Mongabay.co.id

Masyarakat Silo Protes, DPRD dan Bupati Jember Sepakat Tolak Tambang Emas

Aksi warga tergabung dalam Forum Masyarakat Silo protes menolak Blok Silo, Kabupaten Jember, masuk sebagai wilayah izin pertambangan sesuai surat keputusan Menteri ESDM. Foto: RZ Hakim/ Mongabay Indonesia

 

 

Masyarakat Silo, DPRD dan Bupati Jember, sepakat menolak tambang emas di Blok Silo. Bahkan, Bupati Jember akan penuhi tuntutan warga bikin peraturan daerah Jember bebas tambang. Ribuan warga protes, karena pada April 2018, muncul Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menetapkan Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, sebagai kawasan pertambangan emas dengan luasan wilayah usaha izin pertambangan 4.023 hektar. Ternyata, rekomendasi ini datang dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada 2016. Bupati Jember, melaju ke Pusat, menuntut evaluasi izin. Dia mendatangi Kementerian Hukum dan HAM dan lakukan sidang non litigasi.

 

 

***

Ruas jalan seputaran Bundaran Kantor DPRD Jember, Jawa Timur, lebih ramai dari biasa. Pagi itu, bertepatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia, 10 Desember 2018, petugas kepolisian tampak memenuhi jalur perempatan. Terutama, di perjumpaan ruas antara Jalan Jawa, Jalan Sumatera, Jalan Kalimantan maupun Jalan Bengawan Solo. Ia merupakan ruas jalan terpadat di Kabupaten Jember.

Sekitar pukul 10.00, deru motor terdengar dari arah Jalan Sumatera menuju ke sisi kanan Gedung DPRD Jember. Beberapa motor dengan pelat nomer bagian depan ditempeli selembar kertas putih bertuliskan spidol hitam. “Tolak tambang harga mati.” Hampir semua pengendara tertib dan mengenakan helm. Klakson riuh bersahutan. Terdengar pekikan takbir.

Sekitar lima menit setelah rombongan motor berlalu dan memasuki sisi kanan DPRD Jember, sebuah mobil patroli polisi lewat dengan iringan takbir. Di atasnya berdiri empat orang lelaki.

Farohan, Kepala Desa Pace Kecamatan Silo, memegang dan mengibar-ngibarkan bendera merah putih sambil meneriakkan takbir, di belakangnya ada Nurul, Taufiq dan Ahmad Dainuri.

Mereka berempat adalah perwakilan dari Forum Masyarakat Silo (Formasi) yang datang bersama ribuan masyarakat Kecamatan Silo untuk protes soal Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1802, keluar 23 April 2018. Dalam SK Menteri ESDM itu, menetapkan Kecamatan Silo, Kabupaten Jember sebagai kawasan pertambangan emas dengan luasan wilayah usaha izin pertambangan 4.023 hektar.

Dalam daftar koordinat di lampiran SK itu terdapat 38 titik dengan rincian 34 di Dusun Curah Wungkal Desa Pace, Kecamatan Silo. Empat titik lain, masuk di Kebun Kalisanen, Desa Sanenrejo, Kecamatan Tempurejo (batas sebelah barat Desa Silo). Desa Sanenrejo, termasuk dalam desa penyangga Taman Nasional Meru Betiri.

Taufiq Nur Ahmadi, koordinator aksi, mengatakan, massa 7.000-an orang dari empat Desa di Kecamatan Silo, antara lain Mulyorejo, Pace, Karang Harjo dan Harjomulyo. Mereka berbondong-bondong dengan armada 70 truk, 60 pickup, 100-an mobil dan 500-an sepeda motor.

Mereka menempuh jarak sekitar 34 km dari Pace menuju pusat kota untuk mengikuti aksi ini. Ia aksi terbesar sepanjang sejarah masyarakat Silo, dalam upaya menolak pertambangan emas.

