hal senada juga diungkapkan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati. Menurut dia, walau laut Pangandaran menghadap langsung ke Samudera Hindia, tetapi kondisi lautnya sebenarnya tidak mendukung. Jika itu dilakukan, maka itu terkesan dipaksakan saja.

Susan mengaku heran dengan keputusan pelepasliaran tersebut, karena seharusnya BL yang diselundupkan tersebut bisa ditelusuri lebih jauh asalnya dari perairan mana. Dengan demikian, jika sudah diketahui, maka sangat mudah untuk melaksanakan pelepasliaran di lokasi perairan awal. Cara itu dinilainya menjadi elegan, arif, dan bijaksana.

“Saya juga heran kenapa di Pangandaran, kan pelakunya sudah ditangkap,” tuturnya.

baca juga : Dengan Modus Baru, Penyelundupan Benih Lobster ke Singapura Semakin Marak

 

Pelepasliaran benih lobster selundupan yang dikemas dalam kantong plastik di Pantai Batu Mandi, Pangandaran Jabar, pada Sabtu (4/8/2018). Foto : Humas KKP/Mongabay-Indonesia

 

Jalan Keluar

Lepas dari keheranan, Susan mengatakan tentang penyelundupan BL yang masih terus terjadi hingga saat ini. Menurutnya, itu menandakan bahwa Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No.2/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) harus dievaluasi segera.

“Soal Permen itu, ribut, karena banyak yang kemudian tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan dan transisinya tidak berjalan dengan baik,” ucapnya.

Di sisi lain, Susan menambahkan, Negara semestinya bisa menyiapkan pola pemberdayaan yang tepat dan sosialisasi yang efektif berkaitan dengan pelarangan penangkapan lobster. Menurut dia, nelayan butuh jalan keluar berkaitan dengan kebijakan tersebut, sehingga aktivitas nelayan bisa tetap berjalan dan menghasilkan keuntungan secara ekonomi.

“Padahal sudah jadi mandat UU No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, tapi hingga sekarang masih seperti ini saja,” jelasnya.

Sementara, bagi Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan, pemilihan lokasi Pangandaran sebagai tempat pelepasliaran BL hasil penyelundupan, karena kemungkinan besar KKP ingin mengembalikan kawasan perairan tersebut sebagai habitat lobster. Selain itu, ada upaya KKP untuk menjadikan kawasan Batu Mandi sebagai kawasan konservasi ekosistem.

“Cuma, agar program tersebut dapat konsisten, dilakukan dengan rencana yang baik serta pemantauan yang efektif, agar upaya pelepasliaran tersebut dapat kelihatan dampaknya di kemudian hari. Hal yang penting, ada upaya KKP untuk mengedukasi masyarakat Pangandaran tentang pentingnya menjaga ekosistem terumbu karang dan tidak menangkap benih losbter tersebut,” paparnya.

baca : Fokus Liputan : Larangan Penangkapan Lobster, Permen Pahit bagi Nelayan Lombok (Bagian 1)

 

Pelepasliaran benih lobster selundupan yang dikemas dalam kantong plastik di Pantai Batu Mandi, Pangandaran Jabar, pada Sabtu (4/8/2018). Foto : Humas KKP/Mongabay-Indonesia

 

Suhufan mengatakan, walau sudah ada upaya dari aparat dan KKP dengan terus mengintensifkan perburuan kepada pelaku penyelundupan, tapi aktivitas penyelundupan BL dari Indonesia ke luar negeri diduga kuat masih terus terjadi.

Bahkan dalam tiga tahun terakhir, Abdi Suhufan berani mengklaim, penyelundupan BL semakin sulit dibendung intensitasnya akhir-akhir ini juga semakin meningkat. Menurut dia, penyebab masih terus terjadi penyelundupan, ditengarai karena regulasi pelarangan ekspor benih lobster dari KKP dinilai belum efektif untuk mengurangi eksploitasi benih lobster ilegal.

“Itu terlihat dari nilai benih lobster yang diselundupkan terus meningkat,” tuturnya.

menarik dibaca : Bisnis Penyelundupan Benur Sulit Dihentikan Negara. Kenapa?

