Mongabay.co.id

Kasus Penyelam Menunggangi Hiu Paus di Nabire,  Melukai atau ‘Hanya Bermain’?

Setiap tanggal 10 Agustus, Indonesia memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN). HKAN pertama kali diperingati pada 10 Agustus 2009, setelah Presiden kala itu, Soesilo Bambang Yudhoyono, menetapkannya dengan Keppres No.22/2009.

Adanya HKAN bertujuan untuk mengkampanyekan pentingnya konservasi bagi alam dan keterkaitannya dengan kehidupan manusia sendiri. Sekaligus memberikan edukasi dan peran aktif masyarakat dalam menyelamatkan alam ini. Seperti tidak merusak lingkungan, tidak mencemari, tidak membuang sampah, terutama di kawasan-kawasan konservasi, dan peduli terhadap flora serta fauna terutama yang dilindungi.

Tetapi sayangnya, sebelum HKAN 10 Agustus 2018, ada elemen masyarakat yang merusak semangat konservasi itu.  Pada Minggu (5/8/2018), beberapa penyelam domestik, yang ikut dalam paket menyelam live on board  (LoB) dengan Kapal Sea Safari, melakukan tindakan tercela terhadap salah satu satwa laut, icon ekowisata Teluk Cendrawasih, Papua, yaitu hiu paus (Rhincodon typus), dengan menunggangi, mengerubuti, bahkan sampai memegang sirip, buntut, dan mulut hiu paus.

Padahal hiu paus merupakan hewan yang dilindungi, sesuai Appendiks II CITES dan daftar merah IUCN berkategori hewan rentan punah (vulnerable). Indonesia juga telah melindungi satwa ini melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.18/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus.

Karena itu, tindakan beberapa oknum penyelam yang menunggangi dan memegang beberapa bagian tubuh hiu paus itu, jelas-jelas sangat berpotensi membuat ikan hiu terbesar itu stres, dan dampaknya secara perlahan-lahan bisa membuat hiu paus itu pergi dari habitatnya di Kwatisore, Nabire. Bahkan bisa mati karena stres.

baca :  llmuwan AS Periksa Kesehatan Ikan Hiu di TN Teluk Cendrawasih. Apa Hasilnya?

 

Hiu paus di perairan kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Nabire, Papua. Hiu paus merupakan satwa laut iconik TN Teluk Cendrawasih. Foto : Papua Pro/Mongabay Indonesia

 

Parahnya lagi, setelah berinteraksi dengan hiu paus itu, para penyelam itu mengunggah foto dan video rekamannya ke media sosial, yang langsung viral dan dikomentari banyak pihak. Banyak kecaman ditujukan kepada para penyelam itu, terutama dari para penggiat konservasi dan penyelam.

Salah satunya Kaka Slank yang juga seorang penyelam, yang mengaku geram melalui cuitan twitter-nya dengan men-tag Menteri Kelautan dan Perikanan Susi pudjiastuti dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

“Ada yg ngabarin video ini dari teluk cendrawasih papua. Divers menunggangi whale shark (emoticon) @susipudjiastuti @SitiNurbayaLHK”, tulis Kaka dalam cuitannya.

Dan langsung mendapat tanggapan keras dari @susipudjiastuti pada Jumat (10/8/2018): “Lets investigate who was doing this shameful recreation”.

 

 

Melalui cuitan Kaka Slank itulah, pihak Balai Taman Nasional (TN) Teluk Cendrawasih beserta LSM Papua Pro, LSM yang bergerak dalam ekowisata di Nabire, terutama tentang hiu paus, langsung bereaksi cepat dengan melaporkan perbuatan tersebut ke pihak yang berwajib.

“Bahwa dalam 10 tahun semenjak dikembangkannya ekowisata hiu paus, baru ini terjadi pelanggaran berat seperti ini,” Ketua yang juga pendiri Papua Pro, Bram Maruanaya yang dihubungi Mongabay Indonesia pada Sabtu (11/8/2018).

baca juga :  Video: Hiu Paus di Papua Diselamatkan dari Ikatan Jaring

 

Gelar Perkara

Sedangkan Aswadi Hamid, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Pengelolaan TN Wilayah I Nabire, Balai Besar TN Teluk Cendrawasih, ikut mengawal kasus tersebut dengan mengikuti gelar perkara yang dilakukan oleh Polres Biak Numfor, Papua. Dalam gelar perkara itu, para pelaku yaitu YT (41), HS (48), DMS (34), seorang wanita EL (53),  dan dua orang saksi diperiksa secara marathon pada Jumat (10/8/2018), sejak pukul 08.00 sampai 24.00 WIT.

Tak kurang tiga orang jaksa, diantaranya jaksa pidana umum dan pidana khusus untuk menelaah pasal apa saja yang bisa digunakan untuk menjerat para pelaku. Peraturan yang digunakan adalah UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE).

Sayangnya, dari beberapa pasal dalam UU KSDAE yang ditelaah mendalam, yaitu pasal 21 dan 33, tidak ditemukan kata menyentuh ataupun menunggangi, hanya terdapat kata melukai dan memelihara. Sehingga sampai akhir gelar perkara tetap tidak ditemukan sanksi pidana yang dapat menjerat pelaku.