Mereka meminta DPRD Jember dan Bupati Faida, bersama perwakilan warga menemui gubernur untuk membatalkan lelang hak eksplorasi dan eksploitasi tambang emas Blok Silo. Mereka juga menuntut pencabutan SK Menteri ESDM itu.

Warga memberikan tengat pencabutan SK pada pekan pertama Januari 2019. Bila tenggat diabaikan, warga akan menutup jalan raya provinsi sampai SK dicabut. Warga juga mendesak revisi rencana tata ruang wilayah menyangkut Kecamatan Silo. Juga menuntut bupati dan DPRD Jember menerbitkan peraturan daerah soal bebas tambang paling lambat Maret 2019.

Massa merangsek menuju Kantor DPRD Jember, dari sisi kanan gedung. Petugas kepolisan dan pamong praja berjajar membentuk barikade. Aksi massa terdiri dari laki-laki dan perempuan dari segala usia. Ada ibu-ibu, anak-anak muda memakai kaos dengan sablon ‘Tolak Tambang Harga Mati.’ Sholawat dan takbir bergemuruh dari kerumunan massa. Dalam kesempatan itu, Kapolres Jember, Kusworo Wibowo, meminta, masyarakat Silo yang hendak menyampaikan aspirasi tetap tertib dan santun agar tidak mengganggu ketertiban umum.

Polres Jember, katanya, akan terus mendampingi dan mengawal aksi hingga selesai. Massa bersorak, ada yang berteriak mengucapkan terima kasih.

Ayub Junaidi, Ketua DPRD Jember, menerima perwakilan tokoh masyarakat Silo, yang menyampaikan aspirasi. Kala dengar pendapat berlangsung, massa bergerak masuk.

 

Suasana hearing antara DPRD Jember dengan perwakilan tokoh
masyarakat Silo.Foto: RZ Hakim/ Mongabay Indonesia

 

Farohan, Kepala Desa Pace, meminta, kepada DPRD Jember, bikin RTRW yang menegaskan Blok Silo, bukan wilayah pertambangan. Dengan begitu, ke depan bisa jadi pegangan bagi masyarakat agar wilayah mereka tak lagi bisa ditambang.

“Kami harap bukti nyata, anda membantu rakyat kami. Jangan sampai terlambat mengambil keputusan. Saat masyarakat tidak menemukan keadilan, nanti mereka akan mencari keadilan sendiri. Itu lebih berbahaya bagi stabilitas keamanan di Jember menjelang pilpres dan pemilihan DPR akan datang,” kata Farohan.

Warga telah bertemu DPR provinsi dan mendapatkan informasi kalau izin tambang tak serta merta gubernur yang menandatangai dan merekomendasi.

“Itu ada campur tangan pemda, khusus bupati dan DPRD juga. Mohon pertanyaan kami ini dijawab terbuka. Bupati siapa campur tangan dengan izin tambang hingga gubernur bisa memberi rekomendasi? Partai apa yang mendukung izin tambang hingga gubernur bisa merekomendasi?” tanya Farid Mudjib, tokoh masyarakat Silo.

Dalam kesempatan itu juga dijelaskan kedatangan staf Dinas ESDM beserta warga asing ke Dusun Curah Wungkal, Desa Pace pada 5 Desember lalu. Kejadian ini memicu kemarahan warga. Ratusan warga Desa Pace menyandera tujuh orang terdiri tiga WNA, satu penerjemah, dua staf Dinas ESDM Jawa Timur dan sopir.

Mereka datang tak meminta izin terlebih dahulu kepada kepala desa dan Polsek setempat hingga menimbulkan kecurigaan warga. Sebagian warga menduga mereka adalah investor yang datang meninjau calon lokasi pertambangan.

“Saat warga meminta turun dari mobil, mereka tidak mau. Hanya sopir yang turun. Katanya, tujuan mereka hendak ke rumah Wasik di Mulyorejo untuk investasi sengon.”

