Mongabay.co.id

Tidak Ada Tempat untuk Perusahaan Tambang Emas di Beutong!

 

Penolakan terhadap keberadaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Emas Mineral Murni (EMM) di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah, Provinsi Aceh meluas. Jika sebelumnya penolakan hanya dilakukan masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, kini masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah ikut mendemo perusahaan itu.

Pada 2 Oktober 2018,   mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Aceh Tengah, Himpunan Mahasiswa Pelajar Bener Meriah dan Persatuan Mahasiswa Aceh Tengah-Bener Meriah berunjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), menolak beroperasinya perusahaan tambang emas tersebut.

Perwakilan mahasiswa dari Aceh Tengah dan Bener Meriah, Wandi Ariga dalam orasinya menyebutkan, masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah tidak ingin PT. EMM hadir di wilayah mereka.

“Perusahaan akan merusak sungai dan air bersih serta pertanian masyarakat. Pemerintah Aceh dan DPRA harus tegas terhadap IUP yang dikeluarkan pemerintah pusat itu. Aceh merupakan daerah khusus yang yang bisa mengatur kewenangan sendiri. Pemerintah pusat tidak boleh mengeluarkan IUP tanpa koordinasi, kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam harus diperhatikan,” jelasnya.

Pemerintah Aceh Tengah, Nagan Raya, dan Pemerintah Aceh harus menyurati pemerintah pusat agar IUP PT. EMM dievaluasi. “Seharusnya, kawasan hutan yang berstatus areal penggunaan lain (APL), bisa dipakai untuk program-program yang menyentuh langsung masyarakat. Bukan diberikan pada perusahaan asing. Untuk apa investasi jika mengancam masyarakat kecil,” ungkap Lamsyahbudin, perwakilan mahasiswa.

Baca: Tegas! Masyarakat Beutong Tolak Perusahaan Tambang Emas

 

Merusak hutan sama saja dengan menghancurkan kehidupan makhluk hidup di Bumi, tak terkecuali manusia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Teungku Diwa Laksana, perwakilan masyarakat Beutong Ateuh Manggalang menyebutkan, masyarakat Beutong tegas menolak tambang. Selain merusak hutan dan lingkungan, perusahaan tersebut juga akan merusak wilayah yang penuh sejarah Aceh.

“Beutong Ateuh daerah terakhir perjuangan Cut Nyak Dhien melawan penjajah Belanda. Bertahun, Cut Nyak Dhien dan pejuang Aceh lain bertahan di hutan Beutong dan menjadikan daerah kami sebagai markas. Di sana banyak syuhada,” ujarnya.

Masyarakat setempat tidak pernah mengetahui keberadaan PT. EMM, pemerintah juga tidak pernah menginformasikannya. “Perusahaan sudah melakukan eksploitasi dan akan berdampak pada penggusuran dua desa, yaitu Blang Puuk dan Blang Meurandeh. Warga memperkirakan, jika 10.000 hektar lahan itu dieksploitasi, tiga desa lainnya yaitu Kuta Teungoh, Babah Suak dan Persiapan Pintu Angin akan tergusur,” ungkap Teungku Diwa.

Baca juga: Lawe Cimanok, Desa yang Tegas Menolak Tambang dan Perkebunan Sawit

 

Trogonoptera brookiana atau Kupu Trogon atau Rajah Brooke’s Birdwing, satu dari 16 kupu-kupu dilindungi di Indonesia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Hentikan izin

Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, menyampaikan dukungannya terhadap penghentian izin tambang yang selama ini diperjuangkan warga Beutong Ateuh dan masyarakat Aceh Tengah.

Dia mengatakan, Walhi Aceh telah melakukan akses informasi dokumen perizinan dan dokumen lingkungan hidup PT. EMM pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, serta Dinas ESDM Aceh.

“Namun, DLHK dan Dinas ESDM dalam surat balasannya mengatakan tidak memiliki perizinan PT. EMM,” jelasnya.

Merusak Beutong akan menimbulkan masalah besar. Derah tersebut merupakan hutan penting untuk manusia dan satwa kunci juga situs sejarah Aceh. “Pemerintah Aceh tidak boleh tinggal diam, masyarakat telah melakukan perlawan. Plt. Gubernur Aceh harus bersuara sehingga masyarakat tidak dirugikan, izin PT. EMM harus dicabut,” ujarnya.

 

Kondisi sungai di Geumpang, Pidie, Aceh, yang mengalami kerusakan akibat pertambangan emas ilegal. Foto: Boyhaqie

 

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, berdasarkah kajian GeRAK, IUP Operasi Produksi dikeluarkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk PT. EMM Nomor: 66/1/IUP/PMA/2017 tertanggal 19 Desember 2017. Luasnya 10 ribu hektar di Kecamatan Beutong Ateuh Kabupaten Nagan Raya, dengan skema penanaman modal asing (PMA).

“Prosedur pengusulannya bagian integrasi seluruh lintas sektor bersifat nasional. Akan tetapi, khusus Aceh sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 3 tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, faktanya dalam proses pengurusannya sama sekali tidak ada pertimbangan dari Pemerintah Aceh. Proses ini berpotensi cacat formil dan materil juga melanggar hukum serta prosedur hukum,” urainya.

 

Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan hutan mengagumkan di Sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Terkait kewenangan pengelolaan sumber daya alam dalam UU No 11 tahun 2006, dalam pasal 156 dinyatakan, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, mengelola sumber daya alam di darat maupun laut sesuai kewenangannya.

Sumber daya alam tersebut dirinci pada ayat 3 yaitu pertambangan berupa mineral, batubara, panas bumi, serta kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan. “Sedangkan ruang lingkup pengelolaan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan kegiatan usaha berupa eksporasi, operasi produksi, dan budidaya,” jelasnya.

Berdasarkan kajian hukum tersebut, ungkap Askhalani, dapat disimpulkan bahwa IUP PT. EMM berpotensi melanggar hukum dan cacat prosedur formil dan materil. Sebelumnya, PT Emas Mineral Murni (EMM) sudah mendapatkan surat persetujuan penghentian sementara melalui surat Bupati Nagan Raya Nomor 545/200/2014 tertanggal 6 Juni 2014, dan berlaku sampai 5 Juni 2015.

“Akan tetapi, tahun 2017 pihak BKPM mengeluarkan izin baru dengan konsep PMA. Kondisi ini memiliki conflict of interest dan berpotensi cacat prosedur. Laporan analisis ini telah kami kirimkan ke Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah,” tegas Askhalani.

 

Peta yang menunjukkan wilayah Ulu Masen, Beutong, dan Kawasan Ekosistem Leuser. Sumber peta: Google Earth

 

Asiamet Resources Limited, dalam situsnya pada 25 Juni 2018 menjelaskan, telah meningkatkan kepemilikan tidak langsungnya atas PT. EMM yang menggarap proyek Beutong tersebut dari 40% menjadi 80%. Perusahaan asal Australia ini menyatakan nilai transaksi untuk meningkatkan kepemilikan sebesar A$4.375 juta. Adapun sisa 20% saham EMM dimiliki PT. Media Mining Resource (MMR).

Perusahaan ini juga menjelaskan, sumber daya di Beutong mencapai 2,4 juta ton tembaga, 2,1 juta ons emas, dan 20,6 juta ons perak. Selain itu terkandung cadangan molibdenum berkualitas tinggi.

 

 

Exit mobile version