Mongabay.co.id

Ketika Jokowi Minta Lahan Perhutanan Sosial Jangan Tanami Sawit

Orang Rimba melepas lelah setelah menyadap karet. Foto: Elviza Diana

 

Kala menyerahkan surat keputusan perhutanan sosial di Jambi, Presiden Joko Widodo, menyampaikan, banyak tanaman yang bisa memberikan nilai ekonomi tinggi, lahan kelola jangan tanami sawit. Kelompok-kelompok tani dan komunitas adat yang mendapatkan lahan pun punya beragam tanaman seperti jengkol, petai, manggis, kepayang, cokelat, kopi dan lain-lain. Ada juga yang akan mengelola eko wisata.

 

Mijak Tampung, Orang Rimba, kelompok Makekal Hulu, menempuh perjalanan 250 kilometer dari pedalaman Bangko, Kabupaten Merangin menuju Kota Jambi, Jambi. Dia ingin bertemu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dan bicara soal zonasi Taman Nasional Bukit Duabelas bertiga dengan Kepala Balai TNBD, Haidir.

Baca juga: Akhir Konflik dengan Wana Perintis, Orang Rimba Bisa Kelola Lahan

Hari itu, Minggu (16/12/18) Presiden Joko Widodo, menyerahkan 92 surat keputusan perhutanan sosial seluas 91.997 hektar untuk 8.165 keluarga. Penyerahan dilakukan di Taman Hutan Pinus, Pal X, Kota Jambi.

Mijak berkeinginan agar aturan TNBD tak hanya mengadopsi pembagian wilayah adat Orang Rimba, juga dikelola sesuai budaya Orang Rimba. Mijak bilang, ingin mengusulkan hutan Tanoh Nenek Moyang khusus kelompok Makekal Hulu, sistem mirip hutan adat.

Baca juga: Jokowi Serahkan 91.000 Hektar Hutan Rakyat, Batin Sembilan Sampaikan Surat Khawatir Jalan Tambang

“Orang Rimba punya wilayah adat yang dilindungi secara adat, seperti hutan tanoh nenek puyang, benteng (pertahanan), kelaka (dusun lama),” katanya.

Sayangnya Mijak tak punya kesempatan untuk bicara. Acara penyerahan SK Perhutanan Sosial di Taman Hutan Pinus, Paal X, Kota Jambi, Minggu pekan lalu itu terlalu ramai untuk dirinya terlihat menonjol.

“Sayo duduk di belakang, depan rombongan media jadi mau berdiri tidak bisa, tidak boleh. Kalau duduk di depan, sayo akan sapa ibu menteri, tak ada kesempatan,” kata Mijak.

Dia bilang, Orang Rimba di Makekal Hulu, punya harapan besar pada Pemerintahan Jokowi.

 

 

Jangan tanam sawit

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan, luas perhutanan sosial yang diberikan pemerintah pada masyarakat di Jambi mencapai 91.000 hektar lebih.

“Seluas 91.000 hektar, jangan dipikir ini kecil lho, 91.000 hektar itu gede,” katanya. “Diberikan pada 8.100 keluarga, artinya setiap keluarga dapat 10 hektar, itu juga gede.”

Baca juga: Hutan Harapan Masih Hadapi Beragam Ancaman

Kalau surat keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diterima warga Jambi, merupakan kepastian hukum dan berlaku hingga 35 tahun ke depan.

“Kalau dulu yang diberikan konsesi yang gede-gede (perusahaan-red), sekarang saya memberikan yang kecil-kecil (warga-red).”

“Di semua provinsi kita bagi-bagi, masih banyak ini lahan yang ingin kita bagi. Yang gede-gede yang tidak digarap saya minta lagi. Sini saya kasihkan ke rakyat,” katanya, langsung disambut dengan tepuk tangan.

“Betul, betul,” sahut warga.