Suasana makin ricuh. Akhirnya Taufiq menghubungi Kapolres Jember karena khawatir terjadi hal-hal tak diinginkan. Tujuh orang itu dievakuasi Polres Jember untuk dimintai keterangan. Hingga sore, ketujuh orang masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Jember. Polisi juga mengamankan tiga mobil dan alat keperluan survei tambang ketujuh orang ini di Mapolres Jember. Staf ESDM Jawa Timur, Darmanto, menjelaskan kedatangan mereka untuk survei lokasi tambang Blok Silo.

Staf itu bilang, kedatangan ini guna memastikan lokasi atau titik tambang emas. Rencananya, mereka mau mengambil sampel, pada tiga titik Blok Silo.

 

DPRD Jember tolak tambang

“Saya bisa memastikan, jika mengenai pertambangan, sejak awal DPRD menolak. Pada 2014, awal kita membahas Perda RTRW, di sana sekali tak ada yang membahas pertambangan,” kata Ayub Junaidi, Ketua DPRD Jember.

Dia bilang, visi RTRW Jember, adalah mewujudkan keseimbangan pertumbuhan wilayah melalui pengembangan agrobisnis, pariwisata dan usaha ekonomi produktif berbasis potensi lokal dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan. Ia mencakup pertanian dan lain-lain.

“Kami tak menyebut tambang. Saat itu, kami juga berdebat dengan provinsi. Kami hadir juga saat itu mempertahankan ini. Kami undang juga dari NU (Nahdlatul Ulama-red). NU sendiri juga menyampaikan, pertambangan ini banyak mudharatnya.”

Sayangnya, kata Ayup, perda RTRW tidak ditindaklanjuti pemerintah kabupaten dengan mengajukan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Perda RDTR akan sangat membantu, karena turunan RTRW dengan pembahasan lebih detail.

Bupati Jember, katanya, sudah mengagendakan Perda RDTR selesai 2018, tetapi sampai sekarang belum masuk ke DPRD. Ayub bilang, permasalahan tambang ini juga makin pelik karena ada perubahan UU No23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan izin pertambangan masuk kewenangan provinsi, bukan ranah kabupaten dan kota lagi.

“Pada 2015, pernah ada kasus rame-rame soal Antam (PT Aneka Tambang-red) mau masuk ke Silo. PJ Bupati waktu itu, Supaad, mengundang seluruh tokoh masyarakat dari berbagai desa. Ada dari PCNU, Muhammadiyah, MUI, semua diundang. Bagaimana tanggapannya? Semua menolak. Tidak setuju ada tambang di Jember.”

Kala semua unsur menolak, katanya, Pj bupati mengirimkan surat kepada gubernur menolak pertambangan. “Lha, sekarang muncul rame lagi, itu bingung. Ini sekarang ranahnya sudah di provinsi dan pusat. Yang jelas saya haqqul yakin, seluruh anggota DPRD menolak tambang. Sudah jelas. Kami satu suara bersama masyarakat Silo, menolak tambang,” Ayub.

Dalam kesempatan itu wakil masyarakat meminta Ayub membuat surat peryataan sebagai bukti sikap menolak tambang. Dia juga diminta bersama masyarakat Silo berjalan kaki menuju Kantor Bupati Jember, menyampaikan aspirasi yang sama.

Usai pertemuan, Ayub Juanidi didampingi tokoh masyarakat Silo dan Kapolres Jember menemui massa yang berhasil masuk ke pelataran Kantor DPRD Jember.

“Kami dari DPRD Jember bersepakat sejak lama, kami juga menolak pertambangan. Buktinya apa? Di perda RTRW, kita sudah bersepakat, Silo merupakan wilayah pengembangan pertanian dan agrobisnis.”

“Saat kami diminta membuat surat peryataan, kami siap menandatangani. Saya sebagai Ketua DPRD Jember, sepakat tidak ada pertambangan di Jember. Kami akan bersama-sama dengan bupati dan masyarakat Silo membatalkan rencana pertambangan emas di Kecamatan Silo Jember kepada Gubernur Jawa Timur,” kata Ayub seraya bilang siap menemani masyarakat Silo berjalan kaki menemui bupati.

