Mongabay.co.id

KPK: Gugatan Hukum kepada Basuki Wasis Ancaman dan Pelemahan Pemberantasan Korupsi

Tambang nikel di Pulau Kabaena. Ore nikel ini kemudian dibawa ke pelabuhan khusus atau jetty. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

 

Basuki Wasis, pakar lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagai saksi ahli yang menghitung kerugian negara terhadap kerusakan lingkungan digugat perdata kuasa hukum terpidana korupsi Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara. Laode M Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terheran-heran.

“Ini pertama kalinya, saksi ahli KPK digugat karena kesaksian ilmiahnya. Ini ancaman pelemahan KPK dalam memberantas korupsi sumber daya alam,” katanya kepada Mongabay, di Palu.

Gugatan pun tak tanggung-tanggung, membayar Rp1,4 miliar, ditambah kerugian imateril Rp3 triliun. “Ini bertentangan dengan sendi-sendi prinsip hukum, bukan hanya di di Indonesia, juga dunia. Ahli yang diminta keterangan harus dihargai oleh pengadilan, tapi keterangannya itu bahkan digugat,” katanya.

Basuki Wasis, diminta KPK menghitung kerugian negara dan kerugian lingkungan atau ekologis atas rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca juga: Kala Kuasa Hukum Nur Alam Perkarakan Saksi Ahli Lingkungan, Berikut Pandangan Koalisi

Kala itu, KPK meminta ahli yang mampu menghitung kerugian negara atas kerusakan lingkungan, KLHK ajukan nama Basuki Wasis. Atas permintaannya ke IPB, dekan Fakultas Kehutanan IPB memberikan surat tugas pada Basuki.

Kasus ini, katanya,  berawal dari penyelidikan dan penyidikan KPK atas kasus korupsi Gubernur Sultra, yang mengeluarkan izin pertambangan. Pada izin pertambangan itu, dia juga mendapatkan suap dan keuntungan pribadi dari sejumlah pihak. Hasil penyidikan,  lewat izin Nur Alam, ada melanggar ketentuan hukum baik UU Kehutanan, Minerba, dan UU Tindak Pidana Korupsi.

Untuk menghitung kerusakan alam dan kerusakan lingkungan dari izin ini, KPK meminta pandangan ahli. “Selain menghitung kerugian negara dari lembaga Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kami juga mengundang Dr. Basuki Wasis dari IPB,” katanya.

Keterangan ahli ini, katanya, berhasil melimpahkan perkara ke PN Tipikor. “Dia diminta bersaksi di pengadilan,” kata Laode.

Salam proses peradilan, katanya, terdakwa juga menghadirkan saksi-saksi lain bahkan sampai upaya banding. Kesaksian Basuki dipakai pengadilan. Tak hanya Basuki, KPK juga jadi pihak tergugat.

Kalau sampai gugatan sukses mengabulkan penggugat, katanya, akan berdampak buruk bagi penanganan kasus-kasus korupsi ke depan di negeri ini.

“Jika ini dimenangkan penggugat,  akan merusak tatanan peradian di Indonesia. Tidak akan ada lagi ahli yang bersaksi karena keterangan lalu digugat. Ini sangat berbahaya.”

KPK meminta,  majelis hakim yang menyidangkan kasus ini berpegang teguh pada prinsip hukum. KPK juga meminta,  Komisi Yudisial mengawasi dan memeriksa kasus ini, termasuk badan pengawas Mahkamah Agung.

 

Aliansi masyarakat sipil, akademisi, KPK, dan KLHK menolak gugatan terhadap saksi ahli, Basuki Wasis. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

***

Selasa, (28/8/18), Pengadilan Negeri Cibinong menggelar sidang pertama dengan tergugat Basuki wasis. Dia digugat lantaran keteragan sebagai ahli dalam persidangan korupsi pemberian persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi milik PT. Anugerah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara.

Basuki digugat perdata Nur Alam yang sudah vonis 15 tahun penjara. Dalam persidangan, penggugat meralat gugatan materil, semula mengugat Rp1,47 miliar, jadi Rp93,6 juta.

