Mongabay.co.id

Tambang Emas Ilegal: Korban Jiwa Berjatuhan, Hutan Jambi pun Merana

Dulu ini hamparan sawah sebelum menjadi tambang-tambang emas. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

 

Korban jiwa di lubang tambang emas ilegal di Jambi, terus berjatuhan. Bukan jera, malah makin meluas, dari sungai, sawah, kebun sampai hutan pun rusak dan tercemar…

 

Aluang, warga Pelawan, Sarolangun, Jambi, tewas terkubur galian tambang emas runtuh, Kamis (9/11/18). Kematian begitu dekat dengan para penambang emas ilegal di Sarolangun. Aulang bukan yang pertama, bukan pula yang terakhir.

Dari data yang Mongabay peroleh, awal 2018, dua warga Pasar Muara Sinau, Merangin, terjebak dalam lubang jarum. Keduanya tewas kehabisan oksigen, saat genset mati dan suplai oksigen ke lubang tambang terhenti.

Sekitar September 2018, di Merangin, dua penambang emas terjebak lubang jarum di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Manau. Di bulan sama, tujuh penambang tertimbun longsoran di lubang tambang Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap. Semua tewas.

Kematian sembilan penambang itu menggenapi daftar korban penambangan emas ilegal di Merangin jadi 20 orang. Pada 2016, 11 penambang emas ilegal tewas dalam lubang jarum di Desa Simpang Parit, Kecamataan Renah Pembarap.

“Kalau yang ninggal (tewas) banyak, gak keitung lagi. Banyak yang ndak diberitain di media,” kata Sanu, warga Pulau Pandan, Kecamatan Limun.

 

Bekas tambang emas ilegal di hutan Desa Lubuk Bedorong. Foto: KPHP Limau Unit VII Hulu

 

***

Dalam bahasa Sansekerta, Sumatera disebut sebagai Swarnadwipa atau pulau emas. Pada 1771, catatan William Marsden dalam buku History of Sumatra, Marsden saat Marsden menemukan Sungai Limun banyak mengandung emas. Melihat namanya, mirip Sungai Batang Limun di Kecamatan Limun, Sarolangun, Jambi.

Era 2.000an, penambangan emas di Limun, makin populer. Eskalasi tambang meningkat berkali-kali lipat, dan sulit dihitung. Cara-cara tradisional mulai ditinggalkan. Bucket excavator dengan cepat mengeruk tanah, kebun, sawah hingga meruntuhkan tebing untuk mendapatkan emas.

Kawah-kawah kecil bermunculan dalam sekejap, berakumulasi dalam waktu, dan menciptakan kubangan luar biasa luas. Struktur tanah hancur. Sawah, kebun, berubah daratan batu putih nan gersang.

Sungai pora-poranda. Sungai Batang Limun, yang ditemukan Marsden, sudah hancur. Erosi besar-besaran terjadi. Anak-anak sungai jadi dangkal dan banjir bebatuan.

Dinas Perikanan dan Peternakan Sarolangun, mencatat, lebih separuh dari 34 lubuk larangan di Sarolangun rusak karena tambang ilegal.

Analisis Citra Lansat TM 8 tahun 2017 oleh unit GIS Warsi, menemukan, kerusakan hebat di sepanjang alur sungai, sawah, kebun, dengan luas perkiraan 27.822 hekatar pada tiga kabupaten. Kerusakan paling parah di Sarolangun, 13.762 hektar, Merangin 9.966 hektar dan Bungo, 4.094 haktar.

Rudi Syaf, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI Warsi) mengatakan, kerusakan karena penambangan emas ilegal meningkat 100% pada 2017. Pada 2016, areal rusak tercatat 10.926 hektar, 6.370 hektar di Sarolangun dan 4.556 hektar di Merangin.

“Areal tambang ilegal ini diperkirakan separuhnya kawasan persawahan merupakan sumber pangan masyarakat,” katanya.

Warsi mencatat, penambangan ilegal di sepanjang alur sungai, mengakibatkan alur sungai jadi lebih luas dan dangkal. Tambang ilegal juga mengancam hutan lindung Bukit Bulan, dan hutan Desa Lubuk Bedorong. Banyak lahan mineral berubah jadi lahan kritis.

