Mongabay.co.id

Babak Baru Sengkarut Izin, KLHK Sita Tujuh Alat Berat PT. Laman Mining (Bagian 2)

PT. Laman Mining, yang membuka jalan memotong kawasan koridor satwa, panjangnya 1.469 meter. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Iring-iringan mobil dari arah Desa Kuala Tolak, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menyisakan debu-debu tanah merah beterbangan, 22 Agustus 2018. Rata-rata kendaraan double gardan. Sebuah mobil double gardan plat merah, melaju berlawanan arah dengan kendaraan yang dinaiki Mongabay. Di belakangnya, sebuah mobil putih -juga double gardan- berplat akhiran LM, turut melaju.

“Kata orang kampung, perusahaan tambang bawa Kementerian ESDM untuk meninjau lokasi smelter,” tukas Heri Malon (35) supir yang membawa kendaraan yang dinaiki Mongabay menuju Kuala Tolak. Dua jalan masuk areal PT. Laman Mining, tidak tampak ada aktivitas. Di sisi kanan jalan, sebuah mobil pengangkut bauksit tengah parkir. “Biasanya, mobil melintas dari sini,” tambahnya. Aktivitas ini bukan hal baru bagi masyarakat setempat.

Dua hari sebelumnya, 20 Agustus 2018, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah menyita sejumlah alat berat. Tujuh eskavator yang diamankan oleh Ditjen Gakkum KLHK ini yang diduga digunakan untuk kegiatan operasi PT. Laman Mining, sebuah perusahaan tambang bauksit yang berada di Desa Laman Satong, di kecamatan yang sama.

Baca: Sengkarut Izin di Bumi Kayong dan Upaya Konservasinya (Bagian 1)

 

Alat berat tampak bekerja membuka koridor satwa di Kawasan Ekosistem Esensial ini. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Perusahaan ini di awal Agustus, telah membuka lahan konservasi di dalam konsesi PT. Gemilang Makmur Subur, Bumitama Gunajaya Agro Group. Jalan yang dibuka, membelah hutan dengan lebar 30 meter, sepanjang 1.469 meter. Jalan itu masuk koridor satwa. Areal yang merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di Lanskap Hutan Gambut Sungai Putri, Ketapang.

Saat Mongabay melihat langsung kawasan itu, sudah tak ada lagi aktivitas. Pada Agustus lalu, masih terlihat sebuah eskavator mengeruk tanah, untuk mengalirkan air yang membanjiri jalan yang mereka buat. Air banjir berasal dari genangan hutan rawa gambut yang tak bisa mengalir lantaran dipotong jalan. Sebuah sungai kecil pun terputus karena pembangunan jalan tersebut. Padahal kanan kiri kawasan merupakan hutan.

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Ditjen Gakkum KLHK, membenarkan penyitaan tujuh alat berat tersebut tersebut lantaran PT. Laman Mining diduga melakukan kegiatan ilegal di kawasan hutan produksi konversi (HPK), Sungai Tolak, Kecamatan Matan Hilir Utaran. “Kegiatan ini dilakukan tanpa ada surat izin Menteri LHK,” kata Sustyo Iriyono.

Sustyo mengatakan, saat tim melakukan operasi ditemukan tiga unit eskavator merek Komatsu dan Hitachi tengah menambang bauksit di daerah Puring. Empat ekskavator lainnya merk Doosan, Komatsu, dan Hitach ditemukan di Kempapak. Selain penyidik pegawai negeri sipil KLHK, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat juga turut mendukung operasi ini.

Alat berat tersebut milik kontraktor yang bekerja atas kontrak dengan PT. Laman Mining (PT. LM). Perusahaan ini sendiri menyatakan wilayah kerja tersebut merupakan areal penggunaan lain, yang kini telah masuk izin usaha penambangan milik perusahaan mereka. “Mereka belum punya izin pinjam pakai kawasan dari Menteri LHK, sudah dioverlay dengan peta kawasan hutan,” tambahnya.

Kawasan hutan Sungai Tolak merupakan wilayah penyangga Taman Nasional Gunung Palung, habitat orangutan yang sangat penting. Upaya perlindungan terhadap kawasan hutan Sungai Tolak, dan menjaganya agar tidak rusak, sangatlah penting.

Saat ini, penyidik KLHK telah menetapkan PT. LM secara korporasi sebagai tersangka, dan melakukan pemeriksaan terhadap direksi dan komisaris terkait. PT. LM diduga telah melanggar Undang-Undang No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 89 Ayat 2 Huruf a dan/atau Huruf b, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, plus denda paling sedikit Rp 20 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.

“Belum ada yang ditahan, masih terus dilakukan pendalaman,” tambah Sustyo, mengenai kemungkinan penahanan jajaran direksi PT. LM. Dalam penanganan perkara ini, KLHK terus berkoordinasi dengan Polda Kalbar dan Kejaksaan Tinggi Kalbar, hingga perkara ini hingga tuntas.

