Mongabay.co.id

Tolak Perusahaan Tambang, Warga Sanga-sanga Upacara Kemerdekaan Indonesia di Area Konsesi

 

Ratusan warga RT 24 Kelurahan Sanga-sanga Dalam, Kecamatan Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, menggelar upacara bendera HUT RI ke-73 di kawasan konsesi tambang milik CV. Sanga-sanga Perkasa (SSP), Jum’at (17/8/2018). Upacara tersebut merupakan simbol perlawanan warga pada bentuk penjajahan kapitalis yang masih berlangsung di lingkungan mereka.

Kepada Mongabay Indonesia, Ketua RT 24 Sanga-sanga, M. Zainuri mengatakan, upacara diikuti kurang lebih 150 orang dari jumlah total warga 250 jiwa. Peserta terdiri dari para laki-laki, perempuan, dan anak-anak. “Indonesia memang sudah 73 tahun merdeka, tapi kami masih berjuang. Kami sedang melawan tambang. Warga dengan penuh kesadaran mengikuti upacara tadi, bahkan ada ibu-ibu bawa bayi berusia enam bulan,” katanya.

Zainuri menjelaskan, CV. SSP merupakan perusahaan tambang batubara berstatus legal, yang selama belasan tahun menambang di RT 24 Kecamatan Sanga-sanga. Izin usaha perusahaan tersebut awal mula dikeluarkan oleh Kabupaten Kukar dan sudah berakhir di 2014. Perusahaan itu memercayakan penggalian batubara pada kontraktor bernama PT. Putra Mandiri (PM). Setelah izin berakhir, PT. PM langsung memulangkan semua alat, dan CV SSP sendiri langsung meninggalkan area pertambangan. Namun, perusahaan meninggalkan konsesi tambang begitu saja tanpa ada reklamasi.

“Perusahaan tidak mereklamasi lubang-lubang galian tambang. Ada satu lubang yang kini membentuk danau seluas 6 hektar dengan kedalaman 40 hingga 50 meter. Danau itu merupakan dua gabungan lubang tambang yang sama-sama ditinggalkan,” jelasnya.

Baca:   Enam Kampung di Kutai Barat akan Ditambang, Warga Gigih Menolak

 

Warga Sanga-sanga Dalam, Kecamatan Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, menggelar upacara bendera HUT RI ke-73 di kawasan konsesi tambang CV. Sanga-sanga Perkasa (SSP), Jum’at (17/8/2018). Foto: Ketua RT 24 Sanga-sanga, M. Zainuri

 

Letak danau itu hanya berjarak 100 meter dari permukiman warga RT 24, dengan kondisi air yang penuh dan selalu meluap kala hujan. Warga selalu kebanjiran, tidak hanya air tapi juga lumpur dan pasir. Danau itu juga pernah jebol di 2015, rumah-rumah warga hancur. Lahan perkebunan mereka juga rusak, tidak ada pertanggungjawaban perusahaan.

“Setelah pergi seenaknya dan meninggalkan danau yang bisa jebol kapan saja, kini mereka datang lagi. Izin tambang mereka sudah keluar lagi, ini yang kami perangi. Memang perusahaan tersebut sudah berganti kepemilikan, take over istilahnya. Namun, tetap saja mereka akan mengulangi kejahatannya. Ini dibuktikan dengan izin usaha yang ternyata belum lengkap tapi sudah nekat menambang,” jelasnya.

April 2018, setelah take over dengan pemilik yang baru, CV. SSP kembali melakukan sosialisasi di masyarakat RT 24. Mereka menegaskan akan kembali menambang di lokasi yang sama. Sontak warga menolak.

Menurut Zainuri, perlawanan masyarakat dimulai Juli 2018. Untuk kali pertama, warga RT 24 menggelar unjuk rasa di Kantor Dinas Pertambangan Kukar dan Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Warga yang kesal kemudian berencana menggelar aksi penghentian aktivitas tambang, namun terganjal pidana berdasarkan keterangan pihak kepolisian.

“Menurut aparat, kami bisa dipidana bila menghentikan tambang legal. Tapi, kami mengambil semua langkah, kami berulang kali melapor ke Dinas Pertambangan Kukar,” sebutnya.