Massa menyambut senang, suara takbir dan sholawat berkumandang.

Setelah itu, massa menuju Kantor Bupati Jember, melewati Jl Bengawan Solo. Mereka berjalan kaki. Ayub dan jajaran DPRD Jember juga turut serta.

 

Ribuan warga Silo mendatangi DPRD Jember, meminta ketegasan tolak tambang emas di Blok Silo. Foto: RZ Hakim/ Mongabay Indonesia

 

***

Seputaran alun-alun Jember penuh massa dari arah Jalan Bengawan Solo dan Ciliwung. Sebagian menumpuk di Jalan Sudarman, tepat di depan Kantor Bupati Jember.

Mereka, rombongan warga yang berjalan kaki dari Kantor DPRD Jember. Truk, mobil dan motor berjajar di Jalan Ahmad Yani, mulai dari sisi kanan kantor bupati, memanjang menuju SPBU Temba’an. Sebagian lagi berada di Jalan Kartini, sisi sebelah kiri kantor bupati.

Cuaca cukup terik, sebagian besar mereka berteduh dan duduk lesehan di sepanjang trotoar Jalan ahmad Yani. Ada yang memanfaatkan keteduhan pohon di alun-alun Jember. Ibu ibu bergerombol menggelar bekal.

Di trotoar sisi kanan Kantor Bupati Jember, terlihat beberapa perempuan memunguti sampah plastik sisa bungkus makanan dan gelas air kemasan. Mereka memasukkan di tong sampah di sekitar. Ada pula yang menempatkan pada kresek merah besar.

Ketika ditanya, mereka bilang kalau, kata Kyai, ketika ikut aksi harus menjaga kebersihan, tak boleh ada sampah. Mereka yang sempat dan melihat sampah langsung diambil dan dibuang sendiri.

 

Bupati tolak tambang dan Perda bebas tambang

Massa langsung merangsek menuju depan Kantor Bupati Jember, begitu mendengar suara Faida, Bupati Jember. Faida naik ke mobil pick up, didampingi Wakil Bupati, Muqit Arief dan Ayub Junaidi. Massa menyambut riuh.

“Saya dan Kyai Muqit mengucapkan terima kasih kepada bapak ibu semua, karena masyarakat Silo satu suara menolak tambang sejak dulu sampai sekarang. Kalau masyarakat kompak, pemimpin berjuangnya lebih ringan. Kalau masyarakat satu suara tolak tambang, kami juga tidak akan berbeda suara dengan rakyat Silo menolak tambang.”

“Kami hanya akan melakukan pembangunan yang diinginkan dan diperlukan masyarakat,” ucap Faida.

Dalam kesempatan itu, Faida mengimbau masyarakat tak ragu hingga menimbulkan celah bagi pihak yang tak bertanggungjawab mengadu domba.

“Saya ingin menegaskan, kami tidak ada kesulitan apapun untuk menolak tambang, karena mungkin pada waktu pilkada dulu ada investor tambang yang mendanai kami. Saya tegaskan, kami tidak pernah didanai sepeser pun oleh investor tambang.”

Dia bilang, terbit SK Menteri ESDM dengan lampiran empat soal WIUP Blok Silo, tak pernah ada selembar surat pun dari pemerintah Kabupaten Jember merekomendasikan. Sampai SK terbit, katanya, tidak pernah ada rekomendasi tertulis. SK Menteri ESDM itu terbit, katanya, atas rekomendasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kini, kewenangan perizinan tambang tak lagi di kabupaten tetapi pada provinsi.

Dia juga sudah menghadap Menteri ESDM, untuk menyampaikan surat dan aspirasi masyarakat terkait keberatan atas WIUP tambang dan meminta lampiran dicabut. Menteri, katanya, juga menyatakan sanggup membatalkan lampiran empat dalam SK itu. Bahkan, kata Faida, presiden juga menjamin, mendukung masyarakat Silo tolak tambang.