 

PT. Laman Mining telah membuka jalan yang memotong kawasan koridor satwa, panjangnya 1.469 meter. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Direktur Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menambahkan, kasus kejahatan kehutanan bisa digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). “Ibu Menteri LHK, Siti Nurbaya, memerintahkan untuk menindak tegas perusakan lingkungan dan kawasan hutan. Agar jera, kami mempelajari kemungkinan penindakan tambang ilegal ini menggunakan tindak pidana pencucian uang,” lanjutnya.

Kawasan hutan di sekitar Sungai Tolak merupakan bagian program konservasi besar di Kalbar. Letaknya, di antara kawasan antara Gunung Tarak, Gunung Palung, dan hutan rawa gambut Sungai Putri. Program konservasi ini disebut Kawasan Ekosistem Esensial. Tujuan program adalah menyatukan konservasi perusahaan dengan pengelolaan terintegrasi dalam satu hamparan. Di sekitar kawasan itu terdapat perusahaan perkebunan sawit PT. Gemilang Makmur Subur- Bumitama Gunajaya Agro Group, PT. Kayoeng Agro Lestari – Austindo Nusantara Jaya Group, PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa – BSM New Material Group, serta PT. Laman Mining.

Lanskap ini terdiri dari kawasan berhutan dan gambut dalam yang merupakan habitat satwa dilindungi. Diantaranya: orangutan, owa, lutung merah, dan rangkong. Program konservasi ini digagas lantaran kawasan tersebut terancam pembalakan liar, pertambangan, dan kebakaran hutan.

 

Kawasan Ekosistem Esensial menggunakan pendekatan lanskap. Di program ini juga dibentuk koridor satwa, tapi wilayah ini justru dibuka. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Gubernur Kalimantan Barat mengukuhkan pengelolaan kawasan konservasi itu dengan SK Gubernur No: 718/Dishut/2017. Konsepnya adalah menggunakan pendekatan lanskap dengan melibatkan masyarakat serta pemerintah daerah dan para pemerhati konservasi untuk penanganannya. Tujuan program ini selain untuk kelestarian alam, juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan tersebut.

KEE diharapkan menghubungkan delapan desa dengan total populasi sekitar 11.000 jiwa. Diharapkan desa-desa tersebut, baik yang dilalui koridor maupun tidak, akan menjadi desa yang memiliki hutan dengan konsep pengelolaan lestari.

Kepala Bappeda Ketapang, Suharto, enggan menanggapi kisruh PT. LM dengan KEE. Menurutnya, KEE adalah urusan Provinsi Kalbar. “Karena kehutanan dan KEE bukan kewenangan kabupaten, jadi kami tidak dapat memberikan info,” ujarnya. Beberapa pejabat daerah Kabupaten Ketapang juga tidak berkenan memberikan pernyataan terkait PT. LM. Nyatanya, tak hanya pembukaan jalan di wilayah koridor satwa yang menjadi masalah. Perusahaan tersebut juga diduga melakukan penambangan di dalam hutan.

Kepala Bidang Minerba, Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Barat, Sigit Nugroho, membenarkan IUP PT. LM masuk kawasan hutan. Sesuai aturan kehutanan, kata dia, PT. Laman Mining harus mengajukan permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada KLHK, sebelum melakukan aktivitas. “Mereka baru urus izin, dan belum keluar izinnya, sudah melakukan kegiatan,” ungkapnya.

Pihak Distamben Kalbar tidak mengetahui jika PT. Laman Mining bekerja di kawasan hutan yang belum keluar izinnya. Namun, status PT. LM sebagai tersangka ini tidak serta merta menyebabkan pencabutan izin ekspor bauksit yang mereka kantongi. “Kalau masuk kawasan hutan tanpa izin, sepertinya tidak mempengaruhi status CnC, tetapi ekspor bisa gagal karena tidak bisa operasional,” katanya.

Namun, dugaan penambangan di dalam kawasan hutan, menurutnya, tidak mempengaruhi status Clear and Clean perusahaan. Padahal persyaratan keluarnya CnC tambang, adalah tidak menambang di dalam kawasan hutan.

Dinas Pertambangan dan Energi Kalbar sebenarnya sudah mengirimkan surat, pasca-mereka melakukan peninjauan lokasi pembangunan jalan di KEE, 9 Agustus lalu. “Dalam surat itu, Laman Mining diminta untuk berkoordinasi dengan instansi dan para pihak terkait, serta pembangunan di luar wilayah izin usaha pertambangan (IUP) dihentikan sementara,” ungkapnya.

 

Alat berat milik PT. Laman Mining ini disita oleh Gakkum KLHK. Sumber foto: Ditjen Gakkum KLHK

 

Bangun jembatan

Direktur PT. Laman Mining, saat dihubungi terkait penyitaan alat berat di lokasi izin pertambangannya, tidak bisa menjelaskan banyak. “Saya belum dapat laporan lengkap dari lapangan. Saya cek dulu,” jawabnya.

Sebelumnya, Beni Bevly, Direktur PT. Laman Mining, angkat bicara soal kisruh di areal IUP perusahaannya. Dia bersikukuh IUP perusahaanya merupakan areal penggunaan lain. “Ini wilayah putih. Kami sudah kantongi IUP terlebih dahulu ketimbang KEE,” jawabnya. Bahkan Beni mengungkapkan, tiga perusahaan lainnya, PT. BGA, dan PT. KAL, yang konsesinya beririsan dengan IUP PT. Laman Mining, sudah menandatangai nota kesepahaman bersama.

