Mongabay.co.id

Jangan Ada Lagi Orangutan yang Dipelihara!

 

Tim Human Orangutan Conflict Response Unit – Orangutan Information Centre   (HOCRU – OIC), terus melakukan evakuasi orangutan sumatera yang dipelihara masyarakat atau akibat konflik.

Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), Panut Hadisiswoyo, saat diwawancarai Mongabay Indonesia belum lama ini mengatakan, pada Juni 2018, pihaknya dua kali mengevakuasi dua individu orangutan di Aceh Timur. “Keduanya dipelihara oknum TNI. Seorang merupakan perwira dan seorang lagi purnawirawan, yang ketika memelihara orangutan masih aktif di kesatuannya,” jelasnya.

Panut menyebutkan, dua individu orangutan itu telah dititipkan di karantina di Batu Mbelin, Sibolangit, Sumatera Utara yang dikelola oleh Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP). “Sebenarnya bukan di Juni saja kami evakuasi orangutan yang dipelihara oknum aparat. Saya berani katakan, hampir 50 persen yang kami selamatkan dari pemeliharaan ilegal, dipelihara oknum aparat,” terangnya.

Baca: Heran, Masih Saja Ada yang Pelihara Orangutan untuk Kesenangan

 

Orangutan bukan satwa peliharaan. Biarkan satwa liar dilindungi ini hidup di hutan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Dia menyatakan, aparat penegak hukum harusnya bersama masyarakat menjaga orangutan sebagai satwa kebanggaan Indonesia. Inilah tantangan konservasi di Indonesia, ketika oknum penegak hukum melangar ketentuan harusnya diproses juga. Memelihara orangutan berarti turut mendukung berkembangnya jaringan perdagangan satwa liar dilindungi yang merupakan pekerjaan terlarang.

“Kami sudah sampaikan ke pemerintah untuk melanjutkan ke proses hukum. Ini perlu dilakukan sebagai efek jera. Jika tidak, pemeliharaan satwa liar dilindungi oleh oknum aparat terus terjadi. Ketegasan harus utama karena kita semua sama di mata hukum,” terang Panut.

Sebelumnya, tim HOCRU-OIC membantu BKSDA Aceh mengevakuasi orangutan yang dipelihara oknum perwira Polri di Aceh Tamiang. Bertahun, orangutan jantan bernama Pongky ini ditempatkan dalam kandang sempit. Meski mata Pongky buta sebelah, kini dia sudah menjalani pelatihan di hutan Jantho, Aceh Besar, Aceh.

Baca: Dua Tahun Sudah, Kasus Perdagangan 4 Individu Orangutan Tak Ada Kabar

 

Pongky, orangutan sumatera yang sebelumnya dipelihara dalam kandang kini telah dilatih untuk hidup di hutan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Andi Sinaga, dari Forum Investigator Zoo Indonesia menyatakan, penegakan hukum UU KSDAE Nomor 5 tahun 1990, belum maksimal. Menurut dia, aparat penegak hukum masih berkutat pada penindakan kelompok paling bawah, seperti pemburu. Sedangkan bagi oknum aparat, minim yang diproses.

“Ketika aparat penegak hukum melanggar, ada kesan akan mengganggu hubungan antar-lembaga negara, baik itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Polri, atau TNI,” ujarnya.

 

 

Menurut Andi, untuk kasus kepemilikan satwa liar dilindungi, sangat kecil proses hukum yang menjerat aparat. Di Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, berdasar catatan Forum Investigator Zoo, baru diungkap seorang oknum TNI jajaran Kodam I/BB yang masuk jaringan perdagangan trenggiling.

“Kasusnya dilimpahkan ke POM TNI AD Kodam I/BB walau belum diketahui perkembangannya saat ini. Sedangkan kepemilikan orangutan sumatera belum ada juga yang diproses,” jelasnya.

Andi berharap, KLHK, TNI dan Polri, duduk bersama, membahas nota kesepahaman penegakan hukum tanpa tebang pilih. “Siapapun yang melanggar, harus diproses hukum tanpa kecuali,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version