Mongabay.co.id

‘Mesin’ Penghilang Bau, Solusi Instan Kali Sentiong, Langkah ke Depan?

Petugas kebersihan menjaga dan membersihkan sampah-sampah yang masih mengambang di Kali Sentiong. Foto: Indra NUgraha/ Mongabay Indonesia

 

Kali Sentiong yang berair hitam dan berbau tak sedap coba disulap jadi sungai tak cantik menjelang menyambut Asian Games. Berbagai carapun dilakukan dari pasang jaring, tebar serbuk hijau sampai pasang alat penghilang bau. Bagaimana langkah ke depan, untuk mengatasi pencemaran sungai?

 

Air Sungai Sentiong, orang biasa menyebut nama kali item itu,  benar-benar berwarna hitam pekat. Tumpukan sampah mengalir di sungai sepanjang 700 meter itu mengeluarkan bau tak sedap.

Kala Mongabay, mendatangi kali itu, Sabtu pekan lalu beberapa pekerja tampak sibuk mengais tumpukan sampah dengan jaring. Sampah terus diangkut, namun aliran sampah-sampah tak kunjung berhenti. Terus berdatangan.

Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena lokasi kali ini tepat di belakang Wisma Atlet.

Gelaran Asian Games, sudah dekat.  Aksi ‘kilat’ pun dilakukan khawatir mengganggu kenyamanan atlet dari berbagai negara ini.

Sebelum itu, Pemprov Jakarta memasang jaring berwarna hitam di sepanjang aliran sungai. Harapannya, jaring hitam bisa menutupi kali tetapi bau menyengat tak juga hilang, tumpukan sampah tak juga berkurang. Pemasangan jaring hitam menimbulkan banyak reaksi pro dan kontra. Deogone, bubuk berwarna hijau penghilang bau juga sempat ditebar.

Selanjutnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memasang enam alat bernama plasma nano bubble di sepanjang aliran Sungai Sentiong.

“Hari ini kita pasang empat alat plasma nano bubble. Dua minggu lalu, LIPI juga memasang alat serupa,” kata MR Karliansyah, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK ditemui Mongabay di lokasi pemasangan alat.

 

Alat penghilang bau

Cara bekerja alat berbentuk balok berbahan stainles ini, di permukaan air, pengumpul oksigen (oxygen concentrator) dalam alat itu menangkap udara dan mengambil unsur oksigen. Di ruang normal udara, oksigen murni (O2) 20%, sebagian besar (78%) berupa nitrogen, dan sedikit unsur lain.

Oksigen ini diambil dan dikumpulkan oxygen concentrator, nitrogen dikembalikan ke udara. Oksigen dalam oxygen concentrator lalu masuk ke plasma generator. Sebagian oksigen diubah jadi ozon (O3). Udara terdiri unsur O3 (10%) dan O2 dialirkan ke nano nozzle. Nano nozzle ini mengirimkan O3 dan O2 sebanyak 10 liter per menit berbentuk partikel nano.  Partikel ini berkontribusi dalam penambahan oksigen berukuran nano dengan kapasitas 22 meter kubik per jam air.

 

MR Karliansyah, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK (berkaos putih), kala meninjau ‘mesin’ penghilang bau yang dipasang bekerjasama dengan LIPI. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Pada skala laboratorium, nano partikel berupa oksigen tahan di air sampai 30 hari. Dengan begitu, bakteri menjadi aktif kembali dan bau bisa berkurang.

Bau Kali Sentiong bersumber dari pembusukan sampah rumah tangga dan limbah usaha skala kecil. Air dengan kadar oksigen terlarut yang rendah, membuat limbah dan sampah organik tak membusuk sempurna. Sebagian limbah terendap menjadi sedimen lumpur di bawah kolom air.

Sebelumnya, pada 26 Juli 2018,  Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) KLHK telah mengirimkan tim untuk survei dan sampling kualitas air. Hasil survei menunjukkan, beberapa fakta adalah kondisi sungai berwarna hitam, bau menyengat khas bau sungai tak mengalir lancar.

Hasil pengukuran kualitas air khusus parameter dissolved oxygen (DO) di hulu, tengah dan hilir menunjukkan, kualitas air di lokasi itu jauh di bawah mutu air kelas empat (paling bawah) atau sangat buruk hingga tak memungkinkan ekosistem akuatik dapat hidup normal.

“Dari dua alat yang dipasang sebelumnya juga menunjukkan bau berkurang. Tambah lagi hari ini empat alat kan? Kalau bakteri berfungsi dan alat jalan terus, kontribusi pasokan oksigen jalan terus, bakteri pasti berfungsi. Ini kan karena sungai di Balai Besar Sungai, kami tak boleh membendung. Hanya sebagian. Hasilnya cukup bagus,” katanya seraya bilang, sedimen sungai ini mencapai tiga meter.

Karliansyah bilang, dengan alat ini membuat kadar oksigen di perairan sungai meningkat hingga bakteri pengurai bau kembali aktif.

“Perairan itu kadar oksigen minimal empat Ppm. Di sini minggu lalu kami ukur, itu kadar oksigen 0,07 Ppm. Artinya,  bakteri gak bisa berfungsi karena tak ada oksigen. Jadi alat ini berfungsi menambah kadar oksigen di perairan supaya bakteri kembali aktif mengurai limbah.  Kalau sudah diurai, otomatis bau hilang. Air juga nanti jernih,” katanya.