Baca juga: Warga Ongko Asa Tak Pernah Rela Kampungnya Ditambang

 

Indonesia memang sudah 73 tahun merdeka, tapi masyarakat Sanga-sanga masih berjuang melawan tambang yang merusak lingkungan mereka. Foto: Ketua RT 24 Sanga-sanga, M. Zainuri

 

Keberadaan tambang, sebelumnya telah merusak lingkungan dan menutup sumur-sumur air yang dikonsumsi warga. Pada 30 Juli 2018, warga RT 24 akhirnya nekat memblokade jalan masuk perusahaan yang ada di lingkungan mereka. Armada perusahaan tidak diperbolehkan lewat lantaran perusahaan terbukti belum memiliki izin lingkungan sah.

“Distamben sudah cek IUP CV. SSP, ternyata izin lingkungan perusahaan tersebut belum ada. Dinas ESDM kemudian mengambil langkah, menghentikan sementara aktivitas tambang. Perusahaan tidak diperbolehkan menjual batubaranya hingga urusan izin selesai. Kami diberi kewenangan mengawasi,” sebutnya.

Dalam pertemuan bersama Dinas ESDM, perusahaan CV. SSP, DPMPTSP Provinsi Kaltim, Dinas Lingkungan Hidup dan kehutanan Kabupaten Kukar, warga menegaskan beberapa tuntutan. Yakni, mendesak pemerintah segera mencabut IUP OP CV SSP. Apabila pemerintah memaksakan CV SSP tetap berjalan, maka dipastikan akan terjadi konflik lebih besar lagi.

“Kami berhak menuntut, karena warga sepakat untuk melawan tambang. Warga sudah geram melihat kerusakan yang ditimbulkan. Apalagi, sumber air mereka sebagian ditimbun CV. SSP,” kata Zainuri.

 

Warga Sanga-sanga sepakat melawan tambang. Warga sudah geram melihat kerusakan yang terjadi. Foto: Ketua RT 24 Sanga-sanga, M. Zainuri

 

Selesai upacara, warga mengecek lahan tambang perusahaan CV SSP. Warga melihat tumpukan batubara sudah hilang, padahal, saat sidak bersama pada 3 Agustus, masih ada. “Kami akan laporkan kejadian ini pada dinas terkait. Kami tidak akan membiarkan mereka melakukan kejahatan lagi, karena mereka pernah merusak lahan pertanian dan memporak-porandakan rumah kami,” terangnya.

Warga juga sudah melaporkan pelanggaran CV. SSP yang dibuktikan dengan foto-foto dan video penjualan batubara kepada Wakil DPRD Provinsi Kaltim. “Kami sudah sampaikan ke Bapak Samsun melalui pesan WhatsApp. Pak Samsun menyatakan akan segera menindaklanjuti ke Dinas ESDM,” jelasnya.

 

Tumpahan batubara di pantai Aceh Besar, Aceh, ini tidak hanya mencemari lingkungan tapi juga merusak terumbu karang dan mengganggu kehidupan biota laut. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sudah dilarang

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan, sesuai perintah Dinas ESDM tertanggal 3 Agustus 2018, pada poin 5 dan poin 2, disebutkan: Pada 25 Juli 2018, CV. SSP telah dilarang untuk melakukan kegiatan penambangan. CV. SSP diharuskan melakukan penataan lahan untuk mengakomodir limpasan air sehingga tidak berdampak banjir di RT 24.

“Berdasarkan hasil tinjauan lapangan di hari kemerdekaan ini, diminta sekali lagi kepada CV. SSP untuk tidak melakukan penambangan hingga memenuhi atau melengkapi dokumen-dokumen perizinan seperti halnya izin lingkungan. Termasuk juga, pembuangan air limbah dan izin pengelolaan B3. Perusahaan harus membuat peta water management dan segera membuat setlin pond atau penampungan air tambang dengan memperhitungkan antara tangkapan air dengan kapasitas tampung,” terangnya.

 

Lingkungan yang sehat adalah hak masyarakat Indonesia untuk menikmatinya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sesuai pernyataan Dinas ESDM Kaltim dan hasil peninjauan laporan di kantor Camat Sanga-sanga, maka penandatangan berita acara hasil peninjauan tertanggal 3 Agustus, merupakan peringatan terakhir bagi CV SSP.   “Warga RT 24 yang menuntut CV. SSP diberi sanksi tegas dan izin operasionalnya dicabut sudah sepatutnya ditindaklanjuti,” tandas Rupang.

 

 

Exit mobile version