Selain melayangkan surat ke provinsi yang menyampaikan masyarakat Silo, tidak ingin ada operasional tambang, juga menolak lelang Blok Silo. Menurut Faida, hal itu akan jadi pintu masuk bagi operasional selanjutnya.

“Kami juga meminta rekomendasi kepada provinsi, sampai hari ini Provinsi Jawa Timur belum mau memberikan rekomendasi pencabutan. Ini tak boleh dibiarkan mengambang. Saya tidak ingin masyarakat resah.”

Dia meminta doa restu dari masyarakat. Dia akan ke Jakarta menghadap Kementerian Hukum dan HAM untuk mediasi non litigasi agar segera mencabut lampiran empat SK Menteri ESDM meskipun tak ada ada rekomendasi provinsi.

“Supaya jember kondusif dan tentram. Kita masih punya sawah, ladang dan perkebunan. Yang akan memakmurkan kita semua.”

Faida dan DPRD Jember juga bersepakat segera merampungkan RDTR. Menurut dia, dengan RDTR bisa membentengi Jember dari upaya pertambangan. Selain itu, mereka akan terus mengupayakan Perda Bebas Tambang, sesuai tuntutan masyarakat.

Muqit Arief, Wakil Bupati Jember, mengimbau, masyarakat agar menggunakan langkah-langkah simpatik dan santun serta tidak merugikan masyarakat.

“Saya tidak ingin melarang dan membatasi aktivitas panjenengan. Cuma di dalam tuntutan itu ada tertulis, kalau misal, nanti hasil masih belum sesuai apa yang diharapkan masyarakat Silo, ada rencana menutup jalan provinsi dari Jember ke Banyuwangi. Saya pribadi menyarankan, jangan.”

Pengguna jalan itu, katanya, kemungkinan orang-orang yang perlu akses segera, misal, orang sakit, atau tertimpa musibah. “Saya khawatir kalau ditutup justru tak baik untuk kita. Carilah jalan-jalan lebih simpatik dan tak merugikan orang lain. Insya Allah, itu yang lebih diridhoi. Jangan ragukan komitmen kami.”

Pukul 13.00, Faida menandatangi surat kesepakatan mengupayakan Perda Bebas Tambang, di seluruh Kabupaten Jember. Prosesi itu disaksikan Ketua DPRD Jember, wakil bupati, tokoh masyarakat Silo dan ribuan masyarakat Silo yang hadir.

Aksi ribuan masyarakat Silo ini juga menarik simpati beberapa orang yang tinggal di seputaran alun alun Jember. Salah satu, Irawan Wibisono. Irawan, sedikit banyak mengikuti pemberitaan soal ricuh pertambangan baik di Jember dan Banyuwangi.

Menurut dia, kekompakan warga sangat berpengaruh pada upaya perjuangan panjang.

 

Ribuan masyarakat Silo, datang ke DPRD Jember dan Kantor Bupati meminta unsur pemimpin daerah itu bersama warga tolak Blok Silo, jadi wilayah tambang. Foto: RZ Hakim/ Mongabay Indonesia

 

 

Sidang non litigasi

Bupati Jember, Faida, menepati janji untuk mediasi melalui sidang non litigasi di Kementerian Hukum dan HAM pada 14 Desember 2018 guna menuntaskan permasalahan tambang emas di Kecamatan Silo.

Pada jalur ini, digelar sidang pemeriksaan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur nonlitigasi yang akan menghasilkan sebuah rekomendasi. Materi pokok sengketa atas penetbitan Keputusan Menteri ESDM No1802 dengan jenis pengusahaan bahan mineral logam emas.

Humas Pemkab Jember dalam rilis menyatakan, sidang perdana Jumat siang (14/12/18) di Gedung Kementerian Hukum dan HAM Jakarta. Disebutkan, pengajuan Blok Silo dilakukan sejak 29 Februari 2016 oleh Pemerintah Jawa Timur kepada Kementerian ESDM. Ia berdasar aturan PP No 23/2014.