“Dari analisis, pengerukan tambang ilegal sudah masuk ke kawasan lindung, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Merangin dan Hutan Lindung Bukit Limau di Sarolangun,” kata Rudi.

Di Sarolangun, kerusakan lahan terparah karena penambangan ilegal di Kecamatan Limun, Batang Asai, Cermin Nan Gedang dan Bathin VIII. Di Kabupaten Merangin, kerusakan lahan terjadi di delapan wilayah, yakni, Tabir Barat, Pangkalan Jambu, Sungai Manau, Tabir Hulu, Tabir Lintang, Margo Tabir, Tabir dan Tabir Ilir.

Di Muara Bungo, tambang ilegal banyak di Tanah Sepenggal, Muko-muko Bathin VII, Bungodani, Rimbo Tengah, Pelepat, Pelepat Hilir, Bathin II Babeko dan sebagian Bathin III.

“Tambang mengakibatkan 825 hektar sawah tak bisa ditanami, 126 Lubuk Larangan di Bungo terancam dan satu jembatan rusak.”

Kerusakan sungai tak sebatas erosi, tetapi limbah merkuri jadi ancaman serius bahkan mematikan. Warga sekitar sungai yang paling terancam. Logam berbahaya menyebar ke aliran sungai hingga bagian dasar, dan meracuni.

 

 

Peta sebaran tambang emas ilegal di Jambi

 

 

Surat edaran yang teranulir

Pada 17 Juli 2017, Dinas Lingkungan Hidup Sarolangun, melayangkan surat edaran bernomor 666/235/DLH/2017, pada Camat Limun, Camat Batang Asai dan Camat Cerminan Gedang. Surat edaran berisi himbauan agar masyarakat di tiga kecamatan tak lagi minum, mandi dan mencuci menggunakan air Sungai Batang Limun dan Batang Asai.

Hasil uji laboratorium merkuri DLH di Jambi menunjukkan, muka air sungai di Batang Asai Hulu dan Hilir mengandung merkuri 0,003 mg, dan Sungai Batang Limun Hulu 0,005 mg, Sungai Batang Limun Hilir 0,004 mg. Anggka ini melebihi standar baku butu gubernur pada 2007, sebesar 0,002 Mg per liter. Bahkan jauh melebihi standar World Healt Organization (WHO) menetapkan batas kandungan merkuri dalam air 0.0001 ppm.

Edaran ini dianulir setelah Gubernur Jambi, Zumi Zola (kala itu) ikut merespon. Dia minta kualitas air diuji kembali. Hasilnya? Ajaib! Tiba-tiba berubah.

 

***

Sanu termenung memikirkan anaknya yang baru genap setahun. Hidup di daerah tambang emas, dia merasa masa depan anaknya terancam. Di kampung di Pulau Pandan, banyak sungai, sawah, kebun karet rusak karena tambang emas ilegal. Hasil menjanjikan dari tambang ini sulit mereka tolak.

“Kito mikir masa depan anak kito kagek (nanti). Lahan sudah tidak ado (ada) lagi.”

Di Limun, ada 16 desa, semua rusak karena tambang ilegal. Kerusakan hebat terjadi di Desa Ranggo, Muara Mensao, dan Moenti. “Sudah tak ada daratan yang bisa jadi lokasi tambang. Hancur sudah.”

Pertengahan Mei 2018, warga Lubuk Bedorong, memanas setalah tahu dua eksavator masuk ke Hutan Desa Lubuk Bedorong, tanpa izin. Penjaga hutan desa, aparat desa bingung.

Rapat lintas sektor antara lain polisi, TNI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah daerah digelar di Kantor Bupati Sarolangun, tim terpadu dibentuk. Meskipun begitu, operasi tamnang emas ilegal gagal.

“Jangan sampai hutan itu punah oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab,” kata Yusuf, warga Lubuk Bedorong.

Nur Rahmat, Ketua DPD Lubuk Bedorong, khawatir timbul banyak masalah kalau hutan Lubuk Bedorong habis terjarah tambang emas ilegal.

