Mongabay.co.id

Begini Menelusuri Ikan Hasil Budidaya di Meja Makanmu

Kalau tidak makan ikan, saya tenggelamkan. Kalimat ini menjadi sihir Menteri Susi Pudjiastuti. Tapi, sebaiknya tak sekadar makan, juga perlu mengetahui sumber ikan yang dimakan, bagaimana sampai ke warung atau meja makan. Apakah hasil tangkapan atau dibudidayakan.

Jika dibudidayakan, apakah tidak merusak ekosistem sekitarnya? Apakah membuat sumber cemaran baru di danau, sungai, dan sumber air lainnya?

***

Tambak-tambak di pinggir danau Toba dan Batur terlihat indah dari kejauhan. Aktivitas peternak ikan juga menenangkan, mereka mengayuh sampan di danau indah. Ikan-ikan dalam keramba ini jika dipanen pasti enak dan gurih sekali. Digoreng atau dipepes dengan bumbu yang melimpah. Namun, ikan-ikan gemuk hasil budidaya di tambak danau atau pinggir-pinggir jalan ini punya cerita di baliknya.

Nur Ahyani, Responsible Aquaculture Programme WWF Indonesia di Denpasar, Bali, membagi pengetahuannya terkait perikanan budidaya. Apa bedanya dengan perikanan tangkap di alam? Ia menyimpulkan, perikanan budidaya ada campur tangan manusia, membesarkan sumber pangan, tujuannya lebih ke bisnis.

Jadi bisa diprediksi kapan ditangkap, dan ukurannya. Sementara perikanan tangkap lebih ke berburu, banyak unsur ketidakpastian karena di laut lepas.

Prediksi perikanan global (Sofia, 2016) oleh FAO, kontribusi perikanan tangkap lebih besar dibanding budidaya. Dari 167,2 juta ton hampir 90% untuk konsumsi manusia. Namun produksi perikanan tangkap stagnan sejak 1990, sebaliknya aquakultur meningkat tiap tahun.

Khususnya di Asia, perikanan budidaya terus meningkat. Akuakultur produksinya jauh melampaui perikanan tangkap. Sejumlah top produser budidaya adalah Cina dan Indonesia.

baca : Sejak 1950, Perikanan Budidaya Indonesia Lambat Berkembang, Kenapa Demikian?

 

Warga menggunakan sampan menuju keramba jaring apung di Danau Batur, Bangli, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Perikanan budidaya menyumbang pangan dalam jumlah besar tapi ada perubahan muncul. Dampak ekosistem misal ada konversi habitat mangrove menjadi tambak-tambak. Untuk mengubah salinitas air petambak perlu campur air asin dan tawar air tanah. Jika air asin meresap, salinitas meningkat.

Dampak lainnya yang perlu dicegah adalah pencemaran air dari bahan organik seperti urea, fosfor dari sisa pakan. “Kalau pakan buatan atau pelet menggunakan sumber tepung dan minyak ikan biasanya dari hasil bycatch (tangkapan sampingan),” ingat Nur. Ini juga berpengaruh pada perikanan tangkap di lautan. Misalnya udang karnivora perlu protein, makin tinggi kebutuhan pakan berpengaruh pada perikanan tangkap.

baca : Nasib Danau Malili Kini, Ikan Endemik pun Nyaris Hilang…

Dampak buruk lainnya yang kemungkinan muncul adalah introduksi atau invasi spesies asing. Tiap perairan punya spesies asli, jika didatangkan benih dari luar negeri bisa jadi kemungkinan ini terjadi. Misal udang windu diganti vaname karena serangan penyakit. “Jika terbebas ke laut, dia lebih tahan dan berkembang lebih cepat, sementara spesies asli bisa punah,” cerita Nur. Pengambilan benih dari alam juga ada sisi baik dan buruknya.

Dampak lain yang perlu diwaspadai adalah konflik pemanfaatan ruang, terutama jika dilakukan di sumber air untuk publik. Misalnya di danau, kalau banyak tertutup keramba, nelayan sulit lewat dan aktivitas warga lainnya terganggu.

Namun perikanan budidaya tentu banyak memberi manfaat. Misal secara sosial ekonomi pembukaan lapangan kerja.

baca juga : Saat Ikan Endemik Danau Sentani Terancam Punah akibat Pendangkalan, Limbah dan Ikan Introduksi

 

Seorang pekerja tengah memberikan makanan ikan di keramba jaring apung yang ada di Danau Toba. Foto: Ayat S karokaro/Mongabay Indonesia

 

Sustainable Aquakultur

Untuk menghindari dampak buruk, solusinya melakukan budidaya bertanggungjawab. Mendorong ramah lingkungan, WWF menggunakan 2 sistem, Aqualture Stewardess Council (ASC) untuk mengukur performa dan Better Management Practices ketika menerapkan caranya.

Sertifikasi ASC ini menurut Nur meliputi legal sesuai zonasi, tidak membuat budidaya di zona inti konservasi. Kemudian mampu melestarikan biodiversitas, sumber air, ekosistemnya.
Dari aspek kesejahteraan dan kesehatan misalnya mengukur oksigen agar kecukupannya terkendali, dan penanganan ikan mati. Juga diukur tanggungjawab sosial pada pekerja, menyangkut hak yang adil dan tidak melakukan diskriminasi.

