Mongabay.co.id

Ruang Hibrida yang Sangat Berarti Bagi Warga Kota

Sejumlah orang berkumpul dan bermain di Taman Alun-Alun, Bandung, Jawa Barat. Keberadaan ruang publik yang dibuat oleh Pemkot Bandung menjadi daya tarik tersendiri bagi warga mengunjungi taman tersebut. Meskipun taman tersebut berlapis rumput sintesis. Foto : Donny Iqbal

 

Kota-kota di dunia, termasuk di Indonesia, berada dalam tantangan besar. Mostafavi dalam kata pengantarnya di Buku Ecological Urbanism (2010) menuliskan persoalan pertumbuhan penduduk di perkotaan yang terus meningkat. Kebutuhan penduduk untuk rumah tinggal dan tempat bekerja sangat mendominasi penggunaan lahan di kawasan kota.

Masalah perubahan iklim dan efek rumah kaca pun menjadi bagian penting bagi para perancang kota untuk memperkaya karyanya, dengan memperhatikan keberlanjutan ekologis lingkungan hidup. Apa yang harus diperhatikan?

Satu bagian penting bagi kota untuk keberlanjutan lingkungan adalah ruang terbuka yang dapat digunakan oleh publik. Seberapa penting kah?

Trancik, penulis buku Finding Lost Space (1986) menyatakan, ruang terbuka publik di kota merupakan tempat yang lebih menghidupkan warga. Kegiatan di sela kesibukan bekerja, dapat dilakukan di ruang-ruang terbuka yang menciptakan sebuah tempat bermakna. Anak-anak dan remaja dapat meluangkan waktu bermain di ruang-ruang terbuka guna meningkatkan kekuatan fisik sekaligus berinteraksi.

 

Warga berkumpul dan bermain di Taman Alun-Alun, Bandung, Jawa Barat. Keberadaan ruang publik yang dibuat Pemkot Bandung ini menjadi daya tarik warga untuk datang meskipun taman tersebut berlapis rumput sintesis. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Publik vs Privat

Nissen dalam Czech Sociological Review (2008, Vol. 44, No. 6: 1129–1149) memaparkan tentang kepemilikan publik dan privat terkait ruang terbuka. Karakter utama dari ruang terbuka publik adalah dapat digunakan untuk kegiatan umum dan dikunjungi siapa saja. Ciri ini berbanding terbalik dengan ruang terbuka privat yang sifatnya tertutup, terbatas pengunjung, dan memiliki batas kaveling yang tegas agar pemiliknya merasa aman.

Ruang terbuka publik, umumnya dimiliki pemerintah dan cuma-cuma sehingga warga dapat berkegiatan dengan mudah. Contoh, taman kota atau alun-alun. Kegiatan di dalamnya bervariasi mulai dari anak bermain hingga pertemuan komunitas. Meski sifatnya publik, namun di beberapa taman kota dibatasi waktu kunjungan dan ada pagar pembatas dengan jalan atau permukiman, demi terjaganya keamanan dan kebersihan.

Sedangkan ruang terbuka privat dimiliki perseorangan, badan, lembaga, atau swasta sehingga kegiatan terbatas kepada pengunjung yang mempunyai kepentingan semata. Atau, jika ada taman dengan segala fasilitasnya, pengunjung diwajibkan membayar saat ingin menikmati keindahan taman tersebut.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana jika keberadaan ruang terbuka publik berkurang dan berganti ruang terbuka privat?

 

Rasio volume kendaraan dengan panjang jalan di Jakarta yang tidak seimbang membuat kemacetan menjadi pemandangan keseharian. Foto: Jay Fajar/Mongabay Indonesia

 

Hibrida

Adanya kebutuhan ruang terbuka publik di antara ruang-ruang privat, melahirkan gagasan ruang baru, yang disebut Nissen sebagai hibrida. Ruang terbuka hibrida akan menciptakan kegiatan baru: ruang terbuka privat yang dapat diakses umum. Karakter ruang terbuka hibrida menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan adalah terbuka, bebas dan mudah diakses publik, meski milik pihak tertentu.

Ruang terbuka hibrida merupakan tempat yang telah didedikasikan untuk kepentingan publik berdasarkan hasil kesepakatan antara pemilik dengan pemerintah. Tentu tidak mudah bagi pemilik privat memberikan begitu saja lahannya digunakan orang lain yang belum diketahui motif kepentingannya.

Namun, melalui pendekatan sosial dan lingkungan hidup, adanya warga yang membutuhkan ruang-ruang terbuka publik serta kebutuhan udara bersih kota, diharapkan tanggung jawab moral pemilik ruang privat meningkat. Pemilik ruang yang mengizinkan lahannya digunakan untuk kepentingan publik tanpa mengubah status kepemilikannya, mendapat kompensasi.