“Tapi jangan tepuk tangan dulu, sudah diberikan nanti tidak digarap, saya cek di lapangan tidak digarap, janjian tak cabut juga. Yang gede, tidak digarap saya cabut, yang kecil pun kalau tidak digarap saya cabut.”

 

 

Presiden Joko Widodo menjelaskan fungsi SK perhutanan sosial yang diserahkan pada 8.000 lebih masyarakat Jambi. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Jokowi bilang, pemerintah akan terus membagi lahan kepada masyarakat. Dia ingin rakyat Indonesia memiliki lahan berproduksi untuk meningkatkan ekonomi.

“Yang sudah dapat lahan silakan mau ditanami apa silakan. Tanam kopi, silakan.”

“Sawit,” kata masyarakat menyela.

Jokowi meminta, lahan yang diberikan pemerintah tak tanam sawit. Kata presiden, luas perkebunan sawit di Indonesia, yang sudah tanam lebih 13 juta hektar, dengan produksi sampai 42 juta ton.

“Kalau terlalu gede lagi harga nanti turun, kita harus sadar itu,” kata Jokowi.

Data KKI Warsi, luas perkebunan sawit di Jambi 1,8 juta hektar, didominasi perkebunan milik perusahaan Sinarmas Plantation, Astra Grup, Asian Agri, dan Wilmar.

Jumlah suplai ke pasar terlalu banyak akan berdampak buruk, kata Jokowi, harga jadi murah dan berpotensi dipermainkan pasar internasional terlebih minyaksawit mentah Indonesia, mayoritas buat pasar ekspor.

“Sekarang ini ada penolakan dari Uni Eropa, karena di sana nanam juga yang mirip-mirip sawit, bukan sawit tapi. Minyak mirip-mirip.”

“Minyak bunga matahari di Prancis, jadi jangan semua nanam sawit.”

Jokowi memberikan pandangan agar warga tanam seperti nilam, minyak atsiri, kepayang, yang punya nilai jual tinggi karena persaingan pasar di luar masih minim.

Dia bilang, kopi juga punya pasar baik, tetapi tidak lantas semua lahan tanam kopi. “Anjlok bareng-bareng lagi nanti.”

Tarman, petani Tanjab Barat, bilang, dapat SK perhutanan sosial dua hektar. Lahan itu ditanami kopi dan coklat. Dalam setahun bisa panen sampai delapan kali dan menghasilkan 180 kilogram kopi dan coklat sekali panen. Satu tahun bisa dapat Rp30 juta.

“Saya terima kasih banyak pada Pak Predisen. Kita makin semangat,” katanya.

Zulkifli, anggota kelompok tani Koperasi Telaga Indah di Tebo, mendapat izin kelola lahan 500 hektar. Dia tanami jengkol, petai, dan sebagian manggis. Pada Jokowi, pria paruh baya itu mengatakan, hasil tani dapat menyekolahan enam anak hingga sarjana.

“Ini bagus, bagus ini,” kata Jokowi, memuji.

Jokowi mendukung pengembangan jengkol dan petai, karena persaingan di pasar masih minim. “Manggis ini permintaan ekspor gede sekali tapi tidak bisa memenuhi. Singapur minta, Jepang minta, di Tiongkok, minta berapa pun diterima, barangnya tidak ada, karena tidak ada yang nanam. Semua senengnya nanam sawit.”

 

Hutan Harapan, rumah beragam keragaman hayati dan jadi ruang hidup komunitas masyarakat adat. Foto: Fahrul Amama, Burung Indonesia

 

Zulkifli minta, izin lahan ditambah 2.000 haktar. “Saya nanti cek ya, kalau benar-benar produktif, dan memberi kesejahteraan pada anggota koperasi, ditambah tidak masalah. Yang penting itu jangan ada lahan itu satu meter persegi pun yang ditelantarkan, titipan saya itu aja,” kata Jokowi.

