Mongabay.co.id

Kenapa Upaya Penyelundupan Kepiting Bertelur Terus Terjadi?

Aktivitas perdagangan komoditas kepiting bakau (Scylla spp.) bertelur dan atau yang berukuran masih di bawah 200 centimeter dengan cara ilegal, disinyalir hingga saat ini masih terus berlangsung di Indonesia. Dugaan itu mengemuka, karena meski Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan peraturan yang melarang aktivitas tersebut, tetapi upaya penyelundupan ke luar negeri masih terus terjadi.

Hal itu diungkapkan Capture Fisheries Officer WWF Indonesia Faridz Rizal Fachri kepada Mongabay, Selasa (4/12/2018). Menurut dia, upaya penyelundupan ke luar negeri akan terus terjadi, selama permintaan dari pasar terhadap komoditas kepiting, terutama bertelur masih terus ada. Adapun, negara yang menjadi tujuan pengiriman favorit, masih didominasi oleh Asia Timur, terutama Tiongkok.

“Permintaan dari sana masih tinggi. Apalagi, pada Februari 2019 akan berlangsung perayaan Imlek. Biasanya, pada perayaan tersebut, kepiting bertelur akan menjadi satu sajian kuliner yang harus ada,” jelasnya.

baca :  Perdagangan Kepiting Ini Dilarang dan Dilepasliarkan Kembali. Kenapa?

 

Barang bukti kepiting yang akan diselundupkan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (2/12/2018). Foto : BKIPM KKP/Mongabay Indonesia

 

Di Indonesia, kata Faridz, titik utama lokasi awal pengiriman kepiting bakau, masih didominasi oleh Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat; Kota Tarakan, Kalimantan Utara; dan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dari daerah-daerah tersebut, kepiting bakau menyebar keluar ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri.

Sedangan peraturan yang melarang aktivitas ilegal tersebut, itu adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.56/PERMEN-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.).

Di dalam Permen, ada ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 3 dan menjelaskan tentang penangkapan dan/atau pengeluaran Kepiting (Scylla spp.), dengan Harmonized System Code 0306.24.10.00 hanya bisa dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang ada. Tanpa itu, siapapun tidak boleh melakukan aktivitas pengiriman.

baca juga :  Setelah Kepiting Dilepasliarkan di Segara Anakan, Amankah dari Tangkapan?

 

Kepiting selundupan yang berhasil disita di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (2/12/2018) dilepasliarkan di Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto : BKIPM KKP/Mongabay Indonesia

 

Aturan Pengiriman

Adapun, seperti dimaktub di dalam Pasal 3 poin a, dijelaskan bahwa penangkapan dan/atau pengeluaran pada 15 Desember sampai dengan 5 Februari harus mengikuti ketentuan, baik dalam kondisi bertelur maupun tidak bertelur dan dengan ukuran lebar karapas diatas 15 cm atau berat di atas 200 gram per ekor.

Kemudian, pada poin b, disebutkan bahwa penangkapan dan/atau pengeluaran pada 6 Februari sampai 14 Desember dalam kondisi tidak bertelur diberikan waktu hingga 11 bulan, dengan ketentuan ukuran lebar karapas di atas 15 cm atau berat di atas 200 gram per ekor dan jantan.

Ketiga, pada poin c, dijelaskan tentang pengeluaran setiap 15 Desember sampai dengan 5 Februari baik dalam kondisi bertelur maupun tidak bertelur dan, bisa dilakukan dengan ketentuan mencapai ukuran lebar karapas di atas 15 cm atau berat di atas 200 gram per ekor. Selain itu, kepiting diketahui berasal dari hasil budidaya yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal.

Terakhir, pada poin d, disebutkan bahwa pengeluaran pada 6 Februari sampai 14 Desember atau selama 11 bulan dalam kondisi tidak bertelur alias jantan, boleh dikirim dengan ketentuan memiliki ukuran lebar karapas di atas 15 cm atau berat di atas 200 gram per ekor dan berasal dari hasil budidaya yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal.

menarik dibaca : Begini Penampakan Ketam Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia

 

Petugas BKIPM KKP memeriksa kepiting selundupan sebelum dilepasliarkan di Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto : BKIPM KKP/Mongabay Indonesia

 

Menurut Faridz, dalam Permen tersebut, sudah jelas dan tegas bahwa pengiriman kepiting diatur sedemikian rupa secara teknis. Pengaturan tersebut tidak lain dilakukan, karena Pemerintah ingin menjaga kelestarian kepiting bakau yang pertumbuhannya sangat bergantung kepada habitat hutan bakau (mangrove).

