Mongabay.co.id

Rusak Akibat Kebakaran, Hutan Mangrove di Sungai Lumpur Direhabilitasi

 

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 1997-1998 dan berulang di 2015 menyebabkan kerusakan hutan mangrove di Sumatera Selatan (Sumsel). Salah satunya, di sub-DAS Mengkudu dan DAS Batang yang masuk kawasan Hutan Lindung Sungai Lumpur, Desa Simpang Tiga Sakti, Kecamatan Tulungselapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. Rehabilitasi pun difokuskan untuk menghijaukan kembali wilayah ini.

“Kawasan mangrove yang rusak dan akan direhabilitasi seluas 60 hektar,” kata Dr. Syafrul Yunardi, Ketua Forum DAS Sumsel, saat mengunjungi lokasi hutan mangrove yang rusak, akhir Juli 2018.

Perambahan merupakan cerita awal yang menyebabkan rusaknya kawasan ini. Setelah mangrove habis, kayu sisa penebangan dijadikan bahan bakar oleh warga yang akan membuka tambak udang dan ikan.

Berdasarkan pantauan Mongabay Indonesia, di lokasi ini terdapat sebuah kanal buatan yang diperkirakan milik perusahaan HPH yang beroperasi pada 1980-an. Sampai sekarang, kawasan ini masih menjadi koridor gajah sumatera di wilayah pesisir timur Sumatera Selatan.

Kanal ini menghubungkan Selat Bangka hingga DAS Mengkudu dan DAS Batang, yang sebagian besar merupakan kawasan lahan gambut. Hutan di wilayah ini juga sebagian besar habis akibat aktivitas HPH.

Baca: Sebagian Hutan Lindung di Pesisir OKI Diserahkan Kepada Masyarakat, Berkah atau Ancaman?

 

Mangrove dengan perakarannya yang melindungi area pesisir pantai. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Rehabilitasi hutan mangrove di kawasan hutan lindung ini pun dilakukan berdasarkan SK IPPKH Nomor 24/1/IPPKH/PMA/2017 tertanggal 19 September 2017. “Dalam pelaksanaannya kami melibatkan masyarakat sekitar, kemungkinan besar masyarakat Desa Sungai Batang. Juga, didukung perusahaan yang ada di sekitar lahan gambut Kabupaten OKI,” kata Syafrul.

Dijelaskan Syafrul, meskipun masuk ke wilayah Desa Simpang Tiga Sakti, tapi masyarkat yang dekat lokasi rehabilitasi adalah Desa Sungai Batang yang masuk Kecamatan Air Sugihan.

 

Menjaga mangrove berarti menjaga kehidupan makhluk hidup yang ada. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Mengkhawatirkan

Kondisi mangrove di Kabupaten OKI yang masuk kawasan Hutan Lindung Sungai Lumpur memang sangat mengkhawatirkan. Meskipun sejumlah pihak telah melakukan rehabilitasi, tapi ancaman perambahan hutan dan lahan terus terjadi. Perambahan lahan, selain untuk pemukiman, juga pertambakan udang dan ikan, serta kegiatan ekonomi lainnya.

Lantaran terlalu lama dikelola masyarakat, status lahan tersebut menjadi persoalan antara masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah Kabupaten OKI kemudian mengusulkan pembebasan lahan yang sebagian disetujui. Pada 2017 lalu, pelepasan lahan negara seluas 8.753,62 hektar, yang sebagian masuk kawasan hutan lindung Sungai Lumpur dilakukan.

Baca juga: 7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui

 

Satwa juga memanfaatkan hutan mangrove sebagai habitat hidupnya. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Rahman, Kepala Desa Sungai Batang, mengatakan sangat mendukung program rehabilitasi tersebut. “Kami merasa bertanggung jawab atas kerusakan ini. Kami juga rindu pada hutan mangrove dahulu,” katanya di sela survei lokasi tersebut.

Rahman yang di masa lalu pernah bekerja di perusahaan HPH, menceritakan sebagian besar hutan, baik yang berada di tepi pantai maupun kawasan gambut di pantai timur Kabupaten OKI, sebenarnya sudah habis pada 2000-an. “Gundul. Tapi, perlahan membaik. Sebagian pohon tumbuh alami dan juga adanya rehabilitasi yang dilakukan sejumlah pihak,” katanya.

“Jadi perbaikan hutan mangrove ini jelas kami dukung sebab menguntungkan kami,” katanya.

 

Hutan mangrove di sub DAS Mengkudu di Kabupaten OKI, Sumsel, yang rusak direncanakan akan direhabilitasi seluas 60 hektar. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Syafrul menambahkan, program ini akan dimulai Oktober 2018. Awalnya dilakukan upaya pembasahan lahan. “Caranya mendalami anak-anak sungai atau kali yang berada di lokasi, yang selama ini tertimbun tanah akibat kawasan sudah gundul,” katanya.

Pada saat bersamaan dilakukan pembibitan mangrove yang melibatkan masyarakat. “Jenis mangrove yang ditanam sesuai dengan jenis yang selama ini tumbuh dan berkembang. Misalnya, pedada dan beberapa jenis lainnya,” jelasnya.

Selanjutnya tentu saja penanaman dan perawatan. “Jika berhasil, bukan tidak mungkin ke depan kawasan ini menjadi objek wisata hutan mangrove karena gampang diakses melalui Desa Sungai Batang,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version