ASC sudah diterapkan pada komoditas budidaya rumput laut, udang vaname, windu. Sementara untuk spesies laut ada kakap, baramudi, dan tilapia. Lokasi kerja WWF di ataranya Aceh pendampingan budidaya udang. ASC atau green eco label diberikan pada PT MMA yang membeli hasil pembudidaya udang windu di Tarakan, Kalimantan Timur. Usaha mulai 2008 dan baru dapat sertifikat ASC.

Pembudidaya umum skala kecil tanpa ASC tunduk pada standar upaya kelola lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) untuk pengelolaan limbahnya yang dilakukan oleh pemerintah.

menarik dibaca : Soal Keramba dan Kualitas Air Danau Toba, Begini Hasil Kajian Terbaru LIPI

 

Pekerja sedang memanen ikan nila dari budidaya keramba jaring apung di Danau Toba, Sumut. Tingkat produksi ikan nila dipengaruhi salah satunya oleh pakan ikan yang baik. Foto : Ariefsyah Nasution/WWF Indonesia/Mongabay Indonesia

Sebagai edukasi publik, pendidikan ketelusuran sumber protein penting ini disajikan dalam Seafood Savers untuk industri dan Seafood Adviser bagi penikmat seafood yang ingin lebih bertanggungjawab. Selain itu ada Jaring Nusantara untuk jejaring NGO dan komunitas.

Bayu, seorang mahasiswa dalam diskusi soal budidaya ini gelisah, jika ada keramba jaring apung (KJA) dekat terumbu-terumbu karang di pesisir Pemuteran, Buleleng apakah tidak merusak? Nur menjawab lugas, Idealnya KJA harus sesuai zona pemanfaatan ruang dan tak merusak ekosistem. Misalnya ada kebijakan melakukan pemulihan mangrove 50% setelah 1999.

 

Budidaya KJA

Sebuah laporan penelitian dari Universitas Udayana pada akhir 2017 menyebutkan Danau Batur merupakan salah satu dari 15 danau prioritas nasional di Indonesia bersama beberapa danau lainnya yaitu Danau Toba, Maninjau, Danau Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Semayang Melintang Jempang, Sentarum, Sentani, Rawadanau, dan Rawapening (KLH, 2011). Hal ini ditetapkan pada saat Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) I pada 13 Agustus 2009 di Denpasar.

Kontaminasi bahan pencemar yang berasal dari aktivitas, pertanian, perikanan, maupun kegiatan rumah tangga disebutkan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang signifikan pada danau. Terdapat 7 jenis ikan di Danau Batur yakni Mujair, Nila, Louhan, Gabus, Wader, Lele, dan Tawes. Namun berdasar survei hasil tangkapan pada 22 nelayan di Danau Batur hanya ditemukan 4 jenis ikan hasil tangkapan, yakni Nila, Nila Kuning, Mujair, dan Tawes.

Sejumlah rekomendasi peneliti diketuai Prof I Wayan Arthana menyebutkan untuk budidaya yang lebih aman, kedalaman jaring keramba jaring apung (KJA) sebaiknya dibuat lebih pendek dari 5 meter yaitu 3,5 meter untuk menghindarkan ikan kekurangan oksigen. Selain itu dilengkapi jaring halus bagian bawahnya untuk menampung sisa pakan, feses ikan maupun ikan mati sehingga bisa meminimalisir tambahan materi organik pada dasar perairan danau.

baca juga : Misteri Mati Massal Ikan Keramba Danau Batur Akhirnya Terpecahkan

 

Sedikitnya ratusan ribu ikan budidaya keramba jaring apung di Danau Batur, Bangli, Bali, mati nyaris tiap tahun. Peneliti Unud mencari tahu penyebab dan solusinya. Foto: Suka Merta/Mongabay Indonesia

 

Selanjutnya untuk mengurangi polutan, pada masing-masing unit KJA dirancang dengan tanaman menggunakan sistem akuaponik. Tanaman yang ditumbuhkan bisa berupa jenis sayuran ataupun tanaman air lainnya yang berbunga. Tanaman diharapkan memanfaatkan nitrat sebagai nutrien, sehingga keadaan tanpa oksigen bisa diperkecil dan pertumbuhan ikan lebih maksimal.

Setiap pemilik KJA diharap melakukan pengukuran rutin suhu permukaan air di KJA terutama pada bulan Februari, Juni, Juli, dan Agustus. Untuk mendapatkan peringatan dini kemungkinan terjadinya pembalikan masa air danau (overturn) terutama ketika suhu permukaan danau sudah mendekati suhu 23 derajat celcius.

Selain itu perlu pengaturan jadwal penebaran ikan antar kelompok untuk menghindari panen bersama dan kebutuhan benih dalam jumlah banyak dan waktu yang bersamaan. Jenis-jenis spesies ikan yang populasinya sudah sedikit tetapi sangat berperan menjaga ekosistem Danau Batur yaitu jenis wader (Rasbora sp.) dan gabus (Channa sp.) sebaiknya tidak ditangkap karena jumlahnya sedikit dan sulit restocking.

Exit mobile version