Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun : Perikanan Berkelanjutan, Bukan Lagi Syarat, Tapi Kebutuhan untuk Industri Perikanan

Susi Pudjiastuti mungkin tidak pernah menyangka, keinginannya yang kuat untuk melestarikan laut Indonesia dari para pencuri ikan, akan membuahkan hasil maksimal. Walau masih terus mendapatkan reaksi negatif hingga saat ini, namun kebijakan untuk membersihkan laut Indonesia dari para pencuri ikan, ternyata memberi dampak positif pada saat ini.

Salah satu dampak yang sangat dirasakan, adalah penerapan prinsip perikanan berkelanjutan di seluruh wilayah perairan Indonesia. Prinsip tersebut, sangat bermanfaat untuk menjaga laut tetap lestari sampai kapan pun. Penerapan prinsip tersebut, mengatur segala macam aktivitas yang ada di atas laut oleh manusia.

Prinsip tersebut kemudian diterapkan tidak hanya pada sektor perikanan tangkap saja, namun juga pada sektor perikanan budidaya yang aktivitasnya dilakukan tidak hanya di laut, tapi juga di darat. Sepanjang 2018, kedua sektor tersebut saling berlomba untuk mengaplikasikan prinsip berkelanjutan pada aktivitas produksi yang dilaksanakan oleh nelayan dan pelaku usaha.

Puncak dari itu semua, adalah keberhasilan Indonesia mengkampanyekan prinsip tersebut pada forum tingkat dunia yang mempertemukan para pemimpin dari negara-negara dunia di Bali, akhir Oktober 2018. Pada forum Our Ocean Conference 2018 itu, perikanan berkelanjutan menjadi salah satu bahasan utama yang mendapat perhatian dari semua negara.

Susi Pudjiastuti yang menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan saat ini, berkampanye lantang di hadapan para pemimpin dunia di Bali. Dengan tegas, dia meminta semua negara untuk ikut terlibat dalam menjaga lautan dunia, salah satunya melalui penerapan prinsip perikanan berkelanjutan. Prinsip tersebut, akan memaksa setiap negara untuk menerapkan kebijakan untuk menjaga lautan dari berbagai kerusakan.

“Mari menjaga lautan ini dari kerusakan. Kita harus lestarikan laut, agar anak cucu kita di masa mendatang bisa tetap menikmati segala manfaat dari laut. Menjaga secara bersama, sangat penting dilakukan, karena laut tidak mengenal batas negara,” ucap dia.

baca :  Perikanan Berkelanjutan untuk Masa Depan Laut Dunia

 

Panen ikan nila salin di Kabupaten Pati, Jateng. Pati menjadi daerah percontohan budidaya perikanan ikan nila berkelanjutan oleh KKP. Foto : DPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Apa yang dikatakan Susi tersebut kemudian ditegaskan di luar forum resmi. Dia mengatakan, segala sumber daya laut yang sangat bermanfaat untuk manusia dan alam raya, tidak bisa dijaga hanya oleh satu negara saja, tapi juga secara bersamaan dengan negara lain. Hal itu, karena sumber daya laut tidak bisa dibatasi dan akan saling melintas antar negara.

Pernyataan Susi kemudian diperkuat Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Zulficar Mochtar. Menurut dia, Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus meningkatkan upaya untuk menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan. Gerakan tersebut, sudah menyebar dari pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua, Maluku, Bali, hingga Sulawesi.

“Kita sadar bahwa perikanan berkelanjutan adalah masa depan dari perikanan dunia. Jika kita semua masih ingin bisa menangkap ikan di laut, maka perikanan berkelanjutan adalah jawabannya. Bagaimana kita bisa menjaga laut dengan baik, tanpa merusaknya, itu harus dilakukan semua negara,” ucapnya.

 

Wilayah Pengelolaan Perikanan

Zulficar menerangkan, sebelum perikanan berkelanjutan mengemuka di dunia, Indonesia sudah membentuk 11 wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP RI) yang disahkan oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.1/2009 dan kemudian diperkuat dengan Permen KP No.18/2014.