Berdasarkan gugatan, penggugat menuntut ganti rugi Basuki karena beranggapan Basuki melawan hukum hingga mengakibatkan kerugian imateril dan materil.

“Sidang selanjutnya pembacaan eksepsi oleh tergugat. Harapan kami di putusan sela, hakim memutus kasus ini,” kata Isnur, pengacara Basuki Wasis.

Isnur bilang, gugatan Nur Alam salah alamat. Basusi adalah ahli yang dihadirkan atas permintaan KPK dan berdasarkan surat tugas Dekan Kehutanan IPB.

“Ini urusan antara KPK sebagai penegak hukum dengan terdakwa korupsi Nur Alam.”

Kalau terdakwa merasa keberatan dengan perhitungan yang dilakukan Basuki, katanya, sudah tersedia mekanisme dalam sistem hukum di Indonesia. Yakni, mulai menghadirkan saksi ahli lain atau tandingan, banding sampai kasasi atau peninjauan kembali.

Gugatan ini, katanya, jadi penanda bahwa upaya pemberantasan korupsi dan melindungi lingkungan makin besar. Kini,  sasaran tak hanya kelompok yang terlibat aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi, juga saksi dan ahli.

Dia bilang, memberikan keterangan sebagai ahli berdasarkan keahlian di pengadilan merupakan kewajiban, diatur dan dilindungi UU.

“Kesaksian disampaikan Basuki seharusnya dimaknai produk akademik. Metode yang digunakan sangat ilmiah dan sesuai ketentuan berlaku,”ucap Isnur.

Isnur meminta, pengadian menolak gugatan terhadap Basuki dan penegak hukum untuk menerapkan prinsip anti strategic lawsuit against public participation (pembungkaman partisipasi masyarakat dengan mengunakan instrumen hukum).

Mahkamah Agung, katanya, harus mengatur lebih lanjut mekanisme publik untuk menghadapi SLAPP.  “Mahkamah Agung harus sosalisasi kepada hakim agar menerapkan pedoman SLAPP yang berlaku.”

Ilyas Asaad, Inspektur Jenderal KLHK mengatakan, juga mengugat perusahaan yang merugikan negara dan merusak lingkungan. Ada beberapa perkara lingkungan diselamatkan KLHK, katanya, semua memakai ahli,  tidak hanya dari kementerian juga akademisi.

“Kami juga ikut bertanggung jawab. Awalnya KPK meminta ahli ke KLHK , kami minta ke IPB. IPB memberikan Pak Basuki Wasis ke KPK,” kata Ilyas.

Gugatan Nur Alam ini, katanya, bagian dari upaya membungkam orang yang ikut berpartisipasi melestarikan lingkungan.

“Jika ini terjadi, semua pejuang lingkungan akan digugat, ahli tak muncul. Tujuannya, agar tak ada pejuang lingkungan dan tak ada ahli di persidangan,” katanya.

KLHK, katanya, sedang menyiapkan aturan perlindungan bagi pelapor dan ahli hingga bisa jadi panduan.

Bambang Hero, guru besar Kehutanan IPB yang sudah jadi saksi ahli dari akademisi untuk kasus lingkungan hidup sejak 2000 ini mengatakan, dukungan para akademisi terhadap Basuki Wasis, bagian dari upaya penyelamatan KPK dari pelemahan koruptor dan perusak lingkungan.

“Kami berhadap banyak akademisi punya hati nurani ikut bersolidaritas, walau banyak mengaku sebagai ahli, sebelah kiri terjangkar kepentingan lain, hingga suara tak lantang,” katanya.

Dia bilang, hal semacam ini tak boleh lagi terjadi. “Semoga dalam pembacaan putusan sela segera dihentikan, kriminalisasi tak berlanjut,” katanya.

