Mongabay.co.id

Ketika Pengadilan Perintahkan Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksana UU Lingkungan

Asap begitu pekat. Foto ini diambil di Jalan Palangkaraya-Pulau Pisau Km 29,5, Kalteng, pada Jumat (9/10/15). Informasinya, api menjalar antara 400 - 600 meter dari tepi jalan, kondisi lapangan air sulit ditemukan, dan jangkauan selang pompa tidak memadai. Foto dari Facebook Januminro, pegiat lingkungan dari Kalteng.

 

Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya, atas gugatan warga (citizen lawsuit) dari Koalisi Masyarakat Sipil.  Gugatan mereka layangkan atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Bumi Tambun Bungai pada 2015. Adapun isi putusan PN Palangkaraya menyatakan,  pemerintah terbukti bersalah dan lalai dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Putusan hakim memerintahkan pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pada September 2017, Pengadilan Tinggi Kalteng,  mengeluarkan putusan bernomor 36/PDT/2017/PT PLK, menguatkan putusan PN Palangkaraya. Para penggugat antara lain, Arie Rompas, Kartika, Fathurrohman, Afandi, Mariaty dan  almarhum Nordin, mantan Direktur Eksekutif Save Our Borneo. Para tergugat, antara lain Presiden Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalteng dan DPRD Kalteng. Gugatan didaftarkan pada 2016.

Sebelum itu, PN Palangkarayqa, mengeluarkan putusan Nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk berisi pemerintah terbukti bersalah dan lalai dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

Putusan pengadilan ini memerintahkan,  pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana (PP) UU 32/2009 tentang PPLH. Pemerintah harus segera terbitkan antara lain, PP tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, PP baku mutu lingkungan meliputi, baku mutu air, laut, udara ambien dan lain-lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga PP tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan, PP instrumen ekonomi lingkungan hidup,  PP tentang analisis risiko lingkungan hidup.

Kemudian, PP tata cara penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan PP tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup. Sedang tuntutan pemerintah meminta maaf terbuka, tidak dikabulkan.

 

Kasasi

Respon pemerintah malah kasasi ke Mahkamah Agung, atas putusan yang memerintahkan membuat berbagai aturan turunan UU Lingkungan Hidup. Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan aksi pemerintah ini.

Dimas Novian Hartono, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng dihubungi Mongabay berharap,  pemerintah mencabut kasasi. Kalaupun tetap lanjut karena prosedur sudah berjalan, dia berharap Mahkamah Agung mengeluarkan putusan menguatkan putusan PN Palangkaraya dan Pengadilan Tinggi.

“Karena dorongan yang teman-teman lakukan melalui gugatan ini merupakan mandat UU yang harus segera dijalankan Pemerintah,” katanya.

 

Kebakaran gambut terjadi di kebun sawit di Dusun Benuang, Desa Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Darussalam, Rokan Hilir. Di dusun ini sedikitnya 14 rumah dan sejumlah kendaraan roda dua hangus terbakar pada pekan lalu. Hingga Jumat lalu, api masih berkobar. Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, masyarakat sipil tak ada tuntutan aneh-aneh. “Kami menuntut segera terbit aturan-aturan turunan. Itu memang mandat UU 32 tahun 2009. Kalau terkait permintaan dibangun rumah sakit paru, karena kita melihat masyarakat Kalteng cukup parah menerima paparan asap pada 2015 dan sebelum-sebelumnya.”

Mereka berharap,  dengan pembangunan rumah sakit paru di Kalteng, masyarakat tak perlu lagi harus berobat ke luar daerah. Selama ini, warga harus ke luar daerah kalau kondisi sudah parah. “Kita berharap semua fasilitas kesehatan itu ada di Kalteng,” kata Dimas.

Ketika kabut asap parah melanda Kalteng, kondisi saat itu juga kekurangan sarana prasarana seperti obat-obatan, oksigen dan lain-lain.

“Kita tak ingin kondisi seperti ini terulang kembali.”

Dimas mengatakan, hal lumrah ketika warga negara menuntut pemerintah lebih sigap bencana ke depan. “Ini sesuatu hal wajar, tak perlu dipolitisir. Di beberapa negara juga terjadi tuntutan seperti ini.”