“Dengan adanya WPP, Indonesia mengatur mana saja wilayah laut yang bisa dimanfaatkan dan tidak. Sekarang, kita harus bisa memanfaatkan untuk perikanan berkelanjutan. Sekarang saatnya kita masuk lebih detail lagi,” ungkapnya.

Berkaitan dengan pengaturan wilayah penangkapan ikan, Zulficar juga menyebutkan jika Indonesia saat ini sudah memiliki Dewan Pengelolaan Perikanan yang bertugas di seluruh WPP yang sudah ada. Tugas dewan, di antaranya adalah untuk memastikan setiap WPP bisa berjalan baik dan tidak terjadi pelanggaran. Kalaupun ada masalah, maka itu menjadi tugas dewan untuk menyelesaikannya.

baca :  Ini Upaya Mewujudkan Perikanan Berkelanjutan. Bagaimana Praktiknya?

 

Ikan tuna hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Lampulo, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Penerapan prinsip perikanan berkelanjutan, menurut Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSKP) Rifky Effendi Hardijanto, akan membawa dampak positif juga bagi prinsip ketertelusuran produk perikanan dan kelautan. Prinsip tersebut, akan membawa pada produk pada tingkatan lebih tinggi lagi.

“Kebutuhan produk perikanan yang legal dan berkelanjutan, dari waktu ke waktu terus meningkat. Konsumen semakin peduli dengan perikanan yang jelas dan tegas. Kondisi itu membuat negara eksportir harus mengikuti syarat dari negara tujuan ekspor yang rerata menerapkan syarat ketertelusuran,” jelas dia.

Rifky mengatakan, saat ini masih sangat tinggi produk perikanan dan kelautan yang tidak menerapkan prinsip ketertelusuran. Meski sudah ada kenaikan kesadaran sekitar 16 persen dari jumlah semula sekitar 99,5 persen, namun dia mengakui kalau itu masih jauh dan harus ditingkatkan lebih tinggi lagi. Dengan demikian, semua produk perikanan dan kelautan yang ada sudah memenuhi prinsip itu.

“Ini kerja besar Presiden RI yang diturunkan kepada kami. Jadi ini menjadi kerja bersama,” tutur dia.

Salah satu kesuksesan penerapan prinsip berkelanjutan, diwakili oleh PT Citra Raja Ampat Canning (CRAC). Perusahaan swasta yang fokus pada penangkapan tuna sirip kuning dengan menggunakan kapal pole and line, sukses meraih sertifikat prestisius di dunia, Marine Stewardship Council (MSC). Keberhasilan itu menjadi gambaran kecil dari keterlibatan nelayan skala kecil dalam penerapan prinsip perikanan berkelanjutan.

Perusahaan yang berpusat di Sorong, Papua Barat itu, sukses mendapatkan sertifikasi setelah melalui usaha yang sangat keras dan panjang. Sertifikat berhasil mereka genggam, karena perusahaan tersebut dalam penilaian oleh tim auditor untuk MSC, dinyatakan sudah memenuhi semua syarat, termasuk dari sisi produksi, ketertelusuran, dan juga keamanan produk.

Bagi Indonesia, keberhasilan PT CRAC menjadi sangat berarti, karena itu artinya peluang bagi nelayan skala kecil untuk menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan tanpa menurunkan kuantitas dan kualitas produksi bisa tetap dilakukan. Juga, dengan penerapan prinsip tersebut, faktor kesejahteraan nelayan juga tetap bisa diutamakan karena harga dari produk bersertifikat menjadi lebih tinggi di pasaran internasional.

