Mongabay.co.id

Ulasan Izin Kapal Diberlakukan untuk Pemilik Kapal Perikanan, Untuk Apa?

Menjelang berakhirnya kepemimpinan Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, berbagai upaya terus dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menggenjot produksi perikanan nasional. Di antara yang sedang dilakukan, adalah dengan melakukan ulasan izin kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang selama ini masih banyak melakukan pelanggaran.

Saat memberi keterangan resmi di Jakarta, akhir pekan lalu, Susi Pudjiastuti mengatakan, agar produksi perikanan bisa meningkat lebih baik lagi, pihaknya fokus dalam melakukan pembenahan sistem perizinan usaha perikanan. Tujuannya, agar semua perizinan yang dikeluarkan sudah tertib dan tidak akan melakukan pelanggaran lagi.

“Kita ingin meningkatkan kepatuhan pelaku usaha. Caranya, yaitu dengan membenahi sistem perizinan usaha perikanan yang ada sekarang,” ungkapnya.

Susi menjelaskan, dengan segala potensi yang ada, dia meyakini bahwa produksi perikanan bisa jauh melampaui dari capaian yang sudah didapat pada saat sekarang. Tetapi, untuk bisa melampaui apa yang sudah dicapai sekarang, perlu perjuangan ekstra dari semua pihak, terutama kerja sama dari para pemilik kapal untuk bisa tertib dalam menyampaikan pelaporan.

Menurut Susi, hingga saat ini masih banyak para pengusaha ataupun pemilik kapal di daerah yang dengan sengaja tidak melaporkan hasil tangkapan dari kapal yang mereka operasikan. Kejadian bisa terus berulang, karena berkaitan dengan sistem perpanjangan izin yang diberikan Pemerintah kepada kapal-kapal yang memiliki industri penangkapan ikan di Indonesia.

“Dari beberapa data yang masuk, sudah jelas bahwa laporan hasil usaha yang diberikan mereka tidak sama dengan laporan hasil penangkapan. Bedanya sangat jauh,” tuturnya.

baca : Kinerja Perikanan Nasional Tercoreng Kegagalan Ekspor 2017, Kenapa Bisa Terjadi?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti beserta jajarannya saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Jumat (21/8/2018) tentang ulasan izin kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang masih banyak melanggar. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Susi kemudian mencontohkan, ada kapal purse seine berukuran besar seperti 70 gros ton (GT), 120 GT, dan bahkan 200 GT, dalam laporan hasil usaha tidak sesuai dengan laporan hasil penangkapan. Padahal, kedua laporan tersebut berasal dari kapal dan perusahaan yang sama. Seharusnya, jika memang jujur, tidak ada perbedaan antara kedua pelaporan tersebut.

 

Kebohongan Laporan

Lebih rinci, Susi menyebutkan, kapal berukuran 70 GT disebutkan memberikan laporan hasil penangkapan sebanyak 20 ton per tahun. Sementara, untuk kapal berukruan 120 GT melaporkan sebanyak 80 ton per tahun, dan kapal 200 GT melaporkan sebanyak 200 ton per tahun. Angka tersebut, dinilainya sangat tidak masuk akal, karena seharusnya bisa lebih dari itu jumlahnya.

“Dalam keadaa buruk sekalipun, paling tidak seharusnya dapat menghasilkan antara 1.000 hingga 2.000 ton dalam setahun,” ucapnya.

Mengingat tidak sedikit kapal yang tidak jujur dalam melakukan pelaporan, Susi menuturkan, pihaknya kemudian memberi teguran kepada para pemilik kapal. Setelah itu, pelaporan mereka diperbaiki dan hasilnya ada kapal yang sebelumnya melaporkan hasil tangkapan 20 ton setahun menjadi minimal 200 ton. Tetapi, kemudian, pihaknya tidak percaya dengan angka tersebut dan meminta pemilik kapal memperbaikinya kembali lebih baik lagi.

“Hasilnya, jadi 300 ton. Di sini terlihat kepatuhan para pemilik kapal ini sangat-sangat kurang sekali. Para pengusaha industri perikanan tangkap ini harus sudah mulai jelas melakukan pelaporan dengan benar,” tambahnya.

baca juga : Benarkah Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ungguli Negara Pesaing?

 

Kapal purse seine atau Lampara berukuran di atas 6 GT sedang membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan TPI Alok Maumere, Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Tanpa ada kepatuhan dari para pemilik kapal, Susi menilai, itu akan berdampak pada penerimaan pajak dari sektor perikanan. Padahal, saat ini sektor perikanan sedang disorot secara nasional, karena penerimaan pajak dari sektor tersebut secara nasional masih di bawah angka 1 persen. Catatan buruk tersebut, dinilainya karena dipengaruhi perilaku tidak terpuji yang dilakukan para pengusaha di daerah.

