Mongabay.co.id

Ketika Kaka Slank Serukan Pemulihan Lingkungan di Pulau Bangka Sulawesi Utara

Sejak 5 tahun lalu, Kaka Slank telah melibatkan diri dalam kampanye penyelamatan pulau Bangka, Sulawesi Utara. Setelah berbagai keputusan hukum yang berpihak pada masyarakat setempat, dia berharap adanya pemulihan lingkungan di sana. Upaya itu perlu dilakukan karena dampak sedimentasi, penebangan pohon, juga potensi konflik antara warga.

“Setelah putusan sudah final, langkah selanjutnya adalah recovery. Di underwater-nya sempat ada sedimentasi, beberapa area gundul. Bukan cuma (pemulihan) alam, tapi sosial juga karena ada yang terbelah antara pro dan kontra. Luka-luka itu harus diobati,” seru vokalis bernama Akhadi Wira Satriaji dalam konfrensi pers yang digelar di Manado, Sulawesi Utara, Senin (3/9/2018).

Agar proses pemulihan lingkungan dan sosial dapat segera dijalankan, dia menilai perlunya kesatuan pandangan antara seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, berbagai pihak diharap dapat menahan diri dan tidak terpancing dengan informasi yang memecah belah.

Di saat bersamaan, Kaka meminta Pemerintah Provinsi untuk membuktikan komitmen pembangunan yang berpihak pada lingkungan. Sebab, dalam sejumlah pemberitaan, Gubernur Sulut beberapa kali menyatakan bahwa tidak akan menjadikan pulau Bangka sebagai wilayah pertambangan.

“Justru sekarang harus konsentrasi untuk back to nature. Manusia harus menahan diri untuk tidak bernafsu merusak alam,” ujarnya. “(Kita harus) menyatukan visi, kita tidak butuh tambang. Kita butuh mengembalikan pulau itu seperti dulu, yang bagus, yang beri makan kita setiap hari, yang datangkan tamu wisata setiap hari.”

baca : Kepedulian Tiada Pudar Kaka Slank untuk Pulau Bangka

 

Kaka Slank foto bersama warga dan Koalisi Save Bangka Island saat konferensi pers di Manado, Sulawesi Utara, Senin (3/9/2018) tentang permasalahan tambang di Pulau Bangka. Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Kehadiran Kaka dalam konfrensi pers yang diselenggarakan Koalisi Save Bangka Island itu bertujuan menyemangati perjuangan warga dan aktivis lingkungan. Menurut dia, polemik pertambangan beberapa tahun belakangan ini seharusnya sudah menjadi sejarah, dan segera diselesaikan.

“Saya kira, MMP is his-story. Tinggal cerita. Kalau ada isu bahwa pertambangan akan kembali beroperasi, ya, itu his story. Karena pertambangan (di pulau Bangka) sudah ditolak secara hukum,” terangnya.

Bangka adalah pulau dengan luas sekitar 4.800 hektar, namun hampir setengah wilayahnya atau 2.000 hektar kawasan pulau itu sempat dijadikan wilayah pertambangan. Namun, sejak 2013, Mahkamah Agung telah memenangkan gugatan penolak tambang.

Ditambah lagi, ketika Menteri ESDM mencabut Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Migro Metal Perdana, perusahaan tambang di pulau itu, diputuskan bahwa seluruh wilayah seluas 2.000 hektar dikembalikan pada pemerintah.

baca juga : Kaka Slank: Ada Tambang, Pulau Bangka Bisa Hilang

 

Kaka Slank berbincang dengan Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa saat konferensi pers di Manado, Sulawesi Utara, Senin (3/9/2018) tentang permasalahan tambang di Pulau Bangka. Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Potensi Pariwisata

Meski polemik mengenai pertambangan di pulau Bangka belum benar-benar berakhir, namun angka kunjungan wisata di pulau itu disebut masih cukup stabil. Bahkan, sebelum keputusan MA terbit, wisatawan mancanegara yang khawatir keindahan pulau Bangka tak lagi bisa lagi disaksikan, mulai ramai-ramai mengunjunginya.

“Setelah putusan hukum, (kunjungan wisatawan) agak stabil. Tapi memang banyak wisatawan yang tiap tahun kembali ke pulau Bangka. Hampir tiap hari selalu ada. Walaupun kadang-kadang hanya tidur-tiduran di pantai, menyelam 1 atau 2 kali. Pariwisata di sana masih sangat potensial,” kata Angelique Batuna, pelaku wisata di pulau itu.

“Wisatawan dari Cina misalnya, sangat mengapresiasi dan sangat menghargai pesisir dan pantai-pantai yang kita punya. Jadi, kalau mereka datang, mengapresiasi, masa kita tidak sayang alam yang kita punya.”

Menurut Angelique, pencabutan izin pertambangan di pulau Bangka merupakan angin segar bagi investastor pariwisata. Sehatnya investasi di sektor tersebut diyakini akan membuka lapangan kerja, serta memberi kesempatan warga sekitar untuk meningkatkan keterampilannya.

“Tidak cuma gaji yang segitu-segitu aja. Tapi diberi peluang untuk belajar diving, bahasa Inggris. Sehingga kemampuan pribadinya pun akan berkembang,” ujarnya.