Kompensasi yang diciptakan bervariasi, misalnya berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan. Hal ini penting sebagai bentuk terima kasih pemerintah bagi privat yang telah memberikan sebagian lahannya untuk publik. Bahkan, mungkin saja setiap privat yang menyediakan ruang hibrida diberikan penghargaan oleh pemimpin daerah/kota yang tentu saja dapat meningkatkan prestise privat tersebut.

 

Ruang terbuka hijau yang tidak hanya menyediakan tempat untuk warga berkumpul tapi juga untuk menikmati udara segar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Potensi Ruang Hibrida di Kota

Ruang hibrida dapat menjadi tempat berkarya perancang kota, arsitek, dan arsitek lanskap. Dalam merancang, tentu saja perlu dikenali siapa saja yang akan hadir di ruang tersebut, bagaimana koneksi antar-bangunan, serta jenis vegatasi tanaman yang penting untuk menambah kadar oksigen kota.

Ada beberapa lokasi potensial hadirnya ruang hibrida, seperti:

Pada beberapa stasiun ada yang berbatasan dengan kawasan perdagangan, pendidikan, atau permukiman. Akses jalan kaki dari dan menuju stasiun tanpa biaya dan aman menjadi kunci utama perwujudan ruang hibrida. Akses yang diciptakan sebaiknya jalur bawah tanah. Selain akses, ruang terbuka berupa taman untuk warga menunggu angkutan umum atau duduk beristirahat dapat diciptakan, terutama di stasiun yang memiliki lahan memadai.

Saat ini stasiun-stasiun MRT dan LRT sedang dibangun dengan koneksi antar-bangunan sekitarnya berupa jalur jembatan atau bawah tanah. MRT Jakarta misalnya, telah merencanakan ruang-ruang hibrida bawah tanah yang terkoneksi dengan bangunan-bangunan di sekitarnya serta halte TransJakarta yang berada di sekitarnya. Koneksi di bawah tanah nantinya dilengkapi dengan pertokoan bagi usaha kecil dan menengah. Ruang bawah tanah ini, meskipun tidak terbuka namun dapat menjadi area untuk beristirahat warga sehabis berjalan kaki.

Saat ini gedung-gedung perkantoran yang ada di Jakarta masih memiliki “sekat” berupa pagar pembatas dengan alasan keamanan. Sementara, di Singapura misalnya, antar-gedung telah memiliki ruang bersama di bagian belakang tanpa pagar, yang dapat diakses umum sehingga muncul kegiatan publik. Kegiatan publik di antara perkantoran ini dapat diisi dengan acara berjadwal seperti bazar, pertunjukan seni, atau ajang pamer kegiatan komunitas.

Pusat perbelanjaan merupakan lokasi yang paling sering didatangi warga, sebab itu keberadaan ruang terbuka hibrida dengan mudah diwujudkan di sini. Ruang bisa berupa taman terbuka yang dilengkapi dengan keberadaan pedagang usaha kecil dan menengah.

 

Ruang terbuka hijau yang tidak hanya bermanfaat bagi manusia tetapi juga makhluk hidup lainnya. Foto: Fransisca N Tirtaningtyas/Mongabay Indonesia

 

Ruang-ruang hibrida pada akhirnya menjadi salah satu penopang keberlanjutan ruang terbuka publik perkotaan. Keberhasilan penciptaan ruang-ruang hibrida tidak akan pernah terjadi tanpa ada kerja sama pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemahaman pentingnya ruang terbuka publik menjadi agenda penting yang harus disebar melalui bangku sekolah dan kuliah.

Berbagai peraturan pembangunan gedung yang menyertakan ruang terbuka publik sudah saatnya diwujudkan, demi kesehatan mental warga dan lingkungan perkotaan.

 

Referensi:

Mostafavi, Mohsen. (2010). Ecological Urbanism. Harvard University Graduate School of Design: Lars Muller Publishers.

Nissen, S. (2008). Urban Transformation. From Public and Private Space to Spaces of Hybrid Character. Sociologický časopis /Czech Sociological Review, 44(6), 1129–1149. http://nbn-resolving.de/urn:nbn:de:0168-ssoar-65128, situs diakses 28 April 2018.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

Trancik, Roger. (1986). Finding Lost Space: Theories of Urban Design. Van Nostrand Reinhold Company: New York.

 

*Margaret Arni Bayu Murti,   Dosen Tidak Tetap Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta. Tulisan ini merupakan opini penulis

 

 

Exit mobile version