Diketahui, seperti tercatat dalam dokumen Kelautan dan Perikanan dalam Angka dan Validasi Nasional 2017, produksi perikanan tangkap nasional mencapai 6,8 juta ton, produksi perikanan budidaya 16,1 juta ton yang terdiri dari 5,65 juta ton ikan budidaya dan 10,45 juta ton rumput laut. Angka tersebut, disebut sebagai capaian dari sektor kelautan dan perikanan pada 2017.

“Tapi, angka tersebut hanyalah yang dicatat dan dilaporkan. Saya yakin capaian sebenarnya jauh di atas angka tersebut karena banyak pelaku usaha perikanan yang belum tertib dalam pelaporan,” tuturnya.

Untuk mencegah tidak terulang lagi kecurangan serupa, Susi menggandeng Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI dalam mengawal program legal, reported, and regulated fishing (LRRF) yang sekaran sedang dijalankan oleh KKP. Prorgam tersebut, merupakan kelanjutan dari illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) yang sudah dijalankan sejak 2014.

Menurut Susi, saat ini pasar dunia sudah semakin paham bahwa produk perikanan yang baik itu harus mengikuti aturan pengelolaan berkelanjutan. Makanya, kalau produk yang dihasilkan berasal dari aktivitas IUUF, para pengusaha di dunia, terutama Amerika Serikat dan Eropa, tidak akan mau membelinya.

menarik dibaca : Kapan Industri Perikanan Nasional Kuat Lagi?

 

Nelayan bersiap dalam kapal yang sedang merapat di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Nelayan merupakan profesi yang riskan akan kecelakaan dan kematian, sehingga pemerintah berupaya memberikan asuransi nelayan. Foto : Jay Fajar/Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, Susi juga memaparkan data yang dirilis resmi Badan Pusat Statistik untuk semester 1 2018. Dari data tersebut, disebutkan kalau nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya atau 2017. Adapun, volume ekspor hasil perikanan meningkat dari 475.740 ton pada semester I 2017 menjadi 510.050 ton pada periode sama 2018 atau meningkat 7,21 persen.

“Sedangkan nilai ekspor pada periode tersebut meningkat dari USD2,013 miliar menjadi USD2,272 miliar,” paparnya.

 

Ulasan Sistem Perizinan

Dengan fakta terbaru itu, Susi menilai, apa yang sedang dilakukan KKP saat ini melalui ulasan sistem perizinan, akan sangat berguna untuk penataan sistem perpajakan sektor perikanan. Cara tersebut, dinilainya akan bisa menaikkan nilai penerimaan didasarkan pada potensi usaha perikanan di Indonesia yang sangat besar.

“Tetapi, pemilik kapal di atas 30 GT harus memperbarui izinnya. Sementara, untuk yang di bawah 10 GT, itu tidak perlu izin lagi. Kalau kapal di atas 30 GT itu pendapatan per tahunnya di atas Rp6 miliar, jadi bukan UMKM namanya,” sebutnya.

Saat ini, Susi mengakui, pihaknya masih terus mendorong para pengusaha dan nelayan dalam negeri untuk terus meningkatkan hasil tangkapan ikan dan kemudian diekspor. Sebagai bentuk upaya peningkatan, kata dia, nelayan dan pengusaha bisa memanfaatkan momen perang dagang yang sedang terjadi sekarang dengan melibatkan AS dengan Tiongkok.

“Itu jadi peluang bagi produk perikanan dari Indonesia. Selama ini, produk perikanan Tiongkok biasanya menjadi saingan produk perikanan Indonesia, dan menjadi sulit masuk ke AS,” tandasnya.

“Dengan perang dagang Tiongkok dan Amerika, semestinya pengusaha Indonesia bisa melakukan terobosan mengambil keuntungan. Kita punya kesempatan produksi lebih,” tambahnya.

baca juga : Akselerasi Perikanan untuk Keberlanjutan, Seperti Apa?

 

Sebuah kapal yang menangkap ikan dengan jaring super trawl (pukat hela). Foto : Greenpeace

 

Direktur Intelijen Perpajakan Ditjen Pajak Kemenkeu Peni Harjanto menyayangkan capaian penerimaan pajak yang berasal dari sektor perikanan. Dengan potensi yang besar, seharusnya sektor perikanan bisa menyumbangkan penerimaan pajak yang besar. Bagi dia, fakta itu harus dicarikan jalan keluar agar permasalahan itu tidak berlanjut di kemudian hari.

“Kita akan mencarikan solusi untuk meningkatkan pembayaran pajak dari sektor perikanan, terutama perikanan tangkap,” jelasnya.

 

Exit mobile version