“Banjir, nak beumo (berladang) kami saro kemano lagi? Kalau (penambangan emas) yang kecil-kecil (tradisional) gak masalah, gak merusak.”

Tambang yang beroperasi dengan alat berat hingga rusak parah. “Mau minum, mandi gak bisa lagi.”

Muksin, penjaga hutan desa Lubuk Bedorong merasa was-was. Dia khawatir hutan Desa Lubuk Bedorong kembali terjarah penambangan emas. Awal 2017, sebuah eksavator penambang emas masuk, berhasil ditangkap warga dan dibakar.

 

Sungai Batang Limun, Sorolangun, Jambi. Foto: Warsi

 

Hutan seluas 3.303 hektar penetapan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 23 Februari 2017 akan jadi warisan bagi anak cucu warga Lubuk Bedorong. Kalau hutan itu hancur, warisan anak mereka juga sirna.

Muksin bilang, hutan Lubuk Bedorong, banyak memberi manfaat bagi warga. Banyak rotan, jernang, bambu dimanfaatkan warga untuk tambahan sumber ekonomi.

“Kalau dibiarkan akan hancur, anak-anak ke depan hidup lebih sulit, tidak ada yang diwariskan.”

Sebagian besar warga Desa Lubuk Bedorong, jadi petani sadap karet. Menambang emas masih dilakukan sebagian warga, sebagai kerja sampingan tetapi dengan cara tradisional.

Bagi Muksin, hutan Desa Lubuk Bedorong, adalah bagian hutan penyangga untuk kelestarian alam. Banyak anak sungai bermuara ke Sungai Batang Limun, menyatu ke Sungai Batang Tembesi, terus mengalir ke Sungai Batanghari.

“Jika sungai rusak dampak akan dirasakan warga hilir. Kami sumbernya, dan kami yang menjaga.”

Misriadi, Kepala KPHP Limau Unit VII Hulu mengatakan, hampir wilayah hutan di hulu Sarolangun terancam tambang emas ilegal. Banyak desa hancur, tergali tambang.

Dia mencontohkan, Dusun Manggis di Desa Napal Melintang, Kecamatan Limun. Dusun dalam hutan lindung itu hancur.

“Lahan usaha tani mereka sudah pora-poranda, sawah sudah tidak ada lagi, lubuk larangan sudah hancur.”

Lebih menyedihkan, kilauan emas tak juga bikin warga sejahtera, malah bahaya. Saat desa hancur, warga justru kesusahan cari penghidupan. “Karena apa, lahan usaha sebagian besar bekas tambang. Sekarang tak bisa diolah lagi,” kata Misriadi.

Dia meminta, pemerintah atau aparat serius turun tangan tangani penambangan emas ilegal ini. “Jangan sampai desa-desa punah ranah seperti Dusun Manggis.”

Lahan tani desa-desa di Limun, katanya, sudah tergadaikan tambang emas.

Dusun Manggis, hanya satu contoh kerusakan dampak tambang emas. Dia menyebut, banyak desa di luar kawasan hutan hancur.

Di Merangin, katanya, kerusakan alam di Sungai Manau, Desa Perentak, dan warga juga tidak kaya.

“Mereka dulu lagi marak iya (kaya), bangun rumah, beli mobil, sekarang mobil banyak ditarik leasing.”

Menurut Misriadi, masyarakat kecil paling kena dampak dari kerusakan lingkungan, masa depan mereka suram. Hingga kini, belum menemukan ada daerah hancur pasca-penambangan tetapi ekonomi warga makmur.

“Tak ada korelasi dengan tambang dalam desa mempengaruhi perekonomian masyarakat, tidak. Kalau tokenya-tokenya (bos-red) kaya iya. Tidak sedikit [juta] yang roboh sekarang.”

 

Keterangan foto utama:    Dulu ini hamparan sawah sebelum menjadi tambang-tambang emas. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

Muksin pengurus hutan Desa Lubuk Bedorong menunjukkan foto copy SK hutan desa yang diberikan KLHK. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version