 

Kerusakan ekologi dampak pertambangan. Ini salah satu pertambangan batubara di Lahat, Sumsel. Mencemari sungai dan munculkan masalah ekologi. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Bukti dalil KPK benar

Nur Alam selain vonis 15 tahun juga denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Dia juga harus membayar uang pengganti Rp2,7 miliar. Pada tingkat banding, Ketua Majelis Hakim Elang Prakoso Wibowo beserta anggota, Zubaidi Rahmat dan I Nyoman Adi Juliasa, Reny Halida Ilham Malik dan Lafat Akbar, malah memperberat vonis Nur Alam jadi 15 tahun penjara.

Bahkan, katanya,  majelis hakim mempertimbangkan keterangan Basuki Wasis bahwa tindakan terdakwa yang memberikan persetujuan IUP kepada AHB tanpa prosedur telah mengakibatkan kerusakan lingkungan masif di Pulau Kabaena.

Belum lagi dihitung biaya pemulihan karena kerusakan lingkungan yang telah mengakibatkan kerugian besar.

“Putusan ini prinsipnya jadi bukti bahwa yang didalilkan KPK dalam surat dakwaan benar,” kata Bambang.

KPK menyebutkan, korupsi Nur Alam mengakibatkan kerugian negara dan kerugian ekologis. Menurut perhitungan BPKP perkara ini menimbulkan kerugian negara Rp1.596.385.454.137.

Menurut Basuki Wasis, perkara Nur Alam mengakibatkan kerugian lingkungan dengan musnah atau kerusakan ekologis pada lokasi tambang di Kabaena Rp2.728.745.136.000. Kalau hitungan keseluruhan, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp4.325.130.590.137.

“Kami dapat menghitung atas dasar analisis laboratorium, dapat angka kerugian perhitungan pakai Permen LH Nomor 7/2014.”

Dihubungi terpisah, Merah Johansyah Ismail, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) nasional menolak tegas kriminalisasi terhadap Basuki Wasis.

“Ini tren mengkhawatirkan, bukan hanya masyarakat pejuang lingkungan, juga akademisi. Ini menunjukkan bagaimana lemahnya negara melindungi para pejuang lingkungan, dan pejuang anti korupsi,” katanya.

Dia bilang, presiden harus turun tangan dengan kondisi seperti sekarang. “Jangan diam saja, harus bicara. Jika akademisi sudah dikriminalisasi, negara ini dalam kondisi bahaya. Korporasi terlalu kuat, hingga negara wajib lindungi akademisi yang memperjuangan anti korupsi.”

Kasus Nur Alam, katanya,  menunjukkan korupsi oligarki ektraktif, dan ada serangan dari korporasi perusak alam.

“Ini serangan balik mafia perusak alam. Para akademisi jadi saksi diteror, dan diserang mafia koruptor sumber daya alam. Dulu pelapor yang diserang mulai dari ancaman fisik, hingga psikis, kini ahli.”

Tama Satria Langkun, dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, dari kasus kriminalisasi Basuki ini kalau sampai gugatan menang,  akan merugikan dan berdampak pada kasus-kasus lain berdimensi korupsi sumber daya alam.

“Di Sulteng,  kami meminta dukungan akademisi, hal serupa juga di Malang, Sumatera Barat dan daerah lain,” katanya, seraya bilang di dunia akademisi pun ada saksi ahli dan ‘ahli bersaksi’. Saksi ahli bersaksi karena pengetahuan, ‘ahli bersaksi’ karena incar pendapatan.

Muhamad Nasrun, akademisi Universitas Tadulako, mengatakan,  kasus dialami Basuki sangat mengganggu kalangan akademis. Perlakuan terhadap Basuki, katanya,  bukan hanya kekerasan terhadap subyek pengetahuan, tetapi terhadap pengetahuan itu sendiri.

Dengan ilmu selama ditekuni dan keahlian Basuki sumbangkan kepada negara, katanya, justru diperlakukan tidak adil oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan hukum.

“Kami menyampaikan dukungan penuh dan meminta dukungan terus memberitakan informasi yang berkembang dari proses ini.”

 

Keterangan foto utama:    Tambang nikel di Pulau Kabaena. Ore nikel ini kemudian dibawa ke pelabuhan khusus atau jetty. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version