Alat ini satu unit Rp50 juta. Ia bisa mengurai bau seluas 20×20 meter. Saat ini baru enam unit dipasang dengan target sepanjang aliran Sungai Sentiong, 20 plasma nano bubble.

“Untuk 20 unit itu, kami di pemerintah itu kan, kalau di atas Rp200 juta harus lelang, harus terbuka. Butuh waktu dan proses. Kalau upaya pengendalian pencemaran itu sudah dari dulu kita lakukan. Kebetulan ada tamu. Kita lihat nanti. Kalau sesuai prosedur, harus lelang. Kita lihat dana di kami. Kalau masih ada dana, kita akan tambah lagi.” Dia meminta, Pemerintah Jakarta, juga sama-sama mengatasi masalah ini.

Enam bulan setelah pemasangan alat, katanya, akan evaluasi. Kalau bagus, akan diperpanjang dan kemungkinan diperluas ke daerah lain.

“Sumber pencemar kita tutup. Industri-industri di sepanjang aliran sungai kita minta memenuhi baku mutu. Pengawasan ketat. Izin juga ada pengawasan. Kalau sudah terlanjur seperti ini, ya harus segera kita pulihkan. Salah satu cara melalui pemasangan alat seperti ini,” katanya.

 

Solusi jangka pendek, seharusnya?

Dia akui, pemasangan alat plasma nano bubble, sebagai solusi jangka pendek. Pemulihan kualitas air dan ekosistem Kali Sentiong jangka panjang, katanya, dengan mengendalikan pencemaran dari sumber yang masuk ke Kali Sentiong seperti air limbah dan sampah dari kegiatan rumah tangga dan kegiatan usaha kecil.

Solusi jangka panjang, katanya, dengan membangun dan mengoperasikan instalasi pengolahan air limbah dan sampah.

“Jakarta kan punya sistem pengolahan air limbah. Seperti yang di bendungan Setiabudi itu. Itu ada 16 zona. Kalau itu semua jalan, gak akan ribet lagi. Ini kan yang berfungsi baru dua, Setiabudi dan Kerukut. Yang lain nyusul. Di Setiabudi bagus.”

Anto Tri Sugiarto, peneliti Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI mengatakan, memiliki paten kedua alat itu, yakni paten plasma dan paten nano bubbling. Kedua paten ini dia dapatkan pada 2010 dan 2017.

“Dua alat sebelumnya dipasang dua minggu lalu. Hasilnya, bau berkurang, kami lakukan dengan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta. Kami mengukur sampai ke Jubile. Sekarang kadar masih lumayan. Cuma ke arah sana, sudah tak ada oksigen lagi karena alat belum dipasang,” katanya.

 

Kali Sentiong, juga dikenal Kali Item, dengan air hitam dan bau. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, harga alat mahal meskipun gunakan bahan baku lokal dan dibuat di Bandung karena belum produksi massal.

Pemasangan alat ini, kata Anto, diharapkan tak hanya selama Asian Games tetapi berlanjut pada gelaran para Sea Games,  Oktober mendatang.

“Kami sebenarnya menggunakan alat ini di tambak udang. Sama, budidaya udang juga membutuhkan oksigen. Kami ada empat unit di Lampung. Kami juga ada rencana kerjasama dengan KLHK di Danau Maninjau.”

Dia cerita kendala kala pemasangan alat di Kali Sentiong, karena ada arus pasang surut hingga menyulitkan untuk mengkondisikan alat. Belum lagi kalau ada banjir, sampah menumpuk di sungai itu.

“Sejauh ini cukup efektif. Sebelumnya kadar oksigen nol koma. Sekarang sudah bisa di atas tiga. Kemarin sudah lima. Bagusnya empat,” katanya.

 

Limbah medis

Selain soal Kali Sentiong, gelaran Asian Games juga berpotensi menghasilkan limbah bahan beracun berbahaya (B3) dan medis yang bersumber dari tes dopping dan medical station selama masa latihan para atlet, pertandingan, hingga seluruh kegiatan berakhir.

KLHK melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) berkoordinasi dengan INASGOC mengantisipasi limbah ini.

Hasil koordinasi menyepakati, KLHK bersama Jasa Pengelola Limbah B3 akan menyediakan perlengkapan penanganan limbah medis berupa lima belas wheel bin ukuran 240 liter, 100 infectious bin, 650 safety box, plastik kuning kemasan limbah medis, lima coolbox ukuran 125 liter, empat drop box untuk limbah B3 non medis yaitu electronic waste dan satu cold storage.

“Mekanisme pengelolaan berupa pengambilan limbah medis dari setiap titik-titik kegiatan di Jakarta setiap dua hari sekali untuk diangkut dan diolah di fasilitas pengolahan Limbah B3. Di Palembang akan disiapkan cold storage sebagai fasilitas penyimpanan sementara limbah medis,” kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Rosa Vivien Ratnawati dalam siaran pers.

 

Keterangan foto utama: Petugas kebersihan menjaga dan membersihkan sampah-sampah yang masih mengambang di Kali Sentiong. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

Box stainles, alat penghilang bau yang dipasang di Kali Sentiong. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version