Pihak pelaku sendiri mengaku tidak tahu apabila tidak diperbolehkan menyentuh hiu paus dn mengatakan bahwa pihak Sea Safari tidak melakukan briefing sebelumnya, jelas Aswadi yang dihubungi Mongabay Indonesia pada Minggu (12/8/2018).

menarik dibaca :  Wisata Hiu Paus di Gorontalo dan Kelestarian yang Harus Dijaga

 

Seorang penyelam berada di dekat hiu paus di perairan kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Nabire, Papua. Foto : Papua Pro/Mongabay Indonesia

 

Tetapi pihak LoB Kapal Sea Safari dalam berita acara yang dibuatnya, membantah dengan menyebutkan pemandu selamnya telah melakukan briefing beberapa saat sebelum penyelaman dilakukan dengan semua tamu tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat melakukan penyelaman, termasuk aturan berinteraksi dengan hiu paus, seperti dilarang memegang atau menyentuh hiu paus dan maksimal penyelaman satu jam.

Dijelaskan LoB Kapal Sea Safari, pada penyelaman pertama memang lancar sesuai arahan pemandu selam, tetapi pada penyelaman kedua di menit 30, beberapa penyelam melakukan perbuatan tercela dengan memegang dan menunggangi hiu paus, dan padahal sudah diingatkan oleh pemandu selam, yang dengan kemudian menghentikan penyelaman dan pindah lokasi penyelaman.

Hal tersebut juga diketahui pihak Balai Besar TN Teluk Cendrawasih, karena ada seorang ranger TN yang ikut dalam Kapal Sea Safari yang telah berizin Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) SI.31/T6/TU/TEK/P2/8/2018. Tetapi karena keterbatasan alat dan banyaknya penyelam, ranger tersebut memutuskan untuk mengawasi dari atas kapal saja. Sedangkan tanggung jawab di laut diserahkan kepada pemandu selam.

Sangat disayangkan kejadian itu bisa terjadi, mengingat beberapa tersangka adalah para penyelam senior, yang seharusnya paham akan hal mendasar tentang aturan dan kode etik penyelaman.

Perkara ini kemudian diselesaikan dengan mediasi yang di dalamnya terdapat beberapa tuntutan yang harus dipenuhi oleh para pelaku. Jika melihat dari facebook salah satu pelaku YT, memang terlihat tidak menghargai etika menyelam. Terlihat dari salah satu postingan foto di facebook YT, ada foto seorang penyelam yang menduduki karang, yang menurut keterangannya sendiri, diambil di perairan Wakatobi.

baca :  Hiu Paus Akan Masuk Akuarium Raksasa di Ancol?

 

Seorang penyelam berada di dekat hiu paus di perairan kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Nabire, Papua. Foto : Papua Pro/Mongabay Indonesia

 

Tuntutan TN Teluk Cendrawasih

Aswadi pun menambahkan, bahwa pihak Balai Besar TN Teluk Cendrawasih sangat mengutuk perbuatan pelaku, yang jelas-jelas melakukan pelecehan dan melanggar aturan SOP tentang menyelam dengan Hiu Paus yang telah dibuat.

Rombongan penyelam itu terbukti melanggar aturan penyelaman seperti dilarang menyentuh dan/atau mengejar hiu paus secara aktif. Dan para penyelam harus tetap tenang dan berenang ke samping ketika mendekati hiu paus.

Pihak TN Teluk Cendrawasih sendiri, kata Aswadi, mengajukan tuntutan kepada pelaku dan operator wisata selam yaitu

  1. Memberikan teguran keras kepada para pelaku
  2. Memberikan peringatan dan pembinaan dalam bentuk penyampaian ulang SOP, pengarahan lebih lanjut tentang kawasan TN Teluk Cendrawasih.
  3. Membuat surat pernyataan tertulis dan membuat pernyataan maaf dan tidak akan mengulangi lagi di video dan diunggah serta diviralkan di media sosial dan beberapa media massa lainnya.
  4. Menyelidiki lebih lanjut operator selam atau kapal yang membawa pelaku, apakah hal ini merupakan kelalaian dari operator selam ataukah para pelaku yang bersangkutan. Jika ditemukan pelanggaraan dari operator selam, maka ijin masuk kawasan TN Teluk Cendrawasih akan dicabut.
  5. Akan mengusulkan kepada agensi pemberi lisensi selam para pelaku, untuk dicabut izin penyelamannya.

Sedangkan Bram Manuaraya, salah satu perintis ekowisata hiu paus di kawasan TN Teluk Cendrawasih juga mengutuk dan menyesalkan kejadian tersebut karena membahayakan kehidupan hiu paus.

“Kawasan Teluk Cendrawasih ini sangat unik, karena telah dilakukan beberapa penelitian oleh beberapa LSM dan pihak terkait, ada sekitar 130 ekor hiu paus yang terdeteksi dengan cara pemasangan tagging. Di derah Kwatisore saja, ada sekitar 300-400 ekor (hius paus) yang belum terdeteksi. Belum di seluruh Teluk Cendrawasih,” kata Bram.

menarik dibaca : Hiu Terbesar Tapi Jinak Dan Bukan Karnivora, Begini 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus  

 

Satu dari 26 ekor hiu paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua yang diteliti oleh Tim peneliti memeriksa kesehatan dari 26 ekor hiu paus di TN Teluk Cenderawasih, Papua Barat. Foto: Mark V Erdmann/CI Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Sementara Avandy Djuanaidi, seorang penyelam senior di Bali, menyayangkan tidak ada sanksi yang tegas terhadap para oknum tersebut. “Yang ada hanya sanksi moral dan dikucilkan oleh sesama penyelam,” kata Avandy yang dihubungi Mongabay Indonesia pada Sabtu (11/8/2018).

Dia berharap pemerintah harus segera menyusun dan membuat peraturan yang melindungi kekayaan dan konservasi alamnya, dengan sanksi pidana yang jelas dan tegas bagi para pelanggarnya. Sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang melakukan pelecehan terhadap hiu paus lagi.

 

Exit mobile version