Mongabay.co.id

Darmin Berharap Sertifikasi Legalitas Kayu UKM Dongkrak Ekspor

Produk kayu di UD Abioso, adapun kayu yang didapat dari hutan rakyat yang sudah bersertifikasi SVLK. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

Kayu dan produk kayu dari usaha kecil dan menengah (UKM) terus berpacu mendapatkan sertifikasi lewat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, berharap, kebijakan ini bisa menambah daya saing sekaligus meningkatkan ekspor Indonesia.

”Kita (pemerintah), berharap proses sertifikasi oleh pelaku industri kecil menengah berlangsung lebih cepat, untuk mendorong peningkatan iklim usaha, dan meningkatkan kinerja ekspor produk kayu Indonesia,” katanya.

Sampai 2017, jumlah UKM di hulu dan hilir sudah mendapatkan SVLK 3.946 unit, sebanyak 3.088 difasilitasi pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, SVLK telah menjangkau 22,3 juta hektar (121 hutan alam dan 85 hutan tanaman industri) serta 3.264 industri.

SVLK wajib ini seringkali dianggap mempersulit UKM atau industri kecil menengah (IKM). Sertifikasi memerlukan dana lumayan besar. KLHK, bersama Kementerian Perindustrian berupaya membantu IKM. Salah satu, memberikan tarif dan sertifikasi berkelompok dengan biaya ditekan.

”Ada SVLK menunjukkan produk kayu legal dan sesuai pengolaan hutan lestari,” kata Rufi’ie, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK.

Tahun ini, pemerintah memberikan bantuan kepada 150 kelompok atas sekitar 4.086 usaha mikro kecil menengah (UMKM), dengan 346 industri dan 3.740 hutan hak.

Pada 2018, ada dana Rp7,5 miliar untuk membantu sertifikasi IKM, meningkat pada 2019 jadi Rp9 miliar.

Hilman Nugroho, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK menyebutkan, sedang inventarisasi jumlah dan lokasi IKM, tiap kecamatan dan kabupaten bergerak untuk pendataan. Data itu guna memastikan perencanaan dan kesiapan persyaratan dasar mengikuti SVLK.  ”Tidak efektif kan kalau biaya (APBN) keluar tapi tidak lulus.”

Maria Murliantini, IKM dari Jepara, Jawa Tengah, mengatakan, sudah mendapatkan SVLK dan sangat bermanfaat. ”Dapatkan sertifikasi ini tak sulit apabila pendirian dan operasi perusahaan pada jalur yang benar sejak awal,” katanya. Maksud dia, surat menyurat lengkap seperti surat izin usaha perdagangan, nomor pokok wajib pajak, tanda daftar industri, izin mendirikan bangunan dan persyaratan dasar lain.

”Kalau sudah ada surat-surat tak sulit, pemerintah akan membimbing dan pendampingan. Yang bikin sulit jika legalitas tak lengkap,” katanya.

 

Ekspor naik

KLHK menyebutkan, ekspor produk kayu dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun ini, optimis mencapai target ekspor US$12 miliar, bahkan bisa lebih US$13-14 miliar.

Rufi’ie, mengatakan, hingga 24 Agustus data ekspor kayu sudah US$8,06 miliar. ”Konsumen negara maju sudah memikirkan kaitan lingkungan. Hingga, SVLK tak hanya legalitas, juga kelestarian mulai dari hutan hingga industri. Dipastikan produk itu sesuai pengelolaan hutan yang lestari.”

Peningkatan ekspor kayu ini, katanya,  juga disebabkan beberapa faktor, antara lain, faktor harga, desain atau model, hingga preferensi masing-masing pembeli. Perluasan SVLK, katanya, juga mampu mendorong ekspor kayu Indonesia.

Berdasarkan data KLHK, ekspor kayu pada 2013 sekitar US$6,05 miliar, 2014 (US$6,58 miliar), 2015 (US$9,84 miliar). Lalu, 2016 sebesar US$9,26 miliar dan 2014 sekitar US$10,94 miliar.

 

Keterangan foto utama:    Produk kayu di UD Abioso, adapun kayu yang didapat dari hutan rakyat yang sudah bersertifikasi SVLK. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

Pekerja di CV Max, UKM yang sudah memiliki sertifikasi SVLK. Mereka menerima kayu bersertifikasi juga dari hutan warga. Foto: Indra Nugraha
Exit mobile version