Mongabay.co.id

PT MMP Minta Aktifkan Izin Tambang yang Sudah Dicabut, Respon Pemerintah?

Sejak 2014, beginilah pemandangan Pulau Bangka, setelah kehadiran tambang. Foto: Save Bangka Island

 

 

PT. Mikgro Metal Perdana (MMP), tampak belum rela. Walapun izin usaha operasi dan produksi sudah dicabut pemerintah,  perusahaan tambang ini masih berusaha meminta pengaktifan kembali izin tambang mereka di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Kali ini,  mereka  berkirim surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Kementerian dan lembaga terkait mengadakan pertemuan dan memutuskan, tetap mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) soal pencabutan izin operasi produksi usaha MMP.

Baca juga: Aneh Izin PT MMP Sudah Dicabut, Mengapa Ada Upaya Pengaktifan Lagi?

Dalam surat yang dikeluarkan KESDM 28 November 2018, diketahui MMP terakhir mengirimkan surat kepada kementerian itu pada 14 November 2018.

“Intinya meminta mengaktifkan kembali IUP MMP,” tulis Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal KESDM, dalam surat yang bersifat segera itu.

Menanggapi surat MMP, KESDM kemudian mengundang sejumlah pihak untuk rapat membahas permintaan ini.

Dalam surat bernomor 6557 Und/06/SJN.H/2018 ini undangan rapat pada Rabu, (5/12/18) di ruang rapat Sekatung Gedung Heritage KESDM pukul 2.00 siang.

Surat Sekjen KESDM itupun mengalamatkan kepada Gubernur Sulawesi Utara, Deputi II Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kemenko Maritim, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lalu, Sekretaris Utama Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM, Deputi Bidang Pencegahan KPK, Deputi II Bidang Sosial Budaya dan Ekologi Kantor Staf Presiden, Dirjen Minerba, Inspektur Jenderal KESDM dan Bupati Minahasa Utara.

Baca juga: Jonan Cabut Izin Produksi Tambang PT MMP di Pulau Bangka, Langkah Selanjutnya?

Surat ini juga ditembuskan kepada Menko Maritim, Menteri ESDM, Menteri KKP, Kepala BKPM, Kepala Kantor Staf Presiden dan Ketua KPK.

 

Salah satu sisi pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulut yang terancam rusak karena rencana pertambangan bijih besi PT MMP. Foto Themmy Doaly/Mongabay Indonesia

 

Dalam notulen rapat yang diperoleh Mongabay, rapat yang dipimpin Kepala Biro Hukum KESDM ini dihadiri Sesditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Inspektur V KESDM, perwakilan masing-masing dari Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sekjen KLHK, Deputi bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Dirjen Minerba KESDM.

Perwakilan Pemprov Sulawesi Utara dan Pemkab Minahasa Utara, tak hadir tanpa ada pemberitahuan. Perwakilan KSP, meski tak hadir namun menyampaikan pesan menyerahkan sepenuhnya isu penanganan izin MMP kepada KESDM dengan catatan, tetap menjunjung tinggi integritas keputusan hukum.

Perwakilan KPK juga tak hadir karena bertepatan dengan Hari Anti Korupsi sedunia.

Dalam rapat KKP mendukung dan mengapresiasi keputusan KESDM mencabut izin operasi produksi MMP sesuai putusan Mahkamah Agung 11 Agustus 2016.

Berdasarkan Pasal 26A UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pemanfaatan Pulau Kecil termasuk Pulau Bangka dan pemanfaatan perairan di sekitarnya untuk penanaman modal asing harus dapat izin ini Menteri Kelautan dan Perikanan.

KLHK, selain menegaskan mendukung KESDM mencabut IUP perusahaan menekankan jika MMP hendak melanjutkan kegiatan harus menyusun analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan memperoleh izin lingkungan baru. Namun, KLHK sudah mencabut izin lisensi Komisi Penilai Amdal Kabupaten Minahasa Utara yang melakukan proses amdal MMP karena tak sesuai prosedur.

Dengan pencabutan izin lisensi Komisi Penilai Amdal ini maka izin lingkungan MMP otomatis tidak berlaku.

Catatan BKPM sampai dengan triwulan III 2018 realisasi investasi MMP sebesar Rp369 miliar.

Akhirnya, rapat mengusulkan KESDM menindaklanjuti surat permintaan MMP dengan balasan surat yang menyampaikan masalah MMP sudah selesai dengan terbitnya putusan MA dan keputusan pencabutan izin oleh Menteri ESDM. Pemerintah juga meminta MMP melaksanakan kewajiban sesuai Kepmen ESDM tertanggal 23 Maret 2017.

Sebelumnya, sesuai putusan MA Nomor 255 K/TUN,  KESDM pada 23 Maret 2017 membatalkan IUP operasi produksi MMP melalui Kepmen ESDM No. 1361K/30/MEM/2017. Intinya, surat itu mencabut Kepmen ESDM No. 3109K/30/MEM/2014 tentang pemberian IUP operasi produksi MMP di Pulau Bangka.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama KESDM, pada Sabtu (8/12/18), kala ditanya soal pertemuan dan bahasan rapat itu, akan menanyakan kepada Biro Hukum KESDM. Pada Senin (10/12/18), kala ditanya lagi, dia juga masih bilang akan ditanyakan ke Biro Hukum KESDM.

 

Aksi Tunai Hijau di Sulut, yang mendesak tambang MMP keluar dari Pulau Bangka. Foto: Tunai Hijau

 

Adanya permintaan pengaktifan kembali IUP perusahaan tambang di Pulau Bangka ini dinilai Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) sebagai tindakan pembangkangan hukum atas putusan MA.

“Sehari sebelum rapat antara lembaga di KESDM, Jatam telah mengirimkan surat protes dan legal opinion kepada Biro Hukum KESDM,” kata Ki Bagus Hadi Kusuma, aktivis Jatam, Kamis (6/12/20).

Dalam putusan pengadilan, katanya, jelas MMP telah melanggar hukum dan menyalahi perizinan, antara lain penambangan di pulau kecil, merusak lingkungan dan mencemari lingkungan.

“Serta tidak melibatkan masyarakat dalam proses perizinan karena mayoritas warga Pulau Bangka menolak kehadiran tambang.”

Soal argumen penggugat telah berdamai dengan MMP, katanya, tak bisa diterima karena berdasarkan temuan dan pengakuan warga, kuat dugaan bahwa penggugat yang berdamai mencabut gugatan telah menerima sejumlah uang.

Alasan lain yang dikemukakan sebagai dasar perusahaan meminta pengaktifan kembali, bahwa perkara telah dibatalkan PTUN Jakarta, kata Bagus, tak sah secara hukum.

Bagus mengemukan beberapa alasan. Pertama, karena sebagian penggugat masih bertahan dan tak mencabut gugatan ataupun berdamai.

Kedua, dalam putusan kasasi menyebutkan dalam perkara TUN tidak mengenal dading atau damai hingga putusan PTUN Jakarta itu masih berlaku dan berkekuatan hukum tetap.

“Artinya, Pulau Bangka harus bersih dari aktivitas pertambangan.”

 

Keterangan foto utama:    Sejak 2014, beginilah pemandangan Pulau Bangka, setelah kehadiran tambang. Foto: Save Bangka Island

 

Aksi protes Koalisi Selamatkan Pulau Bangka di Gedung Kementerian Hukum dan HAM atas beredarnya surat yang akan membahas pengaktifan kembali izin operasi produksi perusahaan tambang bijih besi, PT MMP di Pulau Bangka. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version