“Kalau mangrove tidak ada, atau terus menurun luas dan kualitasnya, kepiting bakau juga tidak bisa berkembang,” tuturnya.

Akan tetapi, walau ada peraturan tersebut, Faridz tidak membantah jika aktivitas perdagangan ilegal diduga kuat masih terus berlangsung di Indonesia. Dugaan itu, karena dia melihat luas wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari pulau-pulau yang sangat banyak. Dengan demikian, para pelaku akan memanfaatkan celah tersebut sebagai kesempatan.

Selain itu, Faridz mengatakan, aktivitas ilegal diduga kuat masih berlangsung hingga saat ini melalui pengiriman jalur udara. Cara tersebut akan dilakukan, dengan memanfaatkan celah saat pemeriksaan oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Modus tersebut, kata Faridz, akan dipakai oleh pelaku, karena BKIPM biasanya akan melakukan pemeriksaan dengan cara melakukan pengambilan sampel secara acak. Dalam pemeriksaan, dia menyebut sampel yang diperiksa jumlahnya maksimal ada di kisaran 10 persen dari total kepiting yang akan dikirim ke luar negeri.

“Biasanya, kepiting yang memenuhi syarat jumlahnya tidak lebih dari 50 persen. Sisanya, melanggar aturan Permen. Pelaku akan berjudi untuk menyusun kepiting sedemikian rupa, sehingga yang akan dijadikan sampel adalah yang memenuhi syarat,” paparnya.

baca juga : Foto: Kepiting Porselen Si Rapuh Yang Mematikan

 

Petugas BKIPM KKP memeriksa kepiting selundupan sebelum dilepasliarkan di Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto : BKIPM KKP/Mongabay Indonesia

 

Jalur Udara

Kepala Pusat Karantina Ikan BKIPM Riza Pryatna mengatakan, aktivitas ilegal pengiriman kepiting ke luar negeri, sebagian besar dilakukan melalui jalur udara. Salah satu contohnya, adalah upaya penyelundupan yang dilakukan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (2/12/2018) pukul 22.01 WIB.

Saat itu, BKIPM menggagalkan upaya penyelundupan sebanyak 1.215 kepiting bakau bertelur yang disimpan dalam 19 kotak penyimpanan. Upaya penyelundupan tersebut dilakukan melalui maskapai Sriwijaya Air nomor penerbangan SJ 589 dengan rute awal dari Manokwari, Papua Barat.

Dari penyelundupan tersebut, didapatkan fakta bahwa kepiting dikirim oleh M dan diterima oleh dua orang di Jakarta dengan inisial DS dan W dengan masing-masing menerima 11 koli (kode a.n M: 8 koli dan TRI MKW: 3 koli) dan 8 koli (kode a.n AR).

“Setelah berhasil menggagalkan, kepiting bakau tersebut kita bawa ke Kantor Balai Besar KIPM Jakarta I untuk diamankan sebelum kita lepasliarkan,” ungkap Riza. Sementara itu, pemilik media pembawa dan pengurus pengambilan kargo telah dipanggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Operasi penggagalan penyelundupan tersebut, menurut Riza, tak hanya melibatkan petugas BKIPM Kantor Jakarta 1 saja, namun juga melibatkan Aviation Security (Avsec) Bandara Soekarno Hatta.

 

Kepiting selundupan yang berhasil disita di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (2/12/2018) dilepasliarkan di Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto : BKIPM KKP/Mongabay Indonesia

 

Pada Senin (3/12/2018), seluruh kepiting bertelur yang akan diselundupkan tersebut, langsung dilepasliarkan di perairan sekitar Taman Hutan Mangrove Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta.

“Sesuai instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Kepala BKIPM, Ibu Rina, kepiting-kepiting ini kita lepasliarkan di Taman Hutan Mangrove Pulau Pari, Kepulauan Seribu,” ujarnya.

Diketahui, sesuai Permen KP No.56/2016, pengiriman kepiting bertelur menjadi aktivitas terlarang. Untuk itu, para pelaku terancam disangkakan tindak pidana berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Jo Pasal 88 UU No.31/2004 tentang Perikanan Jo Pasal 16 ayat (1) UU No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No.31/2004 tentang Perikanan.

Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan Pasal 31 ayat (1) UU No.16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.

 

Exit mobile version