Karena itu dia berharap, pemerintah dapat segera memberi kepastian usaha, sekaligus membuktikan komitmen terkait pembangunan yang berpihak pada pariwisata dan lingkungan. “Pariwisata di pulau Bangka adalah alamnya. Nature tourism, bukan pariwisata buatan manusia. Kalau perusahaan bilang mau bikin wisata tambang, cuma orang buta dan gila yang mau pergi ke situ,” tegasnya.

menarik dibaca : Kala Tambang Bangka Dikawal Polisi, Warga dan Kaka Slank Ngadu ke Wakapolri

 

Beginilah kondisi Pulau Bangka, Sulut pada November 2016, setelah PT MMP hadir. Kondisi sekarang lebih miris lagi. Foto : Facebook Save Bangka Island

 

Jalan di Tempat

Walau Menteri ESDM telah melakukan eksekusi putusan MA, namun proses penegakan hukum di pulau Bangka dianggap masih jalan di tempat. Sebab, rencana pemulihan yang sudah dibahas beberapa kementerian belum terealisasi. Persoalannya diyakini karena perusahaan tambang belum benar-benar angkat kaki dari pulau itu.

Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa mengatakan, sejak Menteri ESDM mencabut IUP OP, status perusahaan tambang dianggap ilegal jika tidak meninggalkan pulau Bangka. Hanya saja, perpecahan tidak hanya terjadi di tingkat akar rumput, tapi juga menjangkiti elit pemerintah di Jakarta.

“Tapi muncul kubu lain, yang berniat mengaktifkan izin lagi. Jadi publik dibuat bingung. Hukum kita masih bisa dipermainkan dengan berbagai cara. Makanya, KPK ada di kasus pulau Bangka,” ujarnya.

Jull menilai, Kementerian Desa sempat berencana menjadikan desa Kahuku, pulau Bangka, sebagai daerah wisata berbasis masyarakat. Lewat konsep itu, masyarakat akan terlibat langsung sebagai pelaku pariwisata.

Namun, dia meyakini, pengembangan pariwisata di pulau Bangka baru bisa terwujud jika ada itikad baik dari pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten, untuk menyelesaikan polemik. “Kalau tidak ada political will, dari Pemprov dan Pemkab, tidak bisa dilakukan. Padahal pemerintah pusat sangat ingin menaikkan potensi wisata di pulau Bangka.”

baca juga :  Tanya Eksekusi Cabut Izin Produksi PT MMP, Pengadilan Surati Kementerian Energi

 

Keindahan pesisir pantai Desa Tambun, Pulau Talise, Likupang Barat, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Pulau Talise cocok dikembangkan sebagai ekowisata bahari Sulut. Foto : Themmy Doaly

 

Pecahnya Penggugat

Berlarut-larutnya polemik pertambangan di pulau Bangka berdampak 5 dari 9 penggugat memutuskan berdamai dengan perusahaan tambang. Sebab, meski sudah tidak beroperasi, namun alat berat dan bangunan PT MMP masih ada di pulau itu.

Jull mengatakan, perusahaan tambang bisa saja menggunakan perpecahan itu sebagai legitimasi. Namun, menurutnya, akta perdamaian yang sudah dimasukkan sebagai salah satu pertimbangan hukum pada saat banding dan kasasi, tidak diperhitungkan oleh hakim.

“Silakan mereka berdamai. Bukan berarti gugatan dicabut, secara hukum jalan terus. Karena, itu (perdamaian 5 penggugat dengan PT MMP) tidak diperhitungkan oleh hakim pengadilan tinggi dan hakim MA. Tuntas. Tidak ada persoalan. Pulau Bangka harus diselamatkan,” tambahnya.

Eduard Gaghamu, salah satu penggugat dari Desa Libas membantah kabar yang menyebut bahwa seluruh penggugat telah berdamai dengan perusahaan tambang. Permasalahan tambang di pulau Bangka hanya bisa diselesaikan lewat jalur hukum.

“Tidak ada perdamaian dengan tambang. Kecuali (berdamai) dengan penolak dan penerima tambang, mereka saudara-saudari kami. Bukan perusahaan. Itu selesai di hukum, bukan perdamaian,” tegasnya. “Kami berhak di situ (Pulau Bangka), kami dibesarkan, dilahirkan dan hidup di situ. Jadi, kami harap, pertemuan ini bisa menyebarluaskan bahwa perusahaan tambang tidak ada kekuatan hukum.”

baca : Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka

 

Aksi komunitas nelayan dari Pulau Bangka dan sekitar, pada Kamis (20/2/14). Mereka   didukung  ratusan nelayan dari desa lain di Pulau Bangka maupun pulau sekitar. Sehari sebelumnya, kapal kedua yang mengangkut alat berat perusahaan MMP sandar di Desa Kahuku Kahuku, di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian. Foto: Save Bangka Island

 

Sebelumnya, Senin (9/7/2018), sejumlah perwakilan warga pulau Bangka sempat mendatangi kantor Pemprov Sulut untuk meminta pengaktifan kembali IUP PT MMP. Mereka berharap, Pemprov Sulut dapat menyampaikan tuntutan mereka pada pemerintah pusat.

Dikutip dari beritakawanua.com, perwakilan warga menyatakan kehadiran perusahaan tambang memberi manfaat ekonomi dan perbaikan taraf hidup bagi masyarakat. Sehingga, sejak dihentikannya kegiatan PT MMP, kegiatan ekonomi warga terhenti. Selain itu, mereka menilai, banyak aktifitas pertambangan di pulau kecil tidak mengurus izin pada KKP. Karenanya, mereka meminta KKP adil menyikapi perizinan di pulau Bangka.

“Kami sangat gembira menyambut penyelesaian gugatan terhadap izin PT MMP di masa lalu, yang dilakukan oleh sembilan orang dengan perdamaian dan pencabutan perkara. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengoperasikan kembali tambang PT MMP,” demikian dikatakan warga.

 

Exit mobile version