Zulkifli resah dengan pembalakan liar yang marak di Tebo. Dia bilang, telah kirim pesan pada Siti Nurbaya dan menyurati Polda Jambi dan Polri untuk menghentikan cukong kayu yang gencar membabat hutan.

Abdul Haris dari Kelompok Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Birun, Kecamatan Pangkalan Talang Jabu, Merangin mendapat 2.788 hektar lahan seluas itu ditanami kepayang, sebagian tetap berhutan demi menjaga pemanasan global. Haris juga berencana mengembangkan obyek wisata alam dan wisata air di lubuk larangan.

“Kayak mancing mania gitu pak,” katanya pada Jokowi.

Jokowi memuji Abdul Haris sebagai warga yang berpikir maju. Menurut dia, usaha di sektor wisata punya potensi ekonomi tinggi. Dia mencontohkan, Desa Ponggok, Jawa Tengah, dengan dana desa sukses mengelola wisata air dan setiap tahun menghasilkan omset sampai Rp14 miliar.

Presiden minta, masyarakat berpikir kreatif dan tak memulu menanam sawit.

Dari data Dinas Kehutanan Jambi, peta indikatif dan areal perhutanan sosial di Jambi mencapai 368.232 hektar. Hingga Oktober 2018, pemerintah mengeluarkan 188 SK Perhutanan Sosial lewat lima skema dengan total luasan 136.402,71 hektar.

SK Perhutanan Sosial itu terbagi dari 80 hutan tanaman rakyat (HTR) seluas 20.724,28 hektar, 36 SK untuk hutan kemasyarakatan (HKm) seluas 13.505 hektar, 21 hutan adat 6.259,2 hektar, 45 izin hutan Desa seluas 94,902 hektar ditambah 5 SK kemitraan kehutanan dengan luas 1.303,31 hektar.

“Hari ini hampir 92.000 hektar kembali diberikan pada masyarakat,” kata Siti Nurbaya, Menteri LHK.

Sampai Desember, hutan yang dikelola masyarakat Jambi lewat SK perhutanan sosial mencapai 228.389 hektar.

Kata Siti, pasca diserahkan SK perhutanan sosial yang penting pendampingan. Dalam acara ini, pemerintah juga menggandeng beberapa BUMN untuk membantu pinjaman usaha dan penyerahan hibah.

Darmin Nasution Menko Perekonomian, merinci, luasan tersebar perhutanan sosial yang diserahkan presiden di sembilan kabupaten di Jambi. Di Muarojambi 3.790 hektar, Batanghari 8.151 hektar, ditambah lima SK Kulin Kemitraan Kehutanan 1.303 hektar. Lalu, Kabupaten Tanjab Timur 6.139 hektar, Tanjung Jabung Barat 2.294 hektar, Sarolangun 2.171 hektar, Tebo 2.000 hektar, Bungo 208 hektar, Kerincin 1.844 hektar dan terluas di Merangin luas 10.138 hektar.

SK perhutanan sosial ini dibagi dalam 38 hutan kemasyarakatan seluas 18.870 untuk 3.992 keluarga, enam kemitraan kehutanan 1.461,93 hektar untuk 279 keluarga. Kemudian, 15 hutan desa 42.667 hektar untuk 535 keluarga, dan 33 hutan tanaman rakyat 28.998,61 hektar dibagi pada 3.441 keluarga.

“Semoga ini jadi berkah bagi masyarakat,” katanya.

 

Rumah Orang Rimba di Makekal Ulu. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

Kurangi konflik

Menti Ngelembo, Orang Rimba Kelompok Terap di Kecamatan Bathin XXIV, Batanghari, terlihat sedikit kikuk saat menerima SK Kulin KK seluas 144 hektar dari Presiden Jokowi. Bagi Kelompok Terap, surat keputusan itu sangat berharga bagi kehidupan 169 anggota mereka.