Pemprov Jatim yang diwakili Dinas ESDM Jatim, Harsusilo, tak bisa memastikan apakah sebelum pengajuan wilayah Blok Silo jadi wilayah tambang logam emas, sudah berkoordinasi dan meminta persetujuan dari Pemkab Jember. Dia mengatakan, akan berkoordinasi terlebih dahulu untuk memastikan.

Dalam PP No 23/2010, dijabarkan soal koordinasi penerbitan perizinan dengan pemerintahan di bawahnya baik provinsi, kabupaten atau kota.

Soni Hadi, dari KESDM, menegaskan, sesuai aturan, kewenangan pengajuan wilayah tambang ada di pemerintah provinsi. Dalam aturan itu disebutkan, pemerintah provinsi harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan kabupaten atau kota tempat lokasi tambang berada. Dia mengasumsikan, saat itu Pemprov Jatim telah berkoordinasi dengan Pemkab Jember.

“Memang tidak disebutkan dengan jelas bentuk koordinasi itu, apakah dengan surat atau sekadar rapat koordinasi,” kata Soni.

Faida menegaskan, sejak dilantik pada 17 Februari 2016, sama sekali belum pernah diajak berkoordinasi soal Blok Silo.

“Kita juga sudah telusuri dokumen-dokumen. Tidak ada satupun soal persetujuan atau hingga saat ini, tidak ada dokumen apapun soal Blok Silo. Tapi ada yang lebih besar dari soal koordinasi. Yang perlu ditandaskan, semua masyarakat Jember menolak tambang emas Blok Silo.”

Dia tak ingin situasi Jember jadi tidak kondusif hingga berharap revisi atau peninjauan kembali Keputusan Menteri soal WIUP Blok Silo.

Selain itu, gubernur juga memiliki kewajiban memverifikasi rencana tata ruang di wilayah tambang yang akan diajukan. Ia tercantum dalam Kepmen ESDM No1.798 tentang petunjuk teknis penetapan WIUP.

Gubernur memiliki kewajiban, memverifikasi lokasi tambang pada rencana tata ruang Kabupaten Jember, informasi pemanfaatan lahan, karakteristik budaya masyarakat berdasarkan kearifan lokal, termasuk daya dukung lingkungan sebelum mengajukan usulan penetapan WIUP ke KESDM.

Majelis Pemeriksa dalam sidang nonlitigasi, Jimy Z Usfan, menyatakan, meskipun kewenangan lelang WIUP ada di provinsi dan saat ini bisa jadi Pemprov Jatim tidak lelang, namun suatu saat Blok Silo masih terbuka dilelang.

“Kita sayangkan dari Pempov Jatim belum bisa memastikan koordinasi dengan Pemkab Jember, tetapi kalau memang ada kesalahan prosedur, kita akan meminta keputusan menteri untuk ditinjau kembali,” ucap Jimy.

Sidang ditunda dengan pemberitahuan lebih lanjut untuk mengumpulkan lebih banyak bukti-bukti dan keterangan pihak-pihak terkait. Dalam sidang ada ini ada lima majelis pemeriksa, yakni Agus Riwanto, Jimy Z Usfwan, Nasrudin, Ardiansyah dan Ninik Hariwati, serta satu ahli. Pihak-pihak yang berkompeten dan hadir dalam persidangan adalah Pemprov Jatim, KESDM dan Pemkab Jember.

 

Keterangan foto utama:      Aksi warga tergabung dalam Forum Masyarakat Silo protes menolak Blok Silo, Kabupaten Jember, masuk sebagai wilayah izin pertambangan sesuai surat keputusan Menteri ESDM. Foto: RZ Hakim/ Mongabay Indonesia

Lampiran yang menyatakan Blok Silo, sebagai wilayah izin tambang

 

 

Exit mobile version