Mongabay.co.id

Gunung Rinjani Kemungkinan Dibuka 2020, Hasil Survei Menunjukkan Kondisi Masih Rawan

Pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sudah menyelesaikan survei jalur pendakian pasca gempa Lombok yang mengakibatkan ratusan pendaki terperangkap pada Juli lalu. Puluhan titik ditemukan longsor, tanah retak, dan rawan dilalui.

Setelah survei jalur pendakian ini akan dilanjutkan survei rencana rehabilitasi dan fasilitas pendukung yang diperkirakan selesai usai musim hujan tahun ini, sekitar Mei 2019. Pembukaan jalur pendakian TNGR menuju Danau Segara Anak diperkirakan pada 2020.

Gempa 6,4 SR pada 29 Juli 2018 membuat akhir pekan di area pendakian Gunung Rinjani berubah kalut. Banyaknya titik longsoran menahan mereka keluar dari TNGR. Sampai kemudian pada Selasa (31/7/2018) pukul 19.50 WITA seluruh pendaki dan Tim Evakuasi sudah keluar dari kawasan TNGR. Pendaki per 1 Agustus yang telah berhasil dievakuasi sebanyak 1.226 orang terdiri dari WNA 696 orang dan WNI 530 orang. WNA terbanyak berasal dari Thailand 358 orang (55%), Perancis 68 orang (10%), Belanda 43 orang (6,%), Jerman 25 orang (3%) dan Swiss 21 orang (3%).

baca : Dampak Gempa 6,4 SR di Lombok: 16 Meninggal dan Ratusan Pendaki Rinjani Terjebak

 

Proses evakuasi pendaki Gunung Rinjani korban meninggal Muhammad Ainul Muksin asal Makassar menggunakan helikopter berlangsung sejak Selasa (31/7/2018) pagi sampai siang. Korban meninggal karena tertimpa material reruntuhan saat ini berada di sudah di RS Bhayangkara Mataram. Foto : Amman Mineral/Mongabay Indonesia

 

Kepala TNGR Sudiyono mengirimkan hasil survei jalur pendakian ini pada Mongabay Indonesia pada Kamis (18/10). Dalam laporan ini dijelaskan survei pasca gempa dilakukan pada 3-5 Oktober di Jalur Pendakian Sembalun, Senaru, dan jalur budaya Torean.

Kegiatan survei melibatkan sejumlah pihak seperti TNI, Polri, Basarnas, Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur, BPBD Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur, Perwakilan Trek Organizer Senaru dan Sembalun, perwakilan pemandu, porter, dan Edelweis Medical Help Center (EMHC). Tujuannya mengetahui kondisi jalur pendakian dan sarana prasarana pasca gempa Lombok.

Dilanjutkan pembahasan hasil survei pada 8 Oktober dengan Balai Wilayah Sungai dan ahli geologi. Temuannya ada sejumlah sarana kantor rusak, puluhan titik longsor dan retak, dan situasi masih berbahaya bagi aktivitas pendakian.

Di sepanjang jalur pendakian Sembalun terdapat 14 titik dalam kondisi longsor dan 11 titik tanah retak. Satu unit Pos Jaga di Pos Il Sembalun dalam kondisi rusak ringan. Sebuah jembatan beton dengan rantai besi dalam kondisi rusak berat namun masih dapat dilewati. Tim ini mampu melaksanakan survei sampai dengan km 7.8. jalur pendakian Sembalun sampai terputus akibat longsor di Bukit Penyesalan (sekitar 120 m sebelum Pelawangan Sembalun).

baca juga :  Pasca Gempa, Sistem Baru Pendakian Rinjani Bakal Berlakukan Kuota dan Monitoring. Seperti Apa?

 

Sekelompok pendaki melewati padang rumput di wilayah Sembalun Lawang, Gunung Rinjani. Foto : trekkingrinjani.com/Mongabay Indonesia

 

Sementara di jalur pendakian Senaru, diketahui Kantor TNGR Resort Senaru dalam kondisi rusak berat, gapura pendakian di Jebag Gawah Senaru dalam kondisi rusak ringan. Pos Jaga dan toilet di Jebag Gawah Senaru dalam kondisi rusak berat. Sepanjang jalur pendakian Senaru ini juga terdapat 14 titik longsor dan retakan. Beberapa shelter di jalur pendakian Senaru dalam kondisi rusak ringan hingga berat. Jalur pendakian Senaru terputus akibat longsor di bawah Pelawangan Senaru.

Sedangkan di jalur budaya Torean terdapat 12 titik longsor dan retakan tanah. Jalur pendakian terputus di jalur sebelum Air Terjun Penimbungan akibat longsor.