 

Penentuan Lokasi

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina, saat dimintai komentarnya, mengatakan bahwa pelepasliaran BL di Pangandaran, karena BL selundupan tersebut memang berasal dari perairan Jawa Barat bagian selatan. Jadi, pelepasliaran tersebut dinilai pas dan tepat untuk dilakukan di Pangandaran.

“Pun kalau ditangkap di Lampung, Batam dan lain-lain, maka akan dipilih daerah terdekat sesuai kriterianya, yaitu pantai berkarang, ada kelompok penjaga atau pokwasmas,” tegasnya.

Diketahui, pada Sabtu, sebanyak 29.600 ekor BL dilepasliarkan di Pantai Batu Mandi, Pangandaran. Seluruh BL tersebut adalah hasil penggagalan penyelundupan di perumahan Alam Sutera, Tangerang, oleh Bareskrim Polri pada Jumat (3/8/2018).

Rina menyebutkan, BL yang dilepasliarkan tersebut adalah terdiri dari jenis pasir dan mutiara tersebut sedianya akan dikirim ke Vietnam melalui Singapura. Benih lobster tersebut disimpan dalam 148 kantong yang masing-masing berisi sekitar 200 ekor BL. Sebanyak 147 kantong berisi BL jenis pasir, dan 1 kantong lainnya BL jenis mutiara yang bernilai sekitar Rp4,5 miliar.

baca juga : Penyelundupan Benih Lobster Bernilai Jutaan Dolar AS Berhasil Digagalkan

 

Ilustrasi, Benih lobster mutiara ini diperkirakan nilainya Rp130 ribu per ekor dan dijual ke Vietnam. Benih tersebut berhasil digagalkan dari penyelundupan lewat Bandara Ngurah Rai Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, BL tersebut diamankan dari 4 (empat) orang pelaku yang terdiri dari 3 warga Jawa Barat dan 1 warga Jawa Timur saat tengah beristirahat di sebuah gerai makanan cepat saji sekitar pukul 10.30 WIB. Keempatnya membawa langsung BL tersebut dari pantai di Sukabumi menuju gudang penyimpanan sebelum akhirnya tertangkap. Saat ini, pelaku masih dalam pemeriksaan lebih lanjut di Bareskrim Polri.

Rina berpendapat, penyelundupan BL marak terjadi karena harga tinggi yang ditawarkan negara tujuan pengiriman. Dari hasil pantauan, BL mutiara dijual di Indonesia paling tinggi di kisaran Rp79.000 – Rp90.000 per ekornya. Namun, BL akan semakin mahal di kisaran USD10 atau setara Rp145.000 per ekornya jika sudah sampai di Singapura.

Namun demikian, Rina meminta kepada masyarakat untuk tak lagi melakukan penangkapan dan pengiriman BL karena nilai ekonomi yang didapat tak sebanding bila dibandingkan dengan membiarkannya besar terlebih dahulu. Ia yakin, pengiriman benih lobster terus menerus akan mengancam keberlanjutan komoditas lobster di Indonesia.

Oleh karena itu, Rina menyebutkan, BL hasil dari penyelamatan harus dilepasliarkan di tempat yang tepat. Kata dia, lokasi pelepasliaran yang cocok biasanya ditandai dengan adanya terumbu karang sebagai tempat makan dan berlindung lobster. Dan, kriteria itu juga dimiliki oleh Pantai Batu Mandi di Pangandaran.

Di sisi lain, untuk mencegah penangkapan BL kembali terjadi, Rina mengatakan kalau KKP bekerja sama dengan masyarakat sekitar yang tergabung dalam Pokmaswas penggerak konservasi yang diperlengkapi dengan kapal pengawas konservasi. Nantinya, mereka akan terus memastikan BL tidak akan ditangkap sebelum mencapai ukuran yang diperbolehkan.

Upaya yang dilakukan tersebut, menurut Rina, dinilai berhasil dan dari informasi dari masyarakat, saat ini di Batu Mandi, lobster sudah berkembang, meskipun belum ada yang menangkap karena patuh pada aturan. Dari informasi yang diberikan nelayan, lobster juga mulai menyebar ke lokasi lain yang cukup jauh dari lokasi pelepasliaran dan sudah mulai ditangkap masyarakat untuk kebutuhan lebaran beberapa waktu lalu.

 

Exit mobile version