Mongabay.co.id

Bertahan Demi Status Produsen Mutiara Laut Selatan Terbesar di Dunia

Indonesia terus berjuang untuk menjadi penyuplai kebutuhan mutiara di pasar dunia. Dari empat jenis mutiara yang dicari oleh para pemburu mutiara, Indonesia saat ini tercatat menjadi pemasok utama untuk salah satu jenis mutiara, yaitu mutiara laut selatan (south sea pearls). Namun, ketersediaan mutiara jenis tersebut saat ini sedang dalam ancaman penurunan, karena jumlahnya terus menyusut.

Penurunan jumlah tangkapan mutiara bisa terjadi, karena saat ini para pembudidaya masih sangat bergantung pada hasil tangkapan dari alam. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, jika itu terus dibiarkan, maka status Indonesia sebagai pemasok utama mutiara laut selatan di dunia akan terancam hilang.

“Dengan terus bergantung pada tangkapan alam, itu berdampak pada penurunan stok induk tiram mutiara di berbagai lokasi. Perlu dicari solusi jangka panjang yang bisa menjaga keberlangsungan mutiara di alam,” ucapnya pekan lalu di Jakarta,.

Slamet menjelaskan, di antara solusi yang pas untuk mengendalikan jumlah tangkapan di alam, adalah dengan melakukan breeding program bagi komoditas tiram mutiara. Pelaksanaan program itu, dilaksanakan oleh Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem, Bali. Dengan melakukan program itu, dia yakin persoalan bisa dipecahkan dengan baik.

Menurut Slamet, melalui breeding, pasokan induk tiram mutiara akan tetap tersedia dengan aman. Dengan cara itu, maka hatchery kerang mutiara yang ada di Indonesia tidak akan lagi menggantungkan keperluan induk kepada tangkapan dari alam. Jika itu sudah terjadi, maka keberlangsungan mutiara di alam diharapkan akan terus ada sepanjang tahun, tanpa ada rasa khawatir lagi akan menurun jumlahnya.

“Kita dorong pusat pemuliaan induk seperti BPIU2K untuk memproduksi induk dan benih unggul melalui breeding program. Jadi, tidak boleh lagi ada ketergantungan induk dari alam, semua (hatchery) harus mendapatkannya dari pusat induk kekerangan,” jelas dia.

baca : Bagaimana Menjaga Kerang Mutiara Lombok dari Kepunahan?

 

Kerang mutiara selatan (south sea pearls), yang merupakan produk ekspor unggulan dari Indonesia. Foto : DJPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Tentang penurunan stok induk tiram mutiara di alam yang tidak bisa dihindari lagi, Slamet meminta itu menjadi perhatian semua stakeholder. Menurutnya, eksploitasi di alam yang terus dilakukan tanpa henti, harus dihentikan segera demi keberlangsungan komoditas tersebut selamanya. Bagi dia, solusi yang paling tepat, adalah bagaimana pusat pemuliaan kekerangan bisa menghasilkan calon induk mutiara dan benih yang berkualitas dan berkesinambingan.

“Kita akan terus dorong untuk terciptanya optimalisasi breeding program yang efektif,” tuturnya.

 

Integrasi Program

Untuk bisa menghasilkan calon induk mutiara dan benih yang bagus, Slamet menyebutkan, perlu ada integrasi, mulai dari pusat broodstock center BPIU2K Karangasem, hatchery perusahaan, hingga pembesaran. Dengan demikian, keterjaminan kualitas maupun suplai sesuai kebutuhan industri akan terus ada.

Dengan tujuan seperti itu, Slamet berpendapat, peran Asosiasi Budidaya Mutiara (ASBUMI) menjadi sangat penting karena berperan sebagai wadah para pelaku usaha komoditas mutiara. Bersama BPIU2K, ASBUMI bisa bahu membahu untuk membangun sistem yang baik demi keberlangsungan produksi tiram mutiara di Indonesia.

Sejauh ini, Slamet menjelaskan, induk kerang Mutiara dari BPIU2K Karangasem sedang memproses turunan induk sampai F2 dan di Balai Budidaya Laut Lombok telah berhasil sampai dengan F3. Di sisi lain, beberapa hatchery juga telah menggunakan induk tiram mutiara hasil breeding program ini.

“Induk unggul ini nantinya bisa saling dikawinkan untuk menghasilkan varietas dengan kualitas lebih baik. Saya rasa, ke depan seluruh hatchery sudah tidak lagi menggantungkan pada induk alam,” ucap dia.

baca juga : Dari Pelosok Bali Ini Bibit Udang Unggul, Abalon, dan Tiram Mutiara Tersedia

 

Kerang mutiara selatan (south sea pearls), yang merupakan produk ekspor unggulan dari Indonesia. Foto : GNFI/Mongabay Indonesia

 

Diketahui, BPIU2K saat ini menjadi bagian dari jejaring induk tiram mutiara yang dibentuk Pemerintah Indonesia untuk memperkuat keberlanjutan produksi komoditas andalan tersebut. Selain BPIU2K, tim jejaring juga beranggotakan Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok dan Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol Bali.