Kesimpulannya Jalur pendakian Sembalun, Senaru, dan Torean belum dapat dibuka untuk pendakian karena belum aman. Longsoran di Gunung Rinjani juga diharapkan jadi bahan pertimbangan bagi pihak terkait dalam rangka antisipasi bencana bagi masyarakat di sekitar daerah aliran sungai yang berhulu di Gunung Rinjani ketika musim hujan nanti.

 

Jalur pendakian Sembalun terputus karena longsor pada km 7,8. Foto : Pengelola TN Gunung Rinjani/Mongabay Indonesia

 

Pengelola TNGR berencana melakukan survei jalur alternatif mulai 15 Oktober 2018 untuk menggerakkan kembali sektor wisata alam. “Kondisi longsor yang luas, areal yang terjal tidak memungkinkan adanya perlakuan khusus,” jelas Sudiyono terkait penanganan areal longsoran seperti pembersihan. Menurutnya paling aman menunggu stabil yaitu selesai musim hujan pada 2019.

Jika membutuhkan informasi dan data kondisi jalur pendakian serta sarana prasarana di kawasan TNGR pasca gempa Lombok dapat menghubungi Call Centre Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dengan nomor 0811283939 atau media sosial di twitter:@tnrinjani, instagram: gunungrinjani_nationalpark, Facebook: Taman Nasional Gunung Rinjani, dan website: tngr.menlhk.go.id.

baca :  Ada Apa Dengan Adat Sembalun di Lereng Rinjani? (Bagian I)

 

Panorama Gunung Rinjani. Foto : rinjaninationalpark.com

 

Saharudin, polisi hutan TNGR juga menyebut jalur alternatif saat ini tidak ada. Jalur pendakian hanya Sembalun, Senaru, dan jalur budaya Torean yang biasanya digunakan warga Hindu melakukan ritual di kawah Gunung Rinjani. “Jalur Torean juga terputus di pertengahan, sangat berbahaya tak bisa dilalui,” ingatnya. Sejumlah pijakan ambles karena berupa tebing. Kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk mencapai kawah gunung bahkan ia menyebut tim tak bisa mencapai danau.

Pria asal Lombok Utara ini juga terperangkap bersama pendaki saat gempa bumi lalu. Sekitar 1100 hektar di kawah Gunung Rinjani adalah area berkemah. Ada sejumlah sumber mata air termasuk air hangat yang digemari pendaki. Saharudin saat gempa sedang berada di sumber mata air ini, termasuk memeriksa apakah ada sampah plastik. Gempa menghentak dan sejumlah pendaki berlarian dari tenda. “Sekeliling danau yang biasanya ditutup kabut, saat itu putih tertutup reruntuhan,” ingatnya.

Teriakan menggema memecah pagi sunyi di kawasan danau ini. Saharudin mengaku tak begitu memikirkan gempa, yang muncul di pikirannya adalah di mana mencari sinyal ponsel untuk mencari informasi gempa susulan dan hal darurat lainnya. Terlebih ada pendaki yang segera ingin turun.

Saat ini dalam kondisi gunung sepi karena pendakian tutup, ia bekerja mengawasi hutan. “Hutan mulai mengering, debit air mengecil,” katanya.

menarik dibaca :  Cerita Polhut Evakuasi Pendaki Gunung Rinjani Pasca Gempabumi

 

Kemah para pendaki yang berjejal di kawasan Plawangan Sembalun di ketinggian 2639 mdpl di Gunung Rinjani. Foto : trekkingrinjani.com/Mongabay Indonesia

 

Salah satu pemandu tur pendakian Rendi Arfiyan mengetahui jalur pendakian masih rawan. Sebagai alternatif, menurutnya ada ada dua pilihan untuk para pendaki selain ke TNGR yakni mendaki Gunung Tambora dan Bukit Nanggi Sembalun.

Selain memastikan jalur dan sistem evakuasi, pemerintah dan pengelola TNGR menyebut akan membuat perbaikan pengelolaan. Sejumlah hal yang dirancang adalah pemberlakuan sistem booking online sebagai bagian dari manajemen pengunjung, pelaku wisata dan jasa usaha. Penetapan kuota pengunjung per hari. Manajemen sampah melalui sistem pack in-pack out menuju zero waste sampah pendaki. Selain itu operasionalisasi kembali CCTV untuk optimalisasi monitoring pendaki. Serta pemberlakuan tagging pendaki dengan sistem Radio Frequency Identification (RFID), untuk dapat memonitor pergerakan pendaki. Teknologi Informasi Unram akan mendukung pembangunan sistem RFID ini.

baca :  Rinjani dan Mimpi Taman Bumi

 

Dua orang pendaki memandang hamparan Danau Segara Anak di puncak Gunung Rinjani di kawasan Plawangan Senaru di ketinggian 2641 mdpl. Foto : trekkingrinjani.com/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version