Dia bilang PP Kajian Lingkungan Hidup Strategis sudah ada tetapi banyak yang belum ada aturan turunannya.

“Kita berharap pemerintah bisa memperbaiki mekanisme penanganan karhutla di Kalteng dan seluruh Indonesia.”

Meski begitu, katanya, pemerintah sekarang sudah melakukan berbagai upaya menanggulangi karhutla meskipun masih terjadi.

“Dengan kejadian berulang ini bisa lebih meminimalisir lagi.”

Arie Rompas, aktivis lingkungan penggugat kini di Greenpeace Indonesia, mengatakan,  gugatan dilakukan karena pada 2015 puncak dari segala kelalaian πemerintah terkait penanggulangan Karhutla.

“Sejak 1997, kebakaran terjadi hampir tiap tahun. Masyarakat di Palangkaraya dan beberapa daerah lain sering mengalami bencana kabut asap. Pemerintah tidak memiliki capaian lebih terhadap penanganan bencana itu, jadi berulang terus.”

Rio, begitu akrab disapa mengatakan, tuntutan penggugat sebenarnya bukan hal baru bahkan sudah mandate UU PPLH.

“UU 32 salah satu berkaitan erat dengan hak lingkungan sehat. Itu harus dijamin negara. Itu yang lalai dilakukan pemerintah,” katanya.

Dalam UU itu, katanya, seharusnya mengatur beberapa peraturan pemerintah yang membuat aturan teknis, dan tak jalan. “Kami memasukkan klausul-klausul itu selain yang terbaru soal negara harus bertanggungjawab terhadap korban-korban asap itu,” katanya.

Dia menyayangkan,  sikap pemerintah menempuh upaya hukum lanjutan mulai dari banding hingga kasasi.

“Sebenarnya tak ada hal baru. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang sudah diatur UU. Lucunya, pemerintah banding hingga kasasi.”

Habibi, Staf Monitoring lapangan Save Our Borneo (SOB) menyayangkan sikap pemerintah yang seolah-olah menghindari putusan pengadilan baik tingkat pertama maupun kedua. Padahal, katanya, gugatan itu lebih pada desakan perbaikan kebijakan ke depan.

“Seperti aturan baru dan fasilitas penanganan korban terpapar kabut asap, seperti pembangunan rumah sakit paru,” katanya memberi contoh.

Pemerintah,  juga dituntut membuka data-data perusahaan dengan konsesi terbakar pada 2015. “Kita berharap pemerintah manut saja terhadap putusan pengadilan itu, tak usah banding apalagi kasasi. Ini demi kebaikan kita semua,” katanya.

Habibi mengatakan, masih ada kesempatan bagi pemerintah mencabut permohonan kasasi. Kalaupun tetap lanjut, dia meminta Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Presiden dan pihak lain.

“Karena tuntutannya juga tak ada yang aneh. Toh,  Presiden dan pihak lain tidak dituntut individual atau pidana juga nggak. Lebih pada perbaikan kebijakan ke depan, demi kemaslahatan warga.”

Di Kalteng, katanya, sudah mulai bermunculan titik api. Dua hari jelang Idul Adha, ada 66 titik api terpantau satelit BMKG. Kabut asap di beberapa tempat seperti Kotawaringin Timur dan  Sampit  cukup pekat.

“Bau menyengat. Sudah ada korban menderita ISPA karena kabut asap. Ini  menunjukkan pemerintah masih lalai. Sekarang pemerintah dan pihak berwenang seperti Dinas Kesehatan,  belum bisa mempublikasikan berapa sebenarnya indeks standar pencemaran udara di Kalteng.

 

Penanganan kebakaran hutan dan lahan tahun ini mendapatkan apresiasi berbagai pihak. Pemerintah dinilai cukup sigap pencegahan dan upaya penanganan karhutla. Foto: KLHK

 

Kata pemerintah

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam siaran pers mengatakan, landasan masalah gugatan itu adalah peristiwa Karhutla tahun 2015. Saat itu Joko Widodo baru menjabat sebagai presiden. Pemerintah katanya, sudah melakukan berbagai upaya mengatasi hal itu, seperti memerintahkan Menteri LHK Siti Nurbaya melawan segala bentuk kejahatan.