Sebelumnya, Kelompok Terap terlibat konflik menahun dengan PT. Wana Perintis, perusahaan hutan tanaman industri. Konflik sempat memanas hingga timbul aksi kekerasan dan perusakan oleh pihak keamanan perusahaan.

Orang Rimba di Sungai Terap, mengklaim lahan kelola perusahaan itu sebelumnya tanah peranoon (tempat melahirkan), tanah pasoron (makam) dan tempat bebalai (pernikahan).

Angka 114 itu sebelumnya sempat dibahas Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat mengunjungi kelompok Tumenggung Marituha, Ngamal, Ngirang dan Nyenong di Sungai Kemang, Desa Olak Besar, Bathin XXIV, Batanghari, pertengahan Maret 2015. Orang Rimba menolak dibantu rumah karena dianggap melanggar adat. Tumenggung Nyenong meminta diberikan kebun karena kelompoknya mulai kesulitan untuk bertahan hidup di hutan.

Rudi Syaf, Manajer Komunikasi KKI Warsi mengatakan, penyerahan SK perhutanan sosial itu sangat penting bagi kehidupan Orang Rimba, sekaligus upaya penyelesaian konflik.

“Ini sangat penting, karena tidak semua pemikiran perusahaan sama, sebagian ada yang menganggap 114 hektar ini kerugian. Dengan SK ini perusahaan tidak bisa ambil lagi, peluang sudah tertutup.”

Warsi mendorong, Orang Rimba di Wana Perintis, bisa menetap, meski budaya melangun tidak bisa hilang. “Kalau ini (lahan 114 hektar) ditinggalin, diambil orang.”

Warsi juga berencana mengusulkan SK Kulin KK bagi Orang Rimba diperpanjang 35 tahun ke depan. Menurut dia, anak-anak Orang Rimba, masih belum mampu bersaing dengan masyarakat luar.

“Menurut saya itu sulit, jadi petani saja butuh waktu bagi Orang Rimba, karena mereka bukan masyarakat petani.”

Konflik menahun juga dirasakan kelompok Suku Anak Dalam Simpang Macan Luar dan warga Kunangan Jaya I dengan PT Restorasi Ekosistem. Dua kempok dampingan Yayasan Cappa ini damai lewat program perhutanan sosial dengan sekema kemitraan kehutanan.

M.Yuhdi, Direktur Pelaksana Yayasan Cappa mengatakan, SK perhutanan sosial penting untuk kepastian hukum hingga masyarakat punya hak jelas mengelola lahan.

“Dengan begitu konflik lahan antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan perusahaan maupun dengan pemerintah bisa ditekan, bahkan diselesaikan lewat program perhutanan sosial.”

SK perhutaan sosial pemerintah akan memudahkan masyarakat menerima bantuan dan menjual hasil hutan.

“Selama ini, wilayah-wilayah di kawasan hutan itu susah diterima pasar, karena status dianggap ilegal.”

Plt. Gubernur Jambi, Fachrori Umar berharap, dengan SK perhutanan sosial konflik tenurial di Jambi, bisa berkurang. Jadi, potensi hutan bukan kayu bisa dimanfaatkan maksimal.

Fachrori menyebut, hutan Jambi memiliki potensi cukup beragaram, seperti gula aren, biji tengkawang, minyak kepayang, kayu manis, minyak aksiri, gaharu, madu, kopi dan lain-lain.

“Melalui program perhutanan sosial ini, kami berharap potensi hasil hutan itu bisa dikembangkan untuk meningkatan ekonomi masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar hutan.”

 

Keterangan foto utama:   Orang Rimba di kebun karet sudah mendapat hak kelola lahan. Lahan sebelumnya masuk konsesi perusahaan HTI, PT Wana Perintis. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

Pemerintah memberikan bantuan bibit bagi masyarakat di Jambi. Bantuan ini diserahkan bersamaan penyerahan 92 SK perhutanan sosial untuk masyarakat Jambi. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version