Beni menunjukkan surat kesepakatan bersama, yang ditandatangani di depan pemerintah daerah Ketapang dan DPRD Kabupaten Ketapang. Penandantangan dilakukan 2 April 2018. “Isinya, semua masalah yang terjadi akan diselesaikan secara business to business,” ujarnya. Sehingga, tudingan bahwa perusahaannya melakukan pengrusakan lingkungan harus dilihat dari perspektif berbeda.

Beni juga memperlihatkan sebuah peta terbaru keluaran pemerintah Kabupaten Ketapang, 3 Agustus 2018. Peta dengan judul “Usulan Proyek Strategis Nasional” dengan nomor 050/0484/Bappeda-13, yang ditandatangani oleh Bupati Ketapang, Martin Rantan. Di dalam peta, terlihat jalan yang akan dibangun PT. LM, dengan tanda garis merah.

Jalan yang akan dibuat PT. LM, diklaim Beni, merupakan proyek yang lama ditunggu pemerintah. Butuh dana cukup besar untuk membangunnya. PT. LM memang punya kepentingan dengan jalan itu, yang menghubungkan ke sepuluh tambang milik PT. LM.

Di peta tersebut, tergambarkan jalan yang akan menjadi jalan poros, menghubungkan masyarakat Ketapang yang dipisahkan Sungai Tolak. “Jalan sepanjang 26 kilometer ini akan membuka pertumbuhan ekonomi bagi banyak desa yang dilewati, yang selama ini dipisahkan sungai. Kami akan bikin jembatan di sana,” tambahnya.

Jembatan ini nantinya, akan melintasi Sungai Tolak, menghubungkan 26 desa dari Kuala Tolak ke daerah Sumber Priangan. Jalan ini juga akan terhubung dengan jalan negara di kawasan Nanga Tayap. Bahkan, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten Ketapang, rencana pembangunan jalan ini telah dibicarakan.

 

Penyidik KLHK telah menetapkan PT. LM secara koorporasi sebagai tersangka dan melakukan pemeriksaan terhadap direksi dan komisaris perusahaan. Sumber foto: Ditjen Gakkum KLHK

 

Kajian

Sengkarut masalah di atas izin PT. LM, yang juga berada dalam Hak Guna Usaha PT. GMS, dan PT. KAL, awalnya direkomendasikan untuk segera dilakukan mediasi dengan para pihak. Para pegiat konservasi dan instansi terkait, sebelumnya telah menghelat diskusi yang diinisiasi Lembaga Aidenvironment pada 2 Agustus 2018 lalu.

Dalam diskusi terungkap, kawasan yang dibuka PT. LM, merupakan lokasi monitoring satwa. Desi Kurniawati, Community Forest Coordinator Yayasan Palung, mengatakan perlu keterbukaan informasi semua pihak terkait upaya konservasi hingga ke tingkat tapak, terutama terkait koridor satwa. “Informasi tingkat tapak menjadi penting, terkait data peta dan lain sebagainya, sehingga pemahaman masyarakat menjadi jelas,” tambahnya.

Donatus Rantan, dari Perkumpulan Mitra Pembangunan, mengatakan, kondisi konsesi yang tumpang tindih dimungkinkan akibat peralihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi. “Perlu ada pertemuan semua pihak, agar permasalahan lebih jelas,” katanya. Di tingkat tapak, kata Donatus, pola pendekatan harus sesuai dengan kebutuhan desa setempat. Di Kabupaten Ketapang saat ini ada 12 desa, yang masuk dalam Desa Fokus, program kebijakan pemerintah untuk pembangunan kawasan perdesaan.

 

Sebanyak 7 alat berat milik PT. Laman Mining disita. Sumber foto: Ditjen Gakkum KLHK

 

Haryono Sadikin, dari Aidenvironment menambahkan, untuk meminimalisir konflik antara investasi, konservasi, dan kesejahteraan masyarakat, perlu pembangunan pendekatan lanskap dan wilayah pedesaan di Kabupaten Ketapang. Pendekatan ini harus diusung terintegrasi seluruh pihak di kabupaten, baik perusahaan, dinas pemerintah, maupun yayasan nirlaba.

Pembangunan dengan pendekatan lanskap menyediakan tempat bagi masyarakat sekitar untuk belajar pertanian terpadu seperti; budidaya pertanian organik, budidaya jamur, budidaya ikan keramba, peternakan, dan lainnya. “Prinsip pendekatan ini adalah keseimbangan ruang untuk pembangunan, perlindungan dan kesejahteraan masyarakat, legalisasi dan akses masyarakat lokal, serta tanggung jawab pengelolaan bersama,” katanya.

Program pendekatan juga harus dapat membangun rasa kepemilikan terhadap kawasan tersebut, serta memanfaatkan kawasan lindung berkelanjutan. Tentunya, mengoptimalkan jasa-jasa lingkungan dan melakukan mempromosikan produk unggulan.

 

 

Exit mobile version