”Bu Menteri sangat serius mengawal penegakan hukum karhutla, siapapun pelaku harus diproses hukum. Bahkan kita proses hukum pada korporasi. Ini belum pernah tersentuh sebelumnya,” kata Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK.

Roy, begitu sapaan akrabnya mengatakan, dari 2015 sampai sekarang, sudah ada 510 kasus pidana lingkungan hidup dan Kehutanan lanjut ke pengadilan oleh penyidik Gakkum KLHK.

Hampir 500  perusahaan yang tak patuh kena sanksi administratif, dan puluhan korporasi dinilai lalai menjaga lahan mereka didugat perdata.  Lebih 200 operasi penanganan satwa ilegal dan kayu ilegal mengamankan sumberdaya negara dan menjaga kelestarian ekosistem. Termasuk, penegakan hukum menjerat perusak lingkungan hidup seperti kasus karhutla.

Sepanjang 2015-2017, total putusan pengadilan yang berkekuatan ganti kerugian dan pemulihan (perdata), mencapai Rp17,82 triliun.

Untuk nilai pengganti kerugian lingkungan di luar pengadilan (PNBP) Rp36,59 miliar. Angka ini terbesar dalam sejarah penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.

”KLHK mempunyai komitmen dan konsistensi yang tinggi dalam penegakan hukum, termasuk untuk mencegah dan menanggulangi karhutla.”

Seharusnyalah, kata Roy,  korporasi mampu mencegah dan mengatasi karhutla meluas di konsesi mereka. Saat karhutla pernah membara, ternyata dari konsesi lahan lebih dari 80.000 hektar, bandingkan dengan luas Jakarta hanya 60.000 hektar.

Seharusnya,  sebagai pemegang izin, korporasi wajib mempunyai kemampuan dan siap mencegah maupun menanggulangi kebakaran di konsesi mereka. Kebakaran meluas, katanya, karena korporasi tak punya sarana, prasarana dan sumber daya manusia memadai.

Ruandha Agung Sugardiman, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, mengatakan, gugatan ini berdasarkan kejadian 2015. Dia bilang, banyak faktor penyebab karhutla 2015, mulai jor-joran izin masa lalu, alih fungsi lahan gambut, penegakan hukum lemah, hingga ketidaksiapan pemerintah saat titik api meluas.

Setelah itu, katanya,  berbagai langkah koreksi terus konsisten. Kebijakan-kebijakan fundamental juga dikeluarkan.

Soal 12 tuntutan di PN Palangkara, sebagian besar saat ini, katanya,  sudah keluar, seperti PP kriteria baku kerusakan mencakup kerusakan biomassa, terumbu karang, mangrove, seagrass, terakhir ekosistem gambut melalui PP 57/2016.

PP Instrumen Ekonomi Lingkungan No 46/2017; peraturan cara pemulihan fungsi lingkungan, khusus ekosistem gambut juga diatur melalui Permen LHK Nomor 16/2017, dan banyak peraturan pemerintah lain.

“Sebenarnya,  sudah banyak kebijakan keluar pasca karhutla 2015. Alhamdulillah,  hasilnya kita bisa lihat pada 2016 dan 2017, Indonesia berhasil terhindar dari bencana asap nasional, setelah hampir 20 tahun terjadi rutin.”

Sebelumnya,  Menteri LHK, Siti Nurbaya, dalam pertemuan dengan pejuang lingkungan perempuan se Indonesia, juga pernah blak-blakan menyampaikan langkah koreksi yang dilakukan pemerintah di masa Presiden Joko Widodo.

“Jangan dikira pemerintah tidak ngapa-ngapain. Banyak yang dilakukan dan sedang kami perbaiki.”

 

Keterangan foto utama: Asap begitu pekat di Jalan Palangkaraya-Pulau Pisau Km 29,5, Kalteng, pada Jumat (9/10/15). Informasinya, api menjalar antara 400 – 600 meter dari tepi jalan, kondisi lapangan air sulit ditemukan, dan jangkauan selang pompa tidak memadai. Foto dari Facebook Januminro, pegiat lingkungan Kalteng.

Kebakaran di Dusun Suka Damai, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Kubu, Rokan Hilir, Riau telah meluluhlantakan kebun sawit warga termasuk belasan rumah, sepeda motor dan mobil pick up, Jumat (17/8/18). Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version