Setidaknya, hal itu diakui sendiri oleh Kepala Sub Direktorat Sumber Daya Ikan dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia dan Laut Lepas KKP Trian Yunanda. Bagi dia, keberhasilan PT CRAC mendapat sertifikat MSC, membuka jalan bagi perusahaan perikanan Indonesia lainnya yang saat ini juga sedang berjuang untuk mendapatkan sertifikat MSC.

baca :  Ini Contoh Sukses Perikanan Berkelanjutan dari Nelayan Skala Kecil

 

Hasil tangkapan nelayan kecil di Pulau Buru, Maluku, berupa ikan tuna. Nelayan di Pulau Buru pada umumnya merupakan nelayan kecil yang hanya bergantung pada hasil melaut saja. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Kebutuhan Industri

Penegasan lebih detil diuraikan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Luky Adrianto. Menurut dia, pengelolaan perikanan yang adil, mandiri, dan berkelanjutan di Indonesia memang masih menjadi impian bagi semua pelaku usaha perikanan. Meski sudah ada yang menerapkan, tetapi dia menyebut bahwa saat ini prinsip pengelolaan tersebut belum dilakukan oleh semua pelaku rantai pasar dalam bisnis perikanan dan kelautan di Indonesia.

“Ini penting sekali, terutama bagi pelaku rantai pasar di seluruh Indonesia,” ucap dia.

Luky mengungkapkan, penerapan prinsip berkelanjutan bukan lagi menjadi syarat untuk dunia bisnis. Lebih dari itu, penerapan prinsip tersebut menjadi kebutuhan untuk keberlangsungan sektor perikanan dan kelautan di masa mendatang. Tetapi, dia melihat bahwa penerapan tersebut masih sangat berat untuk dilaksanakan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Oleh itu, semua pihak harus bisa bekerja sama dengan baik.

Menurut Luky, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk penerapan perikanan berkelanjutan, adalah dengan melaksanakan akselerasi yang berfokus pada komoditas tertentu saja. Dengan kata lain, KKP tidak harus menggenjot semua komoditas agar prinsip tersebut bisa berjalan di seluruh Indonesia. Cara seperti itu, diyakini akan bisa mengembalikan kejayaan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan.

Tentang akselerasi, Luky menerangkan bahwa itu adalah konsep pengembangan selama periode waktu tertentu dan dengan target yang jelas. Contohnya, jika dalam waktu lima tahun ditargetkan harus mencapai 10, dan di tahun ketiga sudah mencapai delapan, maka bisa dilakukan akselerasi untuk mencapai 10 dalam waktu setahun saja.

“Dengan demikian, pada tahun keempat sudah tercapai target yang ditetapkan,” tutur dia.

Untuk melaksanakan program akselerasi, Luky menyebut bahwa itu tidak bisa sembarangan dilakukan dan harus melalui pertimbangan yang sangat matang dan waktu yang tepat. Momen yang dinilai paling pas dan tepat itu, tidak lain adalah saat ini, di mana perikanan Indonesia sedang mengalami keterpurukan, meski pemberantasan illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) berhasil dilakukan.

“Salah satu komoditas yang bisa digenjot untuk terlibat dalam perikanan berkelanjutan, di antaranya adalah tuna. Komoditas tersebut sudah menjadi unggulan bagi Indonesia sejak lama. Dari sisi infrastruktur dan sumber daya manusia pun, perikanan tuna dinilai sudah sangat siap dan mampu,” tegas dia.

baca juga : Perikanan Tuna Bertanggung jawab dan Berkelanjutan Diterapkan di Indonesia, Bagaimana Itu?

 

Pembersihan ikan tuna di PT Harta Samudera Pulau Buru, Maluku, pada akhir Agustus 2017. Perikanan di tempat tersebut mempraktekkan prinsip fair trade dan perikanan berkelanjutan bagi nelayan setempat. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto menjelaskan, untuk bisa menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan, setidaknya ada tiga hal yang harus dipahami oleh semua pihak. Ketiganya, menjadi sangat penting dan berkaitan antara satu dengan yang lain.

Adapun, ketiga hal itu adalah wilayah perlindungan perairan (marine protected area/MPA) dan kegiatan produksi perikanan melalui wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI, pengembangan sains dan teknologi pada sektor kelautan dan perikanan, serta skema pendanaan untuk mendukung pelaksanaan perikanan berkelanjutan.

“Prinsip tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) poin 14, yaitu untuk melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudera, dan maritim untuk pembangunan yang berkelanjutan,” papar dia.

 

Exit mobile version