“Melalui jejaring ini, dilakukan pembagian tugas diantaranya tugas pemuliaan dan perbanyakan induk maupun calon induk,” tutur dia.

Di BPIU2K sendiri, saat ini sudah dikembangkan breeding program tiram Mutiara. Dengan luasan mencapai 2 hektar, BPIU2K sanggup menghasilkan produksi spat (benih) Mutiara yang siap turun ke laut dengan ukuran 1 mm – 1,5 mm hingga mencapai 2.500.000 ekor per tahun. Hasil breeding program ini, kemudian didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan di Kendari, Buton (Sulawesi Tenggara), Pulau Togean (Sulawesi Tengah), Bima, dan Lombok (Nusa Tenggara Barat), Trenggalek (Jawa Timur), Lampung, dan Manggarai, dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur).

Tak cukup distu, Slamet menambahkan, BPIU2K juga didorong untuk bisa mengembangkan budidaya mutiara di masyarakat secara langsung, sekaligus menjadi tahapan pemberdayaan masyarakat melalui segmentasi usaha. Dengan demikian, di saat bersamaan bisa didapatkan dua hal bermanfaat, yaitu peningkatan pendapatan masyarakat, sekaligus penegasan bahwa budidaya mutiara bisa dilakukan oleh masyarakat.

“Kemudian, pembudidaya juga bisa melakukan usaha dari spat hingga mencapai ukuran 4 centimeter atau 5 cm, untuk nantinya dijual ke perusahaan. Dengan cara itu, keluhan dari perusahaan yang selalu menyebut kekurangan spat, bisa diatasi juga,” tegasnya.

Untuk saat ini, diseminasi sistem budidaya tiram Mutiara diketahui sudah dilakukan di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali dan Desa Pulau Kaung, Kecamatan Beur, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

baca juga : Ekspor Ilegal Mutiara, Ada Keterlibatan Jaringan Internasional?

 

Ditjen Perikanan Budidaya KKP melakukan restocking kerang mutiara jenis Pinctada maxima di perairan di sekitar Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Foto : Ditjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Pasokan Benih

Demi keberlangsungan usaha, Slamet meminta kepada para pengusaha untuk tidak mengekspor spat mutiara dan sebaliknya, para pengusaha bisa menyalurkannya di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan lokal. Dengan cara itu, upaya untuk meningkatkan produksi mutiara nasional juga diharapkan bisa tercapai segera.

“Kita saja masih kekurangan spat, saya menghimbau agar spat ini tidak diekspor. Kita utamakan untuk dalam negeri. Nanti, Pemerintah ke depan akan membuat aturan untuk ekspor induk mutiara dari alam,” tegas dia.

Berkaitan dengan pengembangan mutiara, Slamet meminta pemerintah provinsi bisa segera menetapkan peraturan daerah zonasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Keberadaan payung hukum tersebut, dinilai sangat penting karena bisa menjadi alat untuk meniadakan konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir laut. Tak hanya itu, dengan perda, juga bisa memberikan kepastian berusaha dan jaminan keamanan investasi pada usaha budidaya mutiara.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Mutiara (ASBUMI) Mulyanto menjelaskan, perairan Indonesia diperkirakan menyimpan potensi mutiara hingga mencapai produksi 18 ton setiap tahun. Potensi itu, bisa dimanfaatkan dengan baik oleh BPIU2K Karangasem yang fokus melaksanakan produksi spat tiram mutiara.

Untuk itu, Mulyanto menyebut, permasalahan yang ada sekarang dengan segala potensi yang ada, harus menjadi perhatian semua pihak dan stakeholders. Hal itu, karena Indonesia memiliki daya saing tinggi di pasar internasional, khususnya untuk mutiara laut selatan. Pada 2016, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor mutiara Indonesia mencapai USD15,16 juta dengan tujuan utama ke Jepang.

Adapun, daerah yang menjadi sentra produksi mutiara di Indonesia, adalah perairan NTB dengan mutiara laut selatan dari spesies Pinctada Maxima. Kemudian, ada juga perairan di Lampung, NTT, Bali, Sulut, Sultra, Sulteng, Gorontalo, Maluku, Malut, dan Papua Barat. Sejak 2005, Indonesia mendominasi pasokan mutiara laut selatan di pasar internasional hingga mencapai 43 persen.

Diketahui, selain mutiara laut selatan, pasar internasional juga dipenuhi pasokan mutiara dari jenis mutiara air tawar (fresh water pearls), mutiara akoya (akoya pearls) dan mutiara hitam (